Changi, Singapura (CB) - Seperti apakah sosok seorang
prajurit Indonesia pada masa mendatang? Apakah berotot keras, jago
berkelahi, hingga seperti bintang laga di film-film Hollywood?
Ternyata
tidak begitu juga, karena penguasaan teknologi informasi dan optik
serta komunikasi menjadi satu kunci yang sangat penting. Itulah yang
disajikan dan diperagakan kepada publik pertahanan dunia di Singapore
Air Show 2016, di Changi.
Dibuka secara resmi
Selasa ini, kalangan yang hadir masih merupakan kalangan pejabat resmi
negara-negara peserta dan yang berminat atas produk pertahanan udara dan
terkait, serta pebisnis.
Indonesia hadir
melalui beberapa gerai besar, mulai dari gerai PT Dirgantara Indonesia,
PT Garuda Indonesia, hingga pebisnis alat pertahanan swasta nasional, PT
Bhinneka Dwi Persada. Inilah perusahaan yang menunjukkan seperti apa
sosok prajurit Indonesia masa depan itu, yang mereka nyatakan sebagai
Indonesia Future Soldier (IFS)
Unik untuk
dicatat dan diperhatikan, model yang dipergunakan untuk IFS ini bukanlah
tentara sungguhan melainkan seorang perempuan muda Indonesia yang di
sekujur tubuhnya ditempelkan dan dikenakan berbagai perangkat modern dan
(sebetulnya) sangat akrab dengan hidup kita sehari-hari.
Mulai
dari telefon cerdas di tangan kanan yang diikat memakai material
velcro, radio telekomunikasi di tangah kiri, perangkat pendengaran di
telinga, kamera GoPro di dada kiri dan satu lagi di helm. Selain itu
adalah teropong malam berbasis infra merah atau thermal.
“Prinsipnya
sederhana kok, prajurit khusus yang diterjunkan dan dibawa di dalam
kendaraan tempur tentu ingin tahu hasil ‘intipan’ pesawat tanpa awak
pengintai. Prajurit dari regu lain juga perlu tahu situasi langsung dan
seketika di sisi lain medan pertempuran, komandannya juga,” kata CEO PT
PT Bhinneka Dwi Persada, Feba H Affan.
Data
semua hasil pengamatan langsung dan seketika itu bisa saling
dipertukarkan dan dikomunikasikan, sehingga meninggikan capaian hasil
pada misi yang dijalankan. Demikian juga data visual dan digital dari
pesawat pengamatan tanpa awak Rajawali 330 yang mereka kembangkan, bisa
diketahui pasukan di lapangan.
Dari darat,
taktik hasil pengamatan dan data satu sama lain ini bisa segera diubah
sesuai keadaan dan keharusan. Keputusan ada di tangan komandan, yang
bisa jadi berada dalam regu itu atau di markas komando.
Produk ini mirip dengan FELIN (Fantassin a Equipement et Liaisons Integres-Integrated Infantryman Equipment and Communications)
dari Angkatan Darat Prancis, yang menjadi representasi kecanggihan
sistem pertahanan dan taktik prajurit mereka pada dasawarsa 2000-an.
Di
tangan prajurit Angkatan Darat Prancis ini, tergenggam senapan serbu
personel 5,56 mm Famas, dengan rompi tahan peluru, kantong-kantong
logistik tempur, dan seragam khusus. Helm dilengkapi dengan sistem
informasi terpadu SPECTRA yang bisa menyajikan data dan informasi
seketika plus teropong malam berbasis infra merah dan thermal.
Credit ANTARA News