Israel dinilai melanggar semua kesepakatan perdamaian dengan Palestina.
CB,
RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas memperingatkan bahwa semua
kesepakatan perdamaian yang ditandatangani dengan Israel akan dikaji
ulang. Hal itu akan dilakukan jika situasi hubungan kedua negara tidak
berubah.
Abbas mengeluarkan peringatan tersebut di
dalam pidatonya yang ditayangkan stasiun Televisi Palestina pada akhir
pertemuan tiga-hari Dewan Sentral Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, pada Sabtu (18/8).
"Israel telah melanggar semua kesepatan yang ditandatangani,
mulai dari Kesepakatan Perdamaian Oslo dengan PLO pada 1993, sampai
Kesepakatan Ekonomi Palestina pada 1994," kata Abbas, sebagaimana
dikutip
Xinhua.
Presiden Palestina yang berusia 84
tahun itu menuduh Israel terus membangun permukiman. Israel juga
mengancam akan memangkas tunjangan keluarga orang Palestina yang
terbunuh atau dipenjarakan di berbagai penjara Israel. Ia juga mengecam
disetujuinya Hukum Bangsa Negara Israel baru-baru ini sebagai
diskriminasi terhadap orang Arab.
Abbas juga kembali
menegaskan penolakan terhadap kesepakatan perdamaian yang diusulkan AS,
yang dikenal dengan nama "Kesepakatan Abad Ini", guna menyelesaikan
konflik antara Palestina dan Israel. "Palestina takkan mengadakan
pembicaraan apapun dengan Washington dan takkan menerima baik Amerika
Serikat sebagai peninnjau perdamaian sebelum AS menyesali keputusannya
sehubungan dengan Yerussalem, pengungsi, dan permukiman", kata Abbas.
Palestina
telah memboikot Amerika Serikat sejak 6 Desember 2018. Saat itu
Presiden AS Donald Trump mengumumkan Yerussalem sebagai ibu kota Israel.
Boikot menguat terutama setelah 4 Mei, hari kedutaan besar AS di Israel
dipindahkan ke kota suci yang menjadi sengketa tersebut.
Palestina
berusaha mendirikan Negara Merdeka dengan Yerussalem Timur sebagai Ibu
Kotanya. Sementara, Israel berkeras bahwa seluruh Yerussalem adalah ibu
kotanya.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) memberikan empat pilihan untuk meningkatkan perlindungan bagi
warga Palestina di wilayah pendudukan Israel. Sekretaris Jenderal PBB
Antonio Guterres menekankan setiap opsi memerlukan kerja sama antara
Israel dan Palestina.
Pertama, menyediakan
“kehadiran PBB yang lebih kuat di lapangan” dengan pengawas hak dan
petugas politik untuk melaporkan situasi terkini. Kedua, memberikan
lebih banyak bantuan kemanusiaan dan pembangunan PBB untuk “menjamin
kesejahteraan penduduk.”
Ketiga, menghadirkan
pengamat sipil di daerah-daerah sensitif, seperti pos pemeriksaan dan
permukiman dekat Israel dengan mandat untuk melaporkan masalah
perlindungan. Keempat, menyebarkan kekuatan militer atau polisi
bersenjata di bawah mandat PBB untuk memberikan perlindungan fisik
kepada warga sipil Palestina.