Korut mengklaim meluncurkan satelit,
sedang negara tetangganya seperti Korsel dan Jepang serta AS, menuding
itu merupakan uji coba rudal jarak jauh. (Reuters/KCNA)
Menurut Profesor Departemen Politik Global dari Universitas Hosei di Jepang, Satoru Mori, upaya ini dilakukan oleh Jepang setelah melihat pergerakan yang mengancam keamanan dari China dan Korea Utara, seperti sengketa lahan Pulau Senkaku dengan Beijing dan uji coba nuklir Pyongyang.
Korut kembali merebut perhatian dunia setelah melakukan uji coba nuklir pada Januari lalu, disusul dengan peluncuran satelit menggunakan rudal sekitar sebulan setelahnya, pada awal Februari.
Menanggapi penjabaran ini, Konselor Kedutaan Besar Korea Utara di Indonesia, Kim Song Hak, mengatakan bahwa program nuklir dan satelit negaranya bukan urusan Jepang.
"Program nuklir dan satelit Korut sama sekali bukan urusan Jepang. Itu kami lakukan untuk melindungi diri. Kami hargai upaya Jepang untuk melindungi diri, tapi kami juga punya hak untuk melindungi diri," ujar Kim yang hadir dalam seminar tersebut sebagai tamu.
Kim lantas menjabarkan bahwa pada Februari ini, Korut bukan meluncurkan rudal, melainkan satelit. Ia malah menuding balik bahwa Jepang melakukan amandemen itu atas desakan dari Amerika Serikat sebagai sekutu dekatnya.
Kembali menanggapi tudingan Kim, Mori mengatakan bahwa anggapan mengenai tunduknya Jepang terhadap AS seharusnya sudah tidak lagi disinggung. "Itu masalah dulu, sekarang situasi sudah berubah dan kami tidak lagi didikte AS," katanya.
Melanjutkan sanggahannya, Mori kemudian mengakui bahwa Korut memang meluncurkan satelit. Namun, Korut menggunakan rudal untuk meluncurkan satelit tersebut.
"Apa bedanya roket dan rudal balistik? Hanya apa yang ditaruh di ujungnya. Jika itu satelit, maka rudal itu menjadi pelontar satelit. Namun, jika di ujungnya ditaruh nuklir, itu akan menjadi rudal balistik, senjata jarak jauh yang mematikan," tutur Mori.
Ia kemudian menjelaskan bahwa senjata jarak jauh tersebut mengancam keamanan Korsel dan negara-negara lainnya yang merupakan tetangga Jepang.
Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menganggap wajar Jepang bersikap waspada dan melakukan amandemen ini mengingat trauma kelam di masa lalu pada akhir Perang Dunia II, saat Hiroshima dan Nagasaki dibom atom.
Mori pun menjelaskan bahwa di bawah amandemen ini, Jepang juga tak dapat seenaknya menerjunkan pasukan ke negara lain.
Menurut Mori, sebenarnya tak ada yang berubah dalam isi Pasal 9 dari Konstitusi yang memuat masalah keamanan ini. Namun, penjelasan interpretasi dari pasal tersebut diubah.
"Jika sebelumnya Jepang hanya boleh menerjunkan pasukan jika sudah diserang langsung, sekarang Jepang dapat menempatkan pasukan di negara lain jika mengancam keamanan negara sendiri atau negara tetangga yang memiliki hubungan baik dengan Jepang. Semuanya melalui kontrol ketat, tidak sembarangan," tutur Mori.
Credit CNN Indonesia