JAKARTA, CB -
Pemerintah Indonesia menginvestasikan Rp 18 triliun dalam kontrak
Kesepakatan Pembagian Biaya (CSA) pengembangan program pesawat tempur
KF-X/IF-X yang dkerjakan bersama antara Indonesia dan Korea Selatan.
Pengerjaan pembuatan pesawat tersebut juga melibatkan ilmuwan dari kedua negara.
"Satu dua di sana, tapi satu itu 20 persen orangnya (Indonesia), yang kedua 50 persen, yang ketiga di sini 80 persen," kata dia.
Pesawat tempur KF-X/IF-X yang akan dibuat oleh Korea Selatan dan Indonesia tersebut merupakan generasi paling baru.
"Itu generasi 4.5, lebih tinggi dari F-16," ujar Ryamizard.
Generasi terakhir F-16 adalah F-16 Block 60, yang diberi nama Viper. Generasi itu lebih canggih daripada varian terkini, yaitu F-16 Block 52. Bahkan, Amerika Serikat belum menerbangkan F-16 Viper pada jajaran arsenalnya.
Ryamizard mengatakan, seluruh komponen KF-X/IF-X menggunakan pengembangan dari Korea Selatan, tanpa melibatkan perusahaan negara lain seperti Amerika Serikat atau Perancis.
"Nanti dikembangkan di Korea, dituntaskan semua di sana," ucapnya.
Dia menekankan, Indonesia ke depan harus mampu membuat pesawat tempur produksi sendiri. Selain itu, Ryamizard ingin Indonesia berhenti membeli dari negara lain guna meningkatkan kemampuan pertahanan udara.
Bahkan, ia mengatakan Indonesia akan bisa memproduksi pesawat tempur untuk dijual kembali ke negara lain.
Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda mulai pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.
Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.
Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan Ryacudu dan Menteri Urusan Program Administrasi Minister Pembelian Produk Pertahanan Korea Selatan (DAPA), Chang Myoungjin.
"Sebanyak Rp 18 triliun. Itu yang kita keluarkan," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, di Jakarta, Kamis (7/1/2015).
Dana sebesar itu belum sampai ke lini produksi massal melainkan
baru di tingkat produksi purwarupa, yang dicadangkan sebanyak tiga unit.
Informasi tambahan menyatakan, diperlukan enam purwarupa dengan
biaya keseluruhan Rp 111 triliun. Dalam tahapan ini, Indonesia
menanggung 20 persen keperluan biaya.
Jika program ini tetap berlanjut sampai lini produksi, belum
diungkap harga per unit KF-X/IF-X. Selain itu, belum diungkap pula
spesifikasi yang akan diterapkan bagi kedua negara pengguna, Indonesia
dan Korea Selatan.
Jumlah itu, kata dia, merupakan 20 persen dari nilai keseluruhan biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, di mana pihak Korea Selatan akan membiayai 80 persen dari total proyek.
Jumlah itu, kata dia, merupakan 20 persen dari nilai keseluruhan biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, di mana pihak Korea Selatan akan membiayai 80 persen dari total proyek.
KF-X/IF-X untuk Indonesia diproyeksikan selesai pada 2025 dan
Indonesia memerlukan dua skuadron KF-X/IF-X, yang akan dibiayai melalui
mekanisme berbeda.
Pembuatan dua unit pesawat purwarupa akan dilakukan di Korea Selatan dan satu unit pesawat sisanya dirakit di Indonesia.
Pengerjaan pembuatan pesawat tersebut juga melibatkan ilmuwan dari kedua negara.
"Satu dua di sana, tapi satu itu 20 persen orangnya (Indonesia), yang kedua 50 persen, yang ketiga di sini 80 persen," kata dia.
Pesawat tempur KF-X/IF-X yang akan dibuat oleh Korea Selatan dan Indonesia tersebut merupakan generasi paling baru.
"Itu generasi 4.5, lebih tinggi dari F-16," ujar Ryamizard.
Ryamizard mengatakan, seluruh komponen KF-X/IF-X menggunakan pengembangan dari Korea Selatan, tanpa melibatkan perusahaan negara lain seperti Amerika Serikat atau Perancis.
"Nanti dikembangkan di Korea, dituntaskan semua di sana," ucapnya.
Dia menekankan, Indonesia ke depan harus mampu membuat pesawat tempur produksi sendiri. Selain itu, Ryamizard ingin Indonesia berhenti membeli dari negara lain guna meningkatkan kemampuan pertahanan udara.
Bahkan, ia mengatakan Indonesia akan bisa memproduksi pesawat tempur untuk dijual kembali ke negara lain.
Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda mulai pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.
Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.
Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan Ryacudu dan Menteri Urusan Program Administrasi Minister Pembelian Produk Pertahanan Korea Selatan (DAPA), Chang Myoungjin.
Credit KOMPAS.com