Jumat, 19 Februari 2016

Kedubes Korut: Program Nuklir Kami Bukan Urusan Jepang



Kedubes Korut: Program Nuklir Kami Bukan Urusan Jepang  
Korut mengklaim meluncurkan satelit, sedang negara tetangganya seperti Korsel dan Jepang serta AS, menuding itu merupakan uji coba rudal jarak jauh. (Reuters/KCNA)
 
Jakarta, CB -- Di tengah ketegangan kawasan Asia, pemerintah Jepang memutuskan untuk melakukan amandemen interpretasi konstitusi yang salah satunya memperbolehkan penerjunan pasukan keamanan ke negara lain.

Menurut Profesor Departemen Politik Global dari Universitas Hosei di Jepang, Satoru Mori, upaya ini dilakukan oleh Jepang setelah melihat pergerakan yang mengancam keamanan dari China dan Korea Utara, seperti sengketa lahan Pulau Senkaku dengan Beijing dan uji coba nuklir Pyongyang.

Korut kembali merebut perhatian dunia setelah melakukan uji coba nuklir pada Januari lalu, disusul dengan peluncuran satelit menggunakan rudal sekitar sebulan setelahnya, pada awal Februari.

"Keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena program nuklir dan rudal Korut sangat provokatif dan mengancam stabilitas kawasan," ujar Mori dalam seminar Japan's New Security Policy and Regional Response in Southeast Asia di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (18/2).

Menanggapi penjabaran ini, Konselor Kedutaan Besar Korea Utara di Indonesia, Kim Song Hak, mengatakan bahwa program nuklir dan satelit negaranya bukan urusan Jepang.

"Program nuklir dan satelit Korut sama sekali bukan urusan Jepang. Itu kami lakukan untuk melindungi diri. Kami hargai upaya Jepang untuk melindungi diri, tapi kami juga punya hak untuk melindungi diri," ujar Kim yang hadir dalam seminar tersebut sebagai tamu.

Kim lantas menjabarkan bahwa pada Februari ini, Korut bukan meluncurkan rudal, melainkan satelit. Ia malah menuding balik bahwa Jepang melakukan amandemen itu atas desakan dari Amerika Serikat sebagai sekutu dekatnya.

Kembali menanggapi tudingan Kim, Mori mengatakan bahwa anggapan mengenai tunduknya Jepang terhadap AS seharusnya sudah tidak lagi disinggung. "Itu masalah dulu, sekarang situasi sudah berubah dan kami tidak lagi didikte AS," katanya.

Melanjutkan sanggahannya, Mori kemudian mengakui bahwa Korut memang meluncurkan satelit. Namun, Korut menggunakan rudal untuk meluncurkan satelit tersebut.

"Apa bedanya roket dan rudal balistik? Hanya apa yang ditaruh di ujungnya. Jika itu satelit, maka rudal itu menjadi pelontar satelit. Namun, jika di ujungnya ditaruh nuklir, itu akan menjadi rudal balistik, senjata jarak jauh yang mematikan," tutur Mori.

Ia kemudian menjelaskan bahwa senjata jarak jauh tersebut mengancam keamanan Korsel dan negara-negara lainnya yang merupakan tetangga Jepang.

Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menganggap wajar Jepang bersikap waspada dan melakukan amandemen ini mengingat trauma kelam di masa lalu pada akhir Perang Dunia II, saat Hiroshima dan Nagasaki dibom atom.

"Pengalaman-pengalaman Jepang masih sangat lekat di ingatan. Ini yang membuat Jepang waspada," ucap Hikmahanto.

Mori pun menjelaskan bahwa di bawah amandemen ini, Jepang juga tak dapat seenaknya menerjunkan pasukan ke negara lain.

Menurut Mori, sebenarnya tak ada yang berubah dalam isi Pasal 9 dari Konstitusi yang memuat masalah keamanan ini. Namun, penjelasan interpretasi dari pasal tersebut diubah.

"Jika sebelumnya Jepang hanya boleh menerjunkan pasukan jika sudah diserang langsung, sekarang Jepang dapat menempatkan pasukan di negara lain jika mengancam keamanan negara sendiri atau negara tetangga yang memiliki hubungan baik dengan Jepang. Semuanya melalui kontrol ketat, tidak sembarangan," tutur Mori.

Credit  CNN Indonesia