London (CB) - Para pejabat tinggi Iran pada Selasa menolak
tawaran Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengadakan
pembicaraan tanpa syarat.
Mereka menganggap tawaran itu sebagai langkah tak berguna dan "suatu penghinaan" setelah Trump bertindak akan memberlakukan sanksi-sanksi atas Teheran menyusul penarikannya dari perjanjian nuklir.
Secara terpisah, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan penolakan Trump terhadap persetujuan itu yang dicapai tahun 2015 merupakan tindakan "ilegal" dan Iran tidak akan mudah terganggu dengan kampanye baru Washington untuk mencekik ekspor minyak vital Iran.
Pada Mei, Trump menarik AS keluar dari perjanjian multilateral yang dirampungkan sebelum ia naik ke tampuk kekuasaan, mengecamnya sebagai keuntungan sepihak bagi Iran. Pada Senin, ia menyatakan bahwa ia akan betemu dengan Rouhani tanpa syarat untuk membahas cara memperbaiki hubungan.
Kepala Dewan Strategi tentang Hubungan Luar Negeri Iran mengatakan pada Selasa, Teheran melihat tak ada manfaat dalam tawaran Trump, yang dibuat hanya sepekan setelah ia memperingatkan Iran bahwa negara itu menghadapi konsekuensi mengerikan yang pernah diderita dalam sejarah jika Iran mengancam Washington.
"Berdasarkan pengalaman buruk kita dalam perundingan-perundingan dengan Amerika dan berdasarkan pelanggaran pejabat AS atas komitmen mereka, sudah alamiah bahwa kami melihat tak ada nilai dalam proposalnya," kata Kamal Kharrazi, yang dikutip kantor berita resmi Fars.
"Trump seharusnya memberikan ganti rugi atas pengunduran dirinya dari perjanjian nuklir serta memperlihatkan bahwa dia menghormati komitmen para pendahulunya dan hukum internasional," kata Kharrazi, mantan menteri luar negeri.
Dewan itu dibentuk Pemimpin Tertinggi Iran Ayatulloh Ali Khamenei untuk membantu merumuskan kebijakan-kebijakan berjangka panjang bagi Republik Islam itu.
Langkah Trump untuk memaksa Iran melakukan perundingan baru kini menggabungkan kembali orang-orang beraliran keras penentang perjanjian nuklir dan kalangan moderat seperti Rouhani, yang memperjuangkannya untuk mengakhiri kebuntuan dengan kekuatan-kekuatan Barat yang melumpuhkan perekonomian Iran.
Ali Motahari, wakil ketua parlemen Iran yang dipandang sebagai tokoh dari kelompok moderat Iran, mengatakan bahwa berunding dengan Trump sekarang "akan merupakan penghinaan".
"Kalau Trump tidak menarik diri dari perjanjian nuklir dan tidak memberlakukan sanksi-sanksi (baru) atas Iran, tak akan ada masalah untuk berunding dengan Amerika," kata dia kepada kantor berita IRNA.
Menteri Dalam Negeri Iran Abdolreza Rahmani Fazli mengatakan Teheran tak percaya Washington sebagai mitra berunding. "Amerika Serikat tak dapat dipercaya. Bagaimana kita bisa mempercayai negara itu, yang menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir?" kata Fazli yang dikutip kantor berita setengah resmi Fars.
Seorang pembantu senior untuk Rouhani mengatakan satu-satunya jalan kembali ke pembicaraan ialah Washington harus kembali ke perjanjian nuklir, demikian Reuters.
Mereka menganggap tawaran itu sebagai langkah tak berguna dan "suatu penghinaan" setelah Trump bertindak akan memberlakukan sanksi-sanksi atas Teheran menyusul penarikannya dari perjanjian nuklir.
Secara terpisah, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan penolakan Trump terhadap persetujuan itu yang dicapai tahun 2015 merupakan tindakan "ilegal" dan Iran tidak akan mudah terganggu dengan kampanye baru Washington untuk mencekik ekspor minyak vital Iran.
Pada Mei, Trump menarik AS keluar dari perjanjian multilateral yang dirampungkan sebelum ia naik ke tampuk kekuasaan, mengecamnya sebagai keuntungan sepihak bagi Iran. Pada Senin, ia menyatakan bahwa ia akan betemu dengan Rouhani tanpa syarat untuk membahas cara memperbaiki hubungan.
Kepala Dewan Strategi tentang Hubungan Luar Negeri Iran mengatakan pada Selasa, Teheran melihat tak ada manfaat dalam tawaran Trump, yang dibuat hanya sepekan setelah ia memperingatkan Iran bahwa negara itu menghadapi konsekuensi mengerikan yang pernah diderita dalam sejarah jika Iran mengancam Washington.
"Berdasarkan pengalaman buruk kita dalam perundingan-perundingan dengan Amerika dan berdasarkan pelanggaran pejabat AS atas komitmen mereka, sudah alamiah bahwa kami melihat tak ada nilai dalam proposalnya," kata Kamal Kharrazi, yang dikutip kantor berita resmi Fars.
"Trump seharusnya memberikan ganti rugi atas pengunduran dirinya dari perjanjian nuklir serta memperlihatkan bahwa dia menghormati komitmen para pendahulunya dan hukum internasional," kata Kharrazi, mantan menteri luar negeri.
Dewan itu dibentuk Pemimpin Tertinggi Iran Ayatulloh Ali Khamenei untuk membantu merumuskan kebijakan-kebijakan berjangka panjang bagi Republik Islam itu.
Langkah Trump untuk memaksa Iran melakukan perundingan baru kini menggabungkan kembali orang-orang beraliran keras penentang perjanjian nuklir dan kalangan moderat seperti Rouhani, yang memperjuangkannya untuk mengakhiri kebuntuan dengan kekuatan-kekuatan Barat yang melumpuhkan perekonomian Iran.
Ali Motahari, wakil ketua parlemen Iran yang dipandang sebagai tokoh dari kelompok moderat Iran, mengatakan bahwa berunding dengan Trump sekarang "akan merupakan penghinaan".
"Kalau Trump tidak menarik diri dari perjanjian nuklir dan tidak memberlakukan sanksi-sanksi (baru) atas Iran, tak akan ada masalah untuk berunding dengan Amerika," kata dia kepada kantor berita IRNA.
Menteri Dalam Negeri Iran Abdolreza Rahmani Fazli mengatakan Teheran tak percaya Washington sebagai mitra berunding. "Amerika Serikat tak dapat dipercaya. Bagaimana kita bisa mempercayai negara itu, yang menarik diri secara sepihak dari perjanjian nuklir?" kata Fazli yang dikutip kantor berita setengah resmi Fars.
Seorang pembantu senior untuk Rouhani mengatakan satu-satunya jalan kembali ke pembicaraan ialah Washington harus kembali ke perjanjian nuklir, demikian Reuters.
Credit antaranews.com