CB, JAKARTA -- Visi Presiden Jokowi yang bertekad
mendorong Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia (PMD) dinilai sangat
tepat dan beralasan. Karena memang selama ini kekayaan laut dan
perikanan Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal.
Untuk memaksimalkannya ia menyarankan melalui 11 sektor ekonomi kelautan. Kesebelasnya antara lain perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi (ESDM), pariwisata bahari, hutan mangrove, perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim, dan SDA non konvensional.
"Total nilai kesebelas sektor ekonomi kelautan itu sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang," ujarnya dalam diskusi tentang pembangunan maritim Indonesia di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta, Selasa (31/3).
Ia menambahkan, hingga saat ini, potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar itu baru dimanfaatkan sekitar 22 persen dari total potensinya. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu menambahkan posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia juga sangat strategis.
Dimana 46 persen dari seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai 1.500 triliun dolar AS per tahun dikapalkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Selain itu, Wilayah NKRI yang diapit oleh benua Asia dan Australia serta samudera pasifik dan hindia merupakan Choke Point yang sangat menentukan pergerakan kapal-kapal perang maupun niaga dan dinamika politik global.
Khususnya potensi konflik antara negara-negara besar seperti AS, China, Jepang, India, dan ASEAN. Wilayah pesisir dan laut Indonesia juga merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan penentu dinamika global.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu mengatakan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan beserta sumber daya alamnya tidak hanya dilakukan untuk kemajuan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa, tapi juga demi menjaga wilayah pesisir dan lautan.
Ia juga menyoroti rendahnya anggaran pemerintah yang dialokasikan ke sektor perikanan. Rokhmin membandingkan dengan apa yang terjadi di Thailand dan China dalam memperlakukan sektor kelautannya. "Bunga disana hanya hanya 5 persen, sedangkan kita 14 persen," tegasnya.
Untuk memaksimalkannya ia menyarankan melalui 11 sektor ekonomi kelautan. Kesebelasnya antara lain perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi (ESDM), pariwisata bahari, hutan mangrove, perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim, dan SDA non konvensional.
"Total nilai kesebelas sektor ekonomi kelautan itu sekitar 1,2 triliun dolar AS per tahun dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk 40 juta orang," ujarnya dalam diskusi tentang pembangunan maritim Indonesia di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta, Selasa (31/3).
Ia menambahkan, hingga saat ini, potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar itu baru dimanfaatkan sekitar 22 persen dari total potensinya. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu menambahkan posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia juga sangat strategis.
Dimana 46 persen dari seluruh komoditas dan produk yang diperdagangkan di dunia dengan nilai 1.500 triliun dolar AS per tahun dikapalkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Selain itu, Wilayah NKRI yang diapit oleh benua Asia dan Australia serta samudera pasifik dan hindia merupakan Choke Point yang sangat menentukan pergerakan kapal-kapal perang maupun niaga dan dinamika politik global.
Khususnya potensi konflik antara negara-negara besar seperti AS, China, Jepang, India, dan ASEAN. Wilayah pesisir dan laut Indonesia juga merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia dan penentu dinamika global.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu mengatakan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan beserta sumber daya alamnya tidak hanya dilakukan untuk kemajuan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa, tapi juga demi menjaga wilayah pesisir dan lautan.
Ia juga menyoroti rendahnya anggaran pemerintah yang dialokasikan ke sektor perikanan. Rokhmin membandingkan dengan apa yang terjadi di Thailand dan China dalam memperlakukan sektor kelautannya. "Bunga disana hanya hanya 5 persen, sedangkan kita 14 persen," tegasnya.
Credit REPUBLIKA.CO.ID