Mereka ingin agar anggota DK PBB tidak didominasi negara maju.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika,
Yuri Thamrin (tengah) dan Duta Besar RI untuk PBB (kanan) tengah
memimpin sidang SOM KAA di JCC. (19/04/2015) (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
CB - Wakil Tetap PBB untuk Indonesia, Desra Percaya, buka suara mengenai alotnya pembahasan dokumen hasil Konferensi Asia Afrika (KAA) yang didebatkan para pejabat tingkat tinggi (Senior Official Meeting) pada Minggu kemarin. Desra menyebut salah satu isu yang didebatkan yakni mengenai reformasi anggota Dewan Keamanan PBB.
Hal itu diungkap oleh Desra yang ditemui semalam di gedung Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta Selatan.
"Isu ini memang sedang hangat dibicarakan di New York mengenai anggota tetap dan tidak tetap. Cuma yang paling menonjol adalah mengenai perluasan anggota," ujar Desra.
Sementara, Desra melanjutkan, sebelum dokumen tersebut dibawa ke Jakarta, sudah dibahas di New York, Amerika Serikat. Pembahasan di New York pun, ujar Desra sudah seimbang dan tidak ada masalah.
"Tetapi memang coba ditarik oleh satu kelompok negara lain agar sesuai dengan kepentingan negaranya, itulah penyebab agak lambatnya pembahasan rujukan Dewan Keamanan," kata dia.
Desra mengatakan, memang ada keperluan di antara negara anggota PBB untuk merevitalisasi Majelis Umum PBB, DK PBB dan keanggotaannya. Di antara beberapa negara, Desra menjelaskan sudah ada kesepakatan bahwa perwakilan dari kawasan Asia Afrika harus lebih banyak lagi.
Indonesia pun, Desra mengatakan, setuju adanya perluasan anggota DK PBB.
"Di sisi lain, DK PBB juga harus lebih demokratis dan sistem veto harus dihapuskan. Tetapi, itu merupakan situasi yang kemungkinan besar sulit terjadi, karena prosesnya sulit dan telah dikunci oleh DK PBB agar tidak terjadi," tutur Desra.
Ketika ditanya kemungkinan Indonesia turut menjadi anggota DK PBB, Desra mengatakan sebelum sampai ke arah itu, perlu dibicarakan mengenai kriteria yang disepakati oleh semua negara.
"Itu yang sedang kami bahas saat ini, antara lain mengenai tingkat pembangunan, jumlah penduduk, peran strategis di kawasan dan sebagainya. Itu yang belum disepakati," papar Desra.
Pertemuan SOM pada Minggu kemarin baru berakhir pada pukul 23.00 WIB. Setelah melalui pembahasan yang alot, maka untuk dokumen Pesan Bandung berisi 41 butir kesepakatan, kemitraan strategis baru Asia Afrika (NAASP) sebanyak 32 butir dan Deklarasi Palestina mencakup 15 butir.
Dia mengingatkan angka ini berpotensi bertambah, karena secara teoritis belum ada kesepakatan yang diketuk palu.
Di mata pengamat Hubungan Internasional, Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, pun menilai adanya reformasi anggota DK PBB. Dengan begitu, dunia tak lagi dikendalikan lima negara pemenang Perang Dunia II.
"Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris dan Prancis tak lagi merepresentasikan kemajuan pembangunan di tingkat nasional dan idealisme perdamaian di tingkat global," ujar Reza seperti dikutip kantor berita Antara.
Oleh sebab itu, perlu mengubah struktur DK PBB dengan menambah keanggotaan yang mewakili kawasan Asia, Afrika, Australia, Amerika Latin termasuk Eropa.
Reza mengatakan Indonesia layak untuk bisa masuk menjadi anggota DK PBB, jika dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, kemampuan mensinergikan prinsip-prinsip modernisasi dengan kemuliaan nilai-nilai asli dan keunggulan peradaban
Credit VIVA.co.id