
Asap
perang mengepul di samping Masjid Agung Umayyah di Aleppo, Suriah, pada
2 Maret 2013. Sebulan kemudian menara masjid ini dilaporkan hancur
(Reuters/Malek Alshemali)
Dubai/Beirut (CB) - Setelah lama tutup mulut, rakyat Iran
akhirnya terus terang menyangkut keterlibatannya dalam perang Suriah.
Kini para perekrut informal relawan perang secara terbuka menyeru para
relawan untuk membela Republik Islam Iran dan sekutu-sekutu mereka
sesama Syiah melawan militan-militan Sunni.
Menurut para mantan
relawan petempur kepada Reuters dan pernyataan para panglima perang, di
bawah opini publik yang berubah bergerak berada di belakang seruan itu,
jumlah relawan meningkat drastis melebihi yang dipersiapkan Teheran
untuk diterjunkan ke Suriah.
Iran sudah mengirimkan
petempur-petempurnya ke Suriah sejak awal perang yang sudah memasuki
tahun kelima itu demi mendukung sekutu mereka, Presiden Bashar al-Assad,
dalam melawan para pejuang oposisi Sunni dukungan negara-negara Arab
Teluk dan Barat.
Teheran mulanya menyebut pasukan-pasukan
partikelir ini penasihat militer, namun mengingat sudah sekitar 400
orang Iran terbunuh di sana, sebutan itu sudah tak lagi dipakai,
sebaliknya ribuan orang kini diyakini tengah berperang melawan ISIS dan
kelompok-kelompok lain yang berusaha menggulingkan Assad.
Banyak
rakyat Iran awalnya menentang keterlibatan negaranya dalam perang di
Suriah, karena tidak begitu bersimpati kepada Assad. Namun kini mereka
malah mamanaskan lagi misi dengan meyakini ISIS adalah ancaman terhadap
negara mereka dengan paling tepat memeranginya di luar Iran.
"Garis
batas pertama bagi keamanan Iran adalah Suriah dan Irak," kata relawan
bernama Mojtaba kepada Reuters melalui email dari Teheran.
Mojtaba,
yang meminta hanya disebut dalam satu nama itu mengaku sudah dua tahun
ini berusaha keras untuk ikut bertempur di Suriah.
Kendati saat
ini ISIS menguasai bagian besar wilayah Suriah dan Irak, kelompok
militan ini kesulitan melancarkan serangan ke Iran, tidak seperti yang
mereka lakukan kepada Turki.
Namun demikian, media massa Iran
melaporkan ada upaya-upaya pemerintah memutus sel-sel teror terkati
kelompok-kelompok jihadis di dalam negeri Iran.
Akibatnya, banyak
sekali orang-orang Iran seperti Mojtaba yang ingin turut perang di
Suriah. Ini menunjukkan Teheran memiliki stamina untuk melanjutkan
keterlibatannya di Suriah, kalau perlu sampai bertahun-tahun.
"Pelindung tempat suci"Iran
menyanjung petempur-petempurnya di Suriah sebagai "pelindung tempat
suci", merujuk kepada Masjid Siti Zainab dekat Damaskus, di mana cucu
Rasulullah Muhammad SAW itu dimakamkan, selain juga tempat suci-tempat
suci Syiah lainnya.
Jejaring petempur ini merambah di luar warga
Iran karena turut serta dengan mereka juga warga Syiah Lebanon, Irak,
Afghanistan dan Pakistan, demi memerangi oposisi Suriah dalam konflik
yang sudah menjadi konflik sektarian itu.
Brigadir Jenderal
Mohsen Kazemeini, Panglima Korps Garda Revolusi wilayah Teheran, berkata
bulan lalu bahwa begitu banyak relawan yang hendak ikut namun hanya
sebagian kecil yang dikirimkan ke Suriah.
Para relawan yang gugur di Suriah dipuja sebagai pahlawan di televisi nasional dan mendapatkan prosesi pemakaman yang megah.
Pegulat
Iran peraih medali perunggu Olimpiade Rio de Janeiro, Saeed Abdevali,
mendedikasikan medali perunggunya itu untuk keluarga-keluarga "para
pelindung tempat suci" yang tewas di medan perang.
Dari posting
Modafeon, laman yang didedikasikan untuk berita dan foto para pelindung
tempat suci, relawan-relawan yang kecewa karena harus menunggu daftar
panjang antrian ke Suriah, mengambil jalan pintas dengan terbang
langsung ke Damaskus dan menjadi relawan di Masjid Siti Zainab.
Pesan
ampuh melindungi tempat suci ini telah menarik perhatian warga Syiah
Afghanistan yang sebagian di antaranya tinggal di Iran dan lainnya
tinggal di Afghanistan.
Orang-orang Afghan ini bertempur di Suriah di bawah komando Garda Revolusi yang dikenal dengan brigade Fatemiyoun.
Keyakinan suciSeorang
mahasiswa Afghan berusia 26 tahun yang tinggal di Mashad di Iran timur
laut menceritakan bagaimana dia diterjunkan bersama Fatemiyoun lainnya
untuk berperang di Damaskus dan Aleppo selama sekitar 45 hari setelah
mendapatkan pelatihan tempur seadanya.
"Motivasi saya sama dengan
orang-orang Iran itu," kata si mahasiswa yang meminta tidak disebutkan
nama sebenarnya demi alasan keamanan.
"Kami semua berperang di
Suriah sehingga memperlihatkan alasan kami jauh melintasi batas-batas
geografis. Kami berperang demi melindungi keyakinan suci kami dan
ideologi Syiah."
Ketika ditanya apakah dia menganggap rakyat Iran
kian mendukung mereka yang berperang di Suriah, dia menjawab, "Seratus
persen (ya). Tatkala saya diterjunkan, orang berkata ragu perjuangan
kami bakal mengubah segalanya. Namun kini mereka semakin menghormati
para pejuang, ketika mereka semakin akrab dengan ancaman bahwa para
pemberontak di Suriah dan Irak bisa menyebar masuk ke Iran."
Dia
mengatakan bayaran atau janji mendapatkan kewarganegaraan Iran
sekembalinya dari medan perang adalah juga insentif yang diterima
orang-orang Afghan yang menjadi relawan.
Para petempur Afghan
mendapatkan sekitar 450 dolar AS per bulan, kata panglima Fatemiyoun
dalam wawancara dengan laman berita Tasnim.
Para pejabat senior
biasa membahas peran Garda Revolusi dan pasukan khusus Iran di Suriah
dalam soal melawan ancaman nyata yang kebanyakan dihadapi Syiah Iran
dari kelompok-kelompok militan Sunni semacam ISIS.
Karim
Sadjadpour, pakar Iran dari Carnegie Endowment for International Peace
di Washington, menyebutkan keinginan berperang di Suriah lebih karena
opini publik, bukan karena ingin mendukung Assad.
"Memerangi
jihadis-jihadis ISIS yang haus darah dan pembenci Syiah adalah lebih
mudah dijual ke rakyat Iran ketimbang menghabiskan miliaran uang untuk
membantu diktator keji (Assad) yang meng-gas penduduknya," kata dia.
Video
yang biasa ditayangkan televisi Iran memperlihatkan sekelompok
anak-anak mengenakan seragam dan sepatu perang sembari menyanyikan bakti
suci demi agama berperang di Suriah.
"Garis merah di sekitar masjid (tempat suci) terbuat dari darahku," begitu nyanyian mereka dalam lagu itu.
Anak-anak
di bawah usia 18 tahun boleh pergi ke Suriah untuk menjadi tenaga
pendukung di belakang medan perang, sepanjang mereka ditemani pengawal,
tulis laman Modafeon.
Belajar dari EropaPemimpin
Spiritual Iran Ayatullah Ali Khamenei menyebut perang di Suriah dan Irak
di mana penguasa dukungan Iran tengah bertempur melawan milisi-milisi
Sunni, adalah penting sekali bagi kelangsungan hidup Republik Islam
Iran.
"Jika rakyat Iran tidak pergi dan mati berperang di sana, maka musuh akan masuk negeri ini," kata Khamenei.
Pandangan seperti ini telah mengubah mereka yang sebelumnya ragu.
Sasan
Sabermotlagh, dekorator berusia 34 tahun dari Teheran, mengaku 100
persen menentang perang, namun kini dia dan banyak orang lainnya menjadi
berubah pikiran.
Kendati mengakui hubungan buruk Iran dengan
Barat, Sabermotlagh berulang kali merujuk serangan teror ISIS di Eropa
beberapa bulan belakang ini.
"Kini orang tahu pasti ISIS dan
setelah insiden di Prancis, Jerman dan di mana-mana, Anda bisa katakan
90 persen rakyat tidak lagi mengkritik 'para pelindung tempat suci',"
kata dia.
Sabermotlagh bahkan mempertimbangkan ikut berperang.
"Ketika saya menyaksikan video-video dan foto-foto itu, itu memang
sangat mempengaruhi saya," sambung dia. "Saya kira jika ISIS atau
kelompok serupa menemukan jalan ke Iran, maka kami akan menderita hal
serupa (seperti dialami Eropa)."
Namun kadang ada yang menghasut orang untuk ikut bertempur dengan menjual cerita-cerita palsu di medan perang.
Agustus
silam, Iran menangkap empat pria di Mashad dengan tuduhan mencoba
menarik perhatian kaum muda dengan mengabarkan kisah palsu mereka telah
berada di garis depan medan tempur, demikian Reuters.
Credit
ANTARA News