Selasa, 09 Februari 2016

Ahli Cina Buat Gas Hidrogen yang Lebih Panas dari Matahari

Ahli Cina Buat Gas Hidrogen yang Lebih Panas dari Matahari

Mnn.com
 
CB, Jakarta - Ilmuwan di Cina selangkah lebih dekat untuk menciptakan Matahari buatan menggunakan teknologi fusi nuklir. Keberhasilan ini dianggap sebagai terobosan yang bisa mengakhiri ketergantungan manusia pada bahan bakar fosil dan menawarkan energi bersih tanpa batas.

Laman Express.co, Senin, 8 Februari 2016, melaporkan ahli Cina pekan lalu berhasil memproduksi gas hidrogen yang tiga kali lebih panas dari inti Matahari.  Mereka dikatakan mampu mempertahankan suhu 50 juta derajat celcius selama 102 detik.

Sampai saat ini, ilmuwan Jerman berada di garis depan dalam fusi nuklir setelah menggunakan 2 megawatt radiasi microwave untuk memanaskan gas hidrogen hingga mencapai 80 juta derajat celcius, namun hanya bertahan untuk sepersekian detik.

Pada percobaan pekan lalu di Institut Ilmu Fisika di Hefei, Cina,  menggunakan reaktor fusi magnetik. Teknologi ini digembar-gemborkan sebagai lompatan besar dalam penelitian atom.

Di dalam reaktor, dikenal sebagai Experimental Lanjutan Superkonduktor Tokamak (EAST), gas hidrogen dipanaskan sampai 50 juta Kelvins (49.999.000 derajat celsius), yang sama dengan ledakan termonuklir skala menengah. Hal ini sangat luar biasa jika dibandingkan bahwa suhu interior Matahari, diperkirakan hanya sekitar 15 juta Kelvins.

Para ilmuwan di Jerman sejauh ini mencapai suhu yang lebih tinggi dari itu tetapi hanya untuk jangka waktu yang singkat karena kekhawatiran bahwa gas akan mencairkan reaktor.

Keunggulan fisikawan Cina mencapai 50 juta derajat celcius selama lebih dari satu menit, karena mereka menggunakan medan magnet yang kuat untuk menjaga gas bertahan dalam ruang berbentuk donat. Tujuan mereka adalah mencapai 100 juta Kelvin selama lebih dari 1.000 detik (hampir 17 menit).

Meskipun riset ini sukses, namun butuh beberapa dekade sebelum ahli fisika dapat menyempurnakan teknologi untuk membuat tenaga fusi menjadi nyata.

Teknologi yang dikembangkan di Hefei ini  bisa membantu Thermonuclear Experimental Reaktor Internasional (ITER) yang sedang dibangun di Perancis.



Credit  TEMPO.CO