Ilham Akbar Habibie. ANTARA/Jafkhairi
"Kemarin bertemu dengan Pratt, besok bertemu dengan Rolls," kata Ilham di Changi Exhibition Centre, Rabu, 17 Februari 2016.
Meski bakal menjadi pesawat buatan asli Indonesia, R80 belum bisa 100 persen menggunakan produk dalam negeri. Pasalnya, sejumlah teknologi utama mesin pesawat belum diproduksi perusahaan dalam negeri. Menurut Ilham, ada empat bagian komponen utama yang tetap harus memakai produk asing, yaitu mesin utama, kopit pilot, control flight system, dan mesin landas.
Ilham berujar, pembuatan R80 sudah rampung 80 persen pada tahap desain awal. Sedangkan tahap desain rinci atau penyerahan gambar detail pesawat kepada operator rencananya baru awal tahun mendatang. Menurut Ilham, saat ini RAI masih belum menentukan banyak keputusan strategis, termasuk rekanan dan tenaga ahli yang akan digandeng membangun pesawat yang rencananya mulai terbang pada 2019 tersebut.
R80 digadang-gadang sebagai pesawat canggih dengan teknologi fly by wire atau dikendalikan secara elektronik yang juga irit bahan bakar karena menggunakan baling-baling atau turboprop. Pesawat ini juga diklaim mampu mengalahkan saingannya, ATR 72, milik perusahaan konsorsium Italia-Prancis yang berukuran lebih kecil dengan kapasitas maksimal hanya 72 penumpang.
"Jumlah kursinya bergantung pada permintaan klien," kata Ilham. "Meski daya tampungnya hanya 80-90 kursi, R80 bisa dipasangi kursi hingga lebih dari seratus."
Pesawat dengan biaya pembuatan mencapai US$ 700 per unit tersebut melibatkan 70 insinyur mesin lokal. RAI akan langsung memproduksi 200 unit pesawat, 145 unit di antaranya telah dipesan tiga perusahaan, yaitu AirNam sebanyak 100 unit, Kalstar Asia (25), dan Trigana Air (20).
Credit TEMPO.CO