Ilustrasi kilang minyak. (FOTO: ANTARA/Yudhi Mahatma)
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, dan Kawasan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erwin Hidayat mengatakan, untuk membangun dua proyek tersebut membutuhkan nilai investasi yang tak kecil, setidaknya kedua proyek di bidang energi ini membutuhkan dana USD27 miliar.
"Untuk dua kilang baru cukup besar, Bontang butuh USD14 miliar dan Tuban USD13 miliar," kata Erwin ditemui usai rapat kilang di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng Jakarta Pusat, Selasa (9/2/2016).
Pembangunan kilang ini sangat dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) yang pada 2025 akan mencapai 2,6 juta barel per hari (BPH). Sedangkan, kapasitas kilang nasional saat ini masih 880 ribu barel per hari sehingga untuk menutupi gap tersebut, Pemerintah harus mengimpor minyak.
"Kalau enggak ada pembangunan kilang ini, sudah hampir dipastikan Indonesia akan jadi the largest importir BBM," ujar dia.
Dua proyek ini sama-sama menjadikan PT Pertamina (Persero) sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) namun dengan skema kerja sama yang berbeda.
Ditemui di tempat yang sama, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan, untuk Kilang Bontang, Pertamina akan mencari mitra kerjasama baik yang berasal dari badan usaha lainnya maupun swasta, dengan dibantu Kementerian Keuangan melalui penunjukkan konsultan internasional sebagai pendamping PJPK.
"Peminat kilang tuban sudah mengerucut jadi lima pihak yang akan segera akan diputuskan Pemerintah. Jadi dua ini paralel, dan dengan itu, eksekusi satu per satu, soal kilang ini dijalankan," jelas Sudirman.
Credit Metrotvnews.com
Pemerintah Tunjuk Pertamina Jadi PJPK Pembangunan Kilang Bontang
Menteri ESDM Sudirman Said (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.
"Pembangunan kilang yang sekarang diarahkan ke Bontang dalam skema KPBU, Pertamina ditetapkan sebagai penanggung jawab proyek," kata Sudirman, usai rapat koordinasi (rakor) tentang Kilang, di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/2/2016).
Sudirman menjelaskan, Pertamina sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) bakal mencari mitra, baik badan usaha maupun swasta untuk mengerjakan proyek tersebut yang digadang-gadang menjadi kilang terbesar kedua setelah kilang Tuban.
"Kemenkeu akan menunjuk konsultan internasional sebagai pendamping PJPK yang akan melaksanakan pelelangan mencari mitra swasta," jelas Sudirman.
Sebelumnya, Sudirman meminta agar Pertamina menggandeng mitra swasta baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri. "Syukur-syukur mitra luar negeri yang punya crude, uang, teknologi dan kita berharap begitu masuk proyek kilang masuk ke hilir petrokimia, sehingga ketergantungan kita pada impor petrokimia bisa teratasi," ungkap dia.
Credit Metrotvnews.com
Kilang Bontang Groundbreaking 2017, Pemerintah Siapkan 2 Insentif
Menteri ESDM Sudirman Said (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Hal tersebut seperti dikatakan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said usai rakor tentang kilang bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution. Sudirman menjelaskan, hal ini merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Proyek Strategis Nasional.
Dalam proyek pembangunan kilang Bontang ini, pemerintah menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai Penangung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) Pembangunan Kilang Bontang dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
"Begitu selesai ditunjuk ada tahapannya. Kita ingin tahun depan (2017) sudah groundbreaking dan konstruksi," kata Sudirman, di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/2/2016).
Terkait pembangunan kilang ini, pemerintah sudah menyiapkan dua insentif. Pertama insentif berupa lahan. Sudirman mengibaratkan jika dibangun dari titik 1-10, maka di Bontang sudah sampai pada titik lima karena lahannya sudah tersedia dengan biaya infrastruktur di-nol-kan.
"Bontang masih menjadi pusat industri migas, listriknya cukup, jalan pelabuhan tersedia dan lahan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang," ujar dia.
Kedua yakni potongan pajak (tax holiday) dengan tarif 10 persen hingga 100 persen dengan pertimbangan jangka waktu lima tahun hingga 15 tahun. "Mudah-mudahan dengan ini kita bisa segera dapatkan investor serius, sehingga kekhawatiran shortage suplai BBM bisa diatasi industri petrokimia bisa didorong ke depannya," pungkas dia.
Credit Metrotvnews.com