JAKARTA, CB-
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar
Panjaitan mengatakan, kepiawaian Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri
dalam mengusut kasus terorisme kerap mendapatkan pujian dari masyarakat
internasional.
Namun, di sisi lain Densus 88 justru tengah menghadapi persoalan internal.
"Semua negara mengapresiasi Densus. Tapi saya sedih melihat Densus. Nama besar, tapi fasilitas memprihatinkan," kata Luhut saat rapat gabungan antara pemerintah dengan Komisi I dan III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Luhut mengaku, telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti untuk mengatasi persoalan tersebut.
Menurut dia, saat ini Densus membutuhkan penguatan dalam sejumlah hal.
"Jumlah personel, sarana dan prasarana, serta penambahan anggaran," kata dia.
Luhut menambahkan, kerja sama antara Densus 88 dengan Badan Intelijen Negara dan TNI dalam menanggulangi teror sudah cukup baik.
Ia menegaskan, tidak ada intelijen di dunia ini yang dapat memprediksi kapan sebuah aksi teror akan dilakukan.
"Karena itu saya tegaskan tidak ada yang namanya istilah kecolongan. Kami tahu persis perjalanan mereka, yang kami tidak tahu kapan dan dimana (aksi akan dilakukan)," ujarnya.
Untuk itu, ia meminta, agar di dalam pembahasan revisi UU Anti-Terorisme dapat mengedepankan penguatan terhadap unsur-unsur pencegahan oleh aparat. Hal itu diperlukan agar pencegahan teroris dapat lebih maksimal.
Namun, di sisi lain Densus 88 justru tengah menghadapi persoalan internal.
"Semua negara mengapresiasi Densus. Tapi saya sedih melihat Densus. Nama besar, tapi fasilitas memprihatinkan," kata Luhut saat rapat gabungan antara pemerintah dengan Komisi I dan III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Luhut mengaku, telah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti untuk mengatasi persoalan tersebut.
Menurut dia, saat ini Densus membutuhkan penguatan dalam sejumlah hal.
"Jumlah personel, sarana dan prasarana, serta penambahan anggaran," kata dia.
Luhut menambahkan, kerja sama antara Densus 88 dengan Badan Intelijen Negara dan TNI dalam menanggulangi teror sudah cukup baik.
Ia menegaskan, tidak ada intelijen di dunia ini yang dapat memprediksi kapan sebuah aksi teror akan dilakukan.
"Karena itu saya tegaskan tidak ada yang namanya istilah kecolongan. Kami tahu persis perjalanan mereka, yang kami tidak tahu kapan dan dimana (aksi akan dilakukan)," ujarnya.
Untuk itu, ia meminta, agar di dalam pembahasan revisi UU Anti-Terorisme dapat mengedepankan penguatan terhadap unsur-unsur pencegahan oleh aparat. Hal itu diperlukan agar pencegahan teroris dapat lebih maksimal.
Credit KOMPAS.com