CB, JAKARTA – Badan Tenaga Nuklir (Batan) menyatakan telah menilik jumlah thorium yang berada di Pulau Bangka.
Menurut Kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto, 121 ribu ton thorium di wilayah tersebut memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menghasilkan energi listrik.
“Potensi thorium menghasilkan energi listrik sebanyak 90 persen,” ujar Djarot saat konferensi pers di Gedung BATAN, Jakarta Selatan, Kamis (4/2).
Djarot menerangkan, pada hakikatnya cadangan nuklir thorium itu lebih ramah lingkungan daripada uranium. Bahkan ketersediannya cadangannya pun tiga kali lebih banyak dari uranium.
Menurut Djarot, kelebihan thorium itu berada pada aspek limbahnya yang relatif lebih sedikit. Meski limbahnya lebih sedikit, lanjut dia, itu itu tetap masuk limbah radioaktif.
Djarot mengaku memang belum ada informasi atau data yang memaparkan ihwal limbah yang dihasilkan thorium. Namun dia memastikan limbahnya lebih sedikit dari uranium yang bisa berkisar 300 meter per kubik dalam setahun dengan ukuran pembangkit listrik sebanyak 1000 MegaWatt (MW). Dia berpendapat, total limbah thorium diperkirakan di bawah 300 meter kubik.
Djarot juga menambahkan, pemanfaatan thorium di Indonesia memang masih jauh. Selain itu, sampai saat ini belum ada negara satupun yang menafaatkannya. Meski begitu, dia berpendapat, thorium memiliki nilai yang lebih positif dibandingkan uranium.
Di Indonesia sendiri uranium berpotensi hanya tiga sampai 5 persen. Sementara potensi thorium untuk menghasilkan energi listrik sebanyak 90 persen dari 121 ribu ton yang tersedia di Pulau Bangka.
Uranium merupakan unsur yang dapat membelah diri setelah bereaksi nuklir. Reaksi uranium akan menghasilkan plutonium, yakni hal yang biasa digunakan dalam dunia persenjataan.
Sementara thorium memiliki sifat yang tidak dapat membelah diri. Thorium hanya akan membelah diri apabila direaksikan dengan neutron terlebih dahulu. Karena tidak bisa membelah diri, maka ini berarti tidak dapat menghasilkan plutonium. Dengan kata lain penggunaannya aman karena tidak ada pemanfaatan untuk persenjataan.
Menurut Kepala Batan, Djarot Sulistio Wisnubroto, 121 ribu ton thorium di wilayah tersebut memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menghasilkan energi listrik.
“Potensi thorium menghasilkan energi listrik sebanyak 90 persen,” ujar Djarot saat konferensi pers di Gedung BATAN, Jakarta Selatan, Kamis (4/2).
Djarot menerangkan, pada hakikatnya cadangan nuklir thorium itu lebih ramah lingkungan daripada uranium. Bahkan ketersediannya cadangannya pun tiga kali lebih banyak dari uranium.
Menurut Djarot, kelebihan thorium itu berada pada aspek limbahnya yang relatif lebih sedikit. Meski limbahnya lebih sedikit, lanjut dia, itu itu tetap masuk limbah radioaktif.
Djarot mengaku memang belum ada informasi atau data yang memaparkan ihwal limbah yang dihasilkan thorium. Namun dia memastikan limbahnya lebih sedikit dari uranium yang bisa berkisar 300 meter per kubik dalam setahun dengan ukuran pembangkit listrik sebanyak 1000 MegaWatt (MW). Dia berpendapat, total limbah thorium diperkirakan di bawah 300 meter kubik.
Djarot juga menambahkan, pemanfaatan thorium di Indonesia memang masih jauh. Selain itu, sampai saat ini belum ada negara satupun yang menafaatkannya. Meski begitu, dia berpendapat, thorium memiliki nilai yang lebih positif dibandingkan uranium.
Di Indonesia sendiri uranium berpotensi hanya tiga sampai 5 persen. Sementara potensi thorium untuk menghasilkan energi listrik sebanyak 90 persen dari 121 ribu ton yang tersedia di Pulau Bangka.
Uranium merupakan unsur yang dapat membelah diri setelah bereaksi nuklir. Reaksi uranium akan menghasilkan plutonium, yakni hal yang biasa digunakan dalam dunia persenjataan.
Sementara thorium memiliki sifat yang tidak dapat membelah diri. Thorium hanya akan membelah diri apabila direaksikan dengan neutron terlebih dahulu. Karena tidak bisa membelah diri, maka ini berarti tidak dapat menghasilkan plutonium. Dengan kata lain penggunaannya aman karena tidak ada pemanfaatan untuk persenjataan.
Credit REPUBLIKA.CO.ID