WASHINGTON
- Kepala keamanan nasional AS memperingatkan demokrasi Amerika dalam
"garis bidik" dari musuh asing untuk pemilihan pada 2018 dan 2020.
"Kami terus melihat kampanye penyampaian pesan oleh Rusia untuk memperlemah dan memecah Amerika Serikat," kata Direktur Intelijen Nasional Dan Coats seperti dikutip dari BBC, Jumat (3/8/2018).
Coats mengatakan upaya itu kurang kuat sejauh ini dibandingkan tahun 2016, dan tidak diarahkan pada satu pihak. Sebelumnya, Kremlin membantah klaim AS yang menuding ikut campur dalam pemilihan presiden terakhirnya.
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, Direktur FBI Chris Wray, Direktur Badan Keamanan Nasional Paul Nakasone dan Menteri Keamanan Dalam Negeri Kirstjen Nielsen juga berbicara pada konferensi pers di Gedung Putih, pada Kamis waktu setempat.
Coats mengatakan Rusia bukan satu-satunya negara yang mencoba campur tangan dalam pemilihan AS, tanpa merinci lebih lanjut.
Seorang wartawan mempertanyakan apakah Presiden AS Donald Trump telah cukup menantang Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai masalah tersebut pada pertemuan bilateral mereka di Finlandia bulan lalu.
Bolton kemudian melangkah maju untuk mempertahankan pernyataan sebelumnya bahwa hal itu telah dibicarakan.
"Presiden Putin mengatakan bahwa masalah pertama yang diangkat Presiden Trump adalah campur tangan dalam pemilu," kata penasihat keamanan nasional kepada wartawan.
Coats kemudian ditanya apakah ia menuduh orang-orang Rusia yang nakal atau Kremlin sendiri melakukan intervensi dalam pemilihan AS.
"Keduanya," jawab direktur intelijen tersebut.
Ia mengatakan para peretas berusaha mencuri informasi dari kandidat dan pejabat pemerintah serta berusaha mempengaruhi pemilih melalui bot media sosial.
"Fokus kami di sini hari ini adalah hanya untuk memberitahu orang-orang Amerika bahwa kita mengakui ancaman. Itu nyata," tegas Coats.
Ia menambahkan bahwa lembaga-lembaga itu bertemu setiap minggu untuk fokus pada keamanan pemilu menjelang pemilihan sela pada bulan November ketika sebagian besar Kongres AS menghadapi pemilihan.
"Kami terus melihat kampanye penyampaian pesan oleh Rusia untuk memperlemah dan memecah Amerika Serikat," kata Direktur Intelijen Nasional Dan Coats seperti dikutip dari BBC, Jumat (3/8/2018).
Coats mengatakan upaya itu kurang kuat sejauh ini dibandingkan tahun 2016, dan tidak diarahkan pada satu pihak. Sebelumnya, Kremlin membantah klaim AS yang menuding ikut campur dalam pemilihan presiden terakhirnya.
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, Direktur FBI Chris Wray, Direktur Badan Keamanan Nasional Paul Nakasone dan Menteri Keamanan Dalam Negeri Kirstjen Nielsen juga berbicara pada konferensi pers di Gedung Putih, pada Kamis waktu setempat.
Coats mengatakan Rusia bukan satu-satunya negara yang mencoba campur tangan dalam pemilihan AS, tanpa merinci lebih lanjut.
Seorang wartawan mempertanyakan apakah Presiden AS Donald Trump telah cukup menantang Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai masalah tersebut pada pertemuan bilateral mereka di Finlandia bulan lalu.
Bolton kemudian melangkah maju untuk mempertahankan pernyataan sebelumnya bahwa hal itu telah dibicarakan.
"Presiden Putin mengatakan bahwa masalah pertama yang diangkat Presiden Trump adalah campur tangan dalam pemilu," kata penasihat keamanan nasional kepada wartawan.
Coats kemudian ditanya apakah ia menuduh orang-orang Rusia yang nakal atau Kremlin sendiri melakukan intervensi dalam pemilihan AS.
"Keduanya," jawab direktur intelijen tersebut.
Ia mengatakan para peretas berusaha mencuri informasi dari kandidat dan pejabat pemerintah serta berusaha mempengaruhi pemilih melalui bot media sosial.
"Fokus kami di sini hari ini adalah hanya untuk memberitahu orang-orang Amerika bahwa kita mengakui ancaman. Itu nyata," tegas Coats.
Ia menambahkan bahwa lembaga-lembaga itu bertemu setiap minggu untuk fokus pada keamanan pemilu menjelang pemilihan sela pada bulan November ketika sebagian besar Kongres AS menghadapi pemilihan.
"Demokrasi kita sendiri berada di garis bidik," kata Menteri Keamanan Dalam Negeri Kirstjen Nielsen.
"Pemilihan umum yang bebas dan adil adalah landasan demokrasi kita dan telah menjadi jelas bahwa mereka telah menjadi target musuh kita," cetusnya.
Presiden Donald Trump dikritik dengan keras bulan lalu karena tidak mengutuk tindakan Rusia yang diduga ikut campur dalam pemilu presiden, ketika ia berada di Helsinki.
Dia terus-menerus menyerukan penyelidikan atas masalah ini - dan apakah tim kampanyenya bersekongkol dengan Moskow pada 2016 - sebagai perburuan penyihir.
Namun pesan dari Gedung Putih pada hari Kamis tidak bisa menjernihkan masalah.
"Rusia berusaha untuk mengganggu pemilihan terakhir dan terus terlibat dalam operasi pengaruh memfitnah sampai hari ini," ujar Direktur FBI.
"Ini adalah ancaman yang harus kita perlakukan dengan sangat serius," imbuhnya.
Sementara itu Direktur NSA mengatakan agensinya dan Komando Cyber AS siap untuk melakukan operasi terhadap para aktor yang berusaha melemahkan pemilu paruh waktu AS.
Credit sindonews.com