Suasana pemilihan presiden AS 2016. (Reuters/Mary Schwalm)
Winner, yang telah dua tahun dibui mengaku bersalah pada Juni lalu karena memberikan laporan Badan Keamanan Nasional AS kepada situs berita The Intercept pada 2016. Menurut salah seorang pengacaranya, Titus Nichols, masa hukumannya akan dikurangi penahanan sebelum sidang.
Selama sidang pemeriksaan di kampung halaman Winner di Augusta, Georgia, Hakim James Hall menyetujui permintaan pengacara bahwa hukuman 63 bulan disambung dengan pembebasan bersyarat selama tiga tahun. Menurut Nichols, itu adalah hukuman terlama yang pernah dijatuhkan kepada seseorang yang mengungkap informasi rahasia secara ilegal.
"Vonis dan kesepakatan pembelaan merefleksikan bahwa Reality mengakui konsekuensi atas tindakannya. Dia telah belajar dari kesalahan dan siap menerima konsekuensinya," kata pengacara Winner dalam sebuah pernyataan.
Hakim Hall juga setuju agar Winner dipindahkan ke penjara federal di Fort Worth, Texas agar dia bisa mendapatkan perawatan medis dan lebih dekat dengan keluarga.
Jaksa menyatakan hukuman lebih dari lima tahun layak karena Winner telah mengkhianati kepercayaan kolega dan negaranya.
"Jangan salah, ini bukan kejahatan tanpa korban," kata Jaksa AS Bobby Christine dalam pernyataan yang dilansir kantor berita Reuters. "Pelanggaran disengaja Winner membuat keamanan nasional kita terancam. Dia adalah contoh ancaman dari orang dalam."
Winner adalah pegawai Pluribus International Corp, penyedia jasa analisa bagi badan pertahanan dan intelijen AS.
Dokumen NSA yang dia berikan kepada media berisi rincian teknis tentang dugaan bahwa Rusia berupaya meretas para pejabat pemilihan AS, dan sebuah mesin pemilihan sebelum pemilihan presiden AS November 2016.
Winner mengaku sengaja mencetak salinan laporan intelijen di kantornya dan mengirimkannya ke media. Dia didakwa dengan sengaja membocorkan informasi pertahanan nasional. Sebuah kejahatan di bawah Undang-undang Spionase dan Sensor dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Pemimpin Redaksi The Intercept, Betsy Reed menyatakan hukuman terhadap Winner dan whistleblower lainnya merupakan serangan atas kebebasan pers.
"Bukannya diakui sebagai whistleblower yang didorong oleh hati nurani ingin melindungi pemilihan presiden AS, Winner malah dituduh berniat jahat oleh Departemen Kehakiman di bawah Undang-undang Spionase," kata Reed.
Hakim federal memerintahkan agar Winner tidak dibebaskan dengan jaminan karena menilai dia membahayakan publik dan berniat kabur setelah membaca komentar di buku catatannya. Di salah satu bagian, Winner menulis, "Saya ingin membakar Gedung Putih," kata Jaksa. Dia juga menyatakan bahwa penyelidik menemukan tiga nama ekstremis Islam dalam buku catatan Winner.
Credit cnnindonesia.com