Senin, 13 Juli 2015

Thailand Tolak Permintaan China Untuk Pulangkan Kaum Uighur



Thailand Tolak Permintaan China Untuk Pulangkan Kaum Uighur  
Thailand menolak permintaan China untuk mengembalikan sejumlah Muslim Uighur yang masih ditahan, karena ingin mengidentifikasi kewarganegaraan mereka dulu. (Reuters/Kevin Lee)
 
 
Jakarta, CB -- Thailand menolak permintaan China untuk mengembalikan sejumlah Muslim Uighur yang masih ditahan di pusat penahanan di Thailand pada Jumat (10/7), meskipun beberapa hari lalu Thailand memulangkan hampir 100 etnis Uighur ke China yang memicu kecaman internasional.

Juru bicara Wakil Pemerintahan Thailand, Kolonel Weerachon Sukhondhapatipak, menolak
permintaan Beijing karena harus memastikan kewarnegaraan kaum Muslim Uighur yang sedang ditahan terlebih dahulu.

"Kami melakukan hal ini mengacu pada perjanjian internasional dan hukum internasional serta hak asasi manusia tentunya," kata Sukhondhapatipak, kata Reuters, Jumat (10/7).

"Keputusan ini sangat sulit untuk dibuat. Tidak bisa, China secara tiba-tiba meminta etnis Uighur lalu kami memulangkan mereka begitu saja. Kami tak bisa menuruti permintaan China memulangkan semua Uighur," kata Sukhondhapatipak melanjutkan.

Lebih dari 170 etnis Uighur diidentifikasi sebagai warga Turki dan dipulangkan ke Turki selama sebulan terakhir. Sementara itu, hampir 100 warga Uighur dipulangkan ke China, sementara 50 lainnya masih harus dipastikan kewarnegaraannya.

Keputusan Thailand untuk memulangkan 100 Muslim Uighur ke China pada Rabu (7/7) dikecam oleh Amerika Serikat. Badan pengungsi PBB, UNHCR pun mendesak China memberikan perlakuan yang baik terhadap Muslim uighur.

Ratusan, atau kemungkinan ribuan Muslim Uighur melarikan diri dari wilayah Xinjiang di China, karena mengalami penindasan. Etnis Uighur kemudian melakukan perjalanan secara sembunyi-sembunyi melalui Asia Tenggara menuju Turki.

Perlakuan China terhadap etnis Uighur yang memiliki hubungan darah dengan Turki menjadi isu sensitif, utamanya di negara yang dipimpin Presiden Recep Tayyip Erdogan. Hubungan bilateral antara Turki dan China menjadi tengang, utamanya menjelang kunjungan Erdogan ke Beijing bulan ini.

Erdogan berencana membahas dan mencoba meringankan penderitaan warga Uighur ketika dia bertemu dengan pejabat China disana.

Protes Turki

Pemulangan etnis Uighur menimbulkan protes di Turki. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan 100 pengunjuk rasa yang berkumpul di depan Kedutaan Besar China di Ankara. Sebelumnya, mereka melakukan perusakan terhadap Gedung Kedutaan Besar Thailand.


Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha telah menunjukkan kemungkinan ditutupnya Kedutaan Besar Thailand di Ankara. Namun, hari ini ia mengungkapkan keinginannya dalam menjalin hubungan baik dengan Turki dan China.

"Thailand dan Turki bukanlah musuh dan kita tidak ingin merusak perdagangan. Di waktu yang bersamaan, kita juga tidak ingin merusak hubungan yang sudah terjalin antara Turki dan China," kata Prayuth kepada wartawan.

Turki berjanji untuk selalu membuka pintunya lebar-lebar bagi Muslim Uighur yang ingin meminta perlindungan. Janji ini juga didukung dengan fakta bahwa beberapa warga Turki mempunyai kesamaan dalam budaya dan agama dengan kaum Uighur.

Human Right Watch menyerukan Thailand untuk menghentikan deportasi imigran Muslim Uighur ke China dalam sebuah pernyataan pada Jumat (10/7). Mereka takut akan adanya penganiayaan yang menimpa Uighur jika kembali pulang ke China.

"Thailand harus mematuhi hukum internasional dengan segera mengumumkan moratorium deportasi tambahan orang Turki ke China," kata Sophie Richardson, direktur Human RIght Watch untuk wilayah China.

Surat kabar yang mempunyai pengaruh di China, The Global Times, mengatakan sebagian besar kaum Uighur yang dipulangkan berasal dari Xinjiang, jantung dari pusat warga Muslim Uighur yang mengatakan bahwa tempat itu adalah rumah bagi mereka.

"Banyak dari mereka yang berencana mencapai Turki melalui Asia Tenggara dan kemudian menuju ke Suriah atau Irak untuk bergabung dalam kelompok teroris," kata surat kabar tersebut.

Beijing membantah bahwa mereka telah membatasi kebebasan beragama warga Uighur dan menyalahkan militan Islam untuk meningkatnya kekerasan di Xinjiang dalam tiga tahun terakhir.

China adalah rumah dari 20 juta orang Muslim yang tersebar luas di seluruh wilayahnya, dan hanya sebagian dari mereka yang merupakan etnis Uighur.

Credit  CNN Indonesia