Selasa, 09 Februari 2016

Erdogan Mengancam Akan Banjiri Eropa dengan Pengungsi


Erdogan Mengancam Akan Banjiri Eropa dengan Pengungsi  
Bocoran notula rapat menunjukkan pembicaraan panas antara Erdogan dengan para petinggi Uni Eropa soal bantuan dana bagi 
kesejahteraan pengungsi di Turki. (REUTERS/Kayhan Ozer/Presidential Palace Press Office/Handout)
 
Jakarta, CB -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pernah mengancam akan membanjiri Eropa dengan pengungsi jika mereka tidak mendapatkan bantuan dana dari Uni Eropa untuk kesejahteraan pengungsi dari dari Suriah dan Irak.

Ancaman ini disampaikan Erdogan dalam perundingan yang panas dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dan Presiden Dewan Eropa Donald Tusk November tahun lalu. Media Yunani euro2day, seperti diberitakan Reuters, mendapatkan bocoran notula resmi pertemuan tersebut.

Diduga perundingan dilakukan di Antalya usai KTT G20 tahun lalu.

Perundingan itu tengah membicarakan rencana pemberian bantuan Eropa untuk Turki dalam memenuhi kebutuhan pengungsi di negara itu. Kantor Dewan Eropa dan Komisi Eropa menolak mengomentari notula itu. Kantor Presiden Erdoga di Ankara juga belum mengeluarkan komentarnya.

Dalam notula berbahasa Inggris itu dikatakan bahwa Uni Eropa hanya akan memberikan bantuan 3 miliar euro, setengah dari yang diminta Turki yaitu 6 miliar euro selama dua tahun.

Menurut Erdogan, dana itu tidak cukup untuk memperbaiki kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan hidup 2,5 juta pengungsi di Turki. Dia lantas mengancam akan membanjiri Eropa dengan Pengungsi jika dana bantuan tidak ditambah.

"Kami bisa membuka pintu menuju Yunani dan Bulgaria kapan saja, dan kami bisa mengirimkan pengungsi dengan bus-bus...Jadi bagaimana kalian mengatasi pengungsi jika tidak ada kesepakatan? Membunuh mereka?" kata Erdogan.

Jika kesejahteraan tidak diperbaiki, pengungsi akan banyak yang pergi menuju Eropa menggunakan kapal-kapal kecil yang rawan tenggelam.

Erdogan mengatakan bahwa akan ada lebih banyak pengungsi yang tewas di lautan. Dia menyinggung soal Alan Kurdi, bocah pengungsi yang mayatnya terdampar di pantai Turki.

Selain itu menurut Erdogan, mengatasi masalah pengungsi juga berarti mengatasi terorisme.

"Serangan di Paris adalah soal kemiskinan dan keterpinggiran. Orang-orang ini tidak terpelajar, tapi tetap akan menjadi teroris di Eropa. Kami memerangi Daesh [ISIS], PYD [Partai Kurdi Suriah] dan yang lainnya," tegas Erdogan.

Turki merupakan negara terbanyak penampung pengungsi yang lari dari konflik di Suriah. Erdogan pada awal bulan ini mengatakan bahwa mereka telah keluar kocek US$9 miliar atau sekitar Rp123 triliun untuk melayani kebutuhan pengungsi.

Dalam notula disebutkan Uni Eropa tetap bertahan di angka 3 miliar euro dan berjanji meningkatkan perjalanan bebas visa bagi warga Turki.

Dalam perbincangan yang memanas, Erdogan kerap memotong kalimat Juncker dan Tusk. Erdogan bahkan mengatakan bahwa Juncker tidak menghormati dirinya.

Erdogan menegaskan bahwa Juncker yang merupakan mantan perdana menteri Luksemburg harus lebih menghormati Turki, negara dengan 80 juta populasi.

"Luksemburg hanya seperti kota kecil di Turki," kata Erdogan.

Reuters menuliskan, ketegangan perundingan tersebut menyiratkan rasa saling tidak percaya antara Uni Eropa dan Turki dalam mengatasi krisis pengungsi terbesar setelah Perang Dunia II.

Dalam sebuah kalimat, Juncker terdengar kesal dengan Erdogan. Menurut dia, Erdogan tidak seharusnya bersikap seperti itu karena Uni Eropa "telah bekerja keras dan kami memperlakukanmu seperti pangeran di Brussels."

Erdogan membalas pernyataan itu dengan mengatakan, "seperti pangeran? Sudah seharusnya, karena saya tidak mewakili negara dunia ketiga."



Credit  CNN Indonesia