Palestina menjadi Negara Pihak ke-123 dalam Statuta Roma, kesepakatan yang menjadi landasan berdirinya ICC.
Pada 1 Januari tahun ini, ICC menerima dokumen dari Pemerintah Palestina, yang menyatakan diterimanya Palestina ke dalam jurisdiksi ICC sejak 13 Juni 2013.
Sehari kemudian Palestina menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan masuknya Palestina ke Statuta Roma.
Setelah mengkaji dokumen itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon menyatakan Statuta Roma akan menerima masuknya Negara Palestina pada 1 April 2015.
Selama upacara pada Rabu, Wakil II Presiden ICC Hakim Kuniko Ozaki menyerahkan kepada Menteri Urusan Luar Negeri Palestina Riad Al-Malki satu edisi khusus Statuta Roma sebagai lambang komitmen bersama mereka pada ketentuan hukum.
Upacara itu dihadiri Presiden Majelis Negara Pihak Sidiki Kaba, sejumlah hakim ICC, Wakil Jaksa Penuntut Umum ICC James Stewart dan Pendaftar ICC Herman von Hebel.
"Persetujuan pada satu kesepakatan, tentu saja, hanya langkah pertama," kata Ozaki sebagaimana dilaporkan kantor berita Xinhua.
Ia menambahkan, "Saat Statuta Roma berlaku hari ini bagi Negara Palestina, Palestina memperolah semua hak serta tanggung jawab yang mengiringi Negara Pihak ke Statuta itu. Ini adalah komitmen mendasar, yang tak bisa dianggap ringan."
Al-Malki mengatakan, "Karena Palestina secara resmi menjadi Negara Pihak pada Statuta Roma hari ini, dunia juga satu langkah lebih dekat untuk mengakhiri era panjang kekebalan dan ketidakadilan. Tentu, hari ini membawa kami lebih dekat ke tujuan bersama kami, keadilan dan perdamaian."
Mulai kini dan seterusnya, ICC dapat menyelidiki dan menghukum tersangka penjahat perang, penjahat kemanusiaan dan pemusnah suku bangsa di wilayah Palestina.
Januari tahun ini, jaksa penuntut ICC sudah memulai pemeriksaan awal dugaan kejahatan perang di wilayah Palestina.
September tahun lalu, Kepala Jaksa Fatou Bensouda mengeluarkan pernyataan mengenai jurisdiksi ICC atas Palestina.
"Pendekatan pada Palestina takkan berbeda jika jurisdiksi Mahkamah dipicu oleh situasi," kata Fatou Bensouda.
"Saya sangat percaya bahwa syarat ke keadilan tak pernah boleh dicampur-adukkan dengan kebijaksanaan politik."
Credit ANTARA News