Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -
Profit Sharing Contract (PSC) alias besaran
bagi hasil proyek pengelolaan Blok East Natuna yang rencananya diteken
bulan September 2016 masih belum juga deal sampai hari ini. Plt Menteri
ESDM, Luhut Binsar Panjaitan, sebenarnya ingin PSC Blok East Natuna
diselesaikan hari ini, tapi ternyata tidak memungkinkan.
"East
Natuna ternyata ada sedikit masih putus, tapi dalam 1 bulan ke depan
akan selesai. Ada masalah teknis yang masih dibicarakan. Tapi sudah
sangat maju," kata Luhut saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu
(5/10/2016).
Dia mengungkapkan bahwa konsorsium Pertamina, ExxonMobil, dan PTT masih bernegosiasi dengan pemerintah soal bagi hasil (
split) di Blok East Natuna. "Masalah bagi-bagi kuenya," ujarnya.
Luhut
menjelaskan, bagi hasil dalam PSC Blok East Natuna ini akan dibuat
fleksibel, menguntungkan negara maupun kontraktor. Ketika harga minyak
rendah, bagian kontraktor akan jadi lebih besar, bagian negara
dikurangi.
Sebaliknya saat harga minyak melambung tinggi, bagian negara harus lebih besar. Prinsipnya '
sharing the pain, sharing the gain'.
Saat
ini pemerintah dan konsorsium masih belum sepakat soal pembagian hasil
saat harga minyak rendah dan saat harga minyak tinggi.
"Kita mau lihat di harga berapa mau kita bikin. Kita mau kaitkan nanti antara harga tinggi dan harga rendah. Jadi
sharing pain dan
sharing gain. Kalau kita terlalu kaku juga nanti orang nggak ada yang mau," tutupnya.
Blok
East Natuna memiliki cadangan gas sebesar 46 triliun kaki kubik (TCF),
lebih dari 4 kali lipat cadangan gas Blok Masela. Presiden Joko Widodo
(Jokowi) telah memerintahkan agar pengembangan Blok East Natuna dikebut.
Sebab, lokasi Blok East Natuna termasuk dalam 9 garis batas di
Laut Cina Selatan yang diklaim China sebagai wilayahnya. Maka blok ini
harus segera digarap untuk menunjukkan kedaulatan Indonesia.
Credit
detikFinance
ESDM: Kami Ingin Tahun 2017 Sudah Ada Aktivitas di Blok East Natuna
Foto: Dok. Kemenko Maritim
Jakarta - Kementerian ESDM terus mendorong agar kontrak bagi hasil atau
Profit Sharing Contract
(PSC) Blok East Natuna bisa segera ditandatangani, oleh PT Pertamina
(Persero), ExxonMobil, dan PTT. Setelah penandatanganan PSC, diharapkan
mulai 2017 sudah ada aktivitas di Blok East Natuna.
Lokasi Blok
East Natuna termasuk dalam 9 garis batas di Laut Cina Selatan yang
diklaim China sebagai wilayahnya. Maka blok yang memiliki cadangan gas
sebesar 46 triliun kaki kubik (TCF) ini harus segera digarap, untuk
menunjukkan kedaulatan Indonesia.
"Kami pemerintah inginnya
begitu. Aktivitas fisik kita inginkan jadi dulu. Kita harap tahun depan
sudah ada aktivitas di sana," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN
Wiratmaja Puja, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu
(5/10/2016).
Saat ini pemerintah masih bernegosiasi dengan Pertamina, ExxonMobil, dan PTT soal syarat dan ketentuan (
term and condition) PSC East Natuna, misalnya soal bagi hasil (
split) minyak dan gas.
Wirat
menambahkan, PSC untuk pengembangan minyak tak jadi dipisahkan dengan
PSC untuk pengembangan gas. Pihaknya sempat berencana membuat 2 PSC
untuk Blok East Natuna, yaitu untuk struktur AP (minyak) dan struktur AL
(gas).
Tapi meski dijadikan satu PSC, pengembangan minyak tetap
lebih didahulukan karena lebih mudah dilakukan, yang penting ada
aktivitas dulu di perairan East Natuna. Sedangkan pengeboran di struktur
AL masih menunggu adanya teknologi yang cocok untuk pengembangan gas di
sana.
"(
Term and condition) Lagi dibahas. Itu dijadikan satu wilayah kerja, satu PSC tapi dua tahap. Tahap AP dulu, lalu tahap AL-nya tunggu TMR (
Technology Marketing Review). Kalau setelah TMR baru kita bisa ngomong
split-nya (gas) karena harus dilihat dulu dari studi TMR," Wirat mengungkapkan.
Kata Wirat, semua calon kontraktor sepakat dengan keinginan pemerintah. Namun, mereka ingin
term and condition yang pas untuk mengembangkan Blok East Natuna seperti keinginan pemerintah itu. "Secara prinsip sepakat. Tapi
term-nya masih dibahas," tutupnya.
Credit
detikFinance