Warga binaan PT Pertamina EP Asset 3
Subang Field memproduksi bahan bakar alternatif (BBA) dari limbah
plastik di Desa Tegal Kelapa, Kelurahan Dangdeur, Kecamatan Subang,
Kabupaten Subang, Jawa Barat. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati).
"1 kilogram (kg) plastik, bisa disuling menjadi 1 liter BBA setara premium dan solar. Segala jenis plastik bening yang bisa mengapung di air, bisa dimanfaatkan untuk BBA," kata Asisten Manajer Rumah Inspirasi Subang Asep Suriyadi, Kamis (4/8).
Bermodal sampah plastik yang dikumpulkan masyarakat kampungnya dan kampung lain di wilayah Subang, Asep mengaku saat ini mampu memproduksi BBA sampai 20 liter per hari.
"Sementara ini maksimal baru bisa 20 liter per hari, karena alat penyulingannya baru ada satu unit. BBA itu baru kami gunakan untuk kendaraan operasional yang dipakai menjemput sampah plastik dari masyarakat," jelas Asep.
Rizal Hidayat, operator alat penyulingan BBA mengatakan, tahap awal produksi dimulai dengan menyortir sampah plastik. Menurutnya, untuk menghasilkan BBA yang jernih, sebaiknya menggunakan plastik berwarna bening.
"Saat ini, plastik bekas botol atau gelas air mineral yang menghasilkan kualitas BBA lebih baik," kata Rizal.
Setelah plastik pilihan dicuci bersih dengan air, tahap selanjutnya adalah memotong ke kecil-kecil untuk kemudian dimasukkan ke alat penyulingan yang wadah penampungannya terbuat dari tabung elpiji ukuran 3 kg.
Baru setelah itu dipanaskan dengan api yang konstan. Dalam waktu 15-30 menit, plastik akan meleleh dan berubah menjadi asap yang naik ke bagian atas alat suling.
"Bagian atas alat itu dilengkapi dengan pipa kecil yang mengalirkan uap ke botol. Setelah uap hilang, akan terlihat BBA menetes ke botol itu," jelasnya.
Untuk jangka panjang, Rizal berharap bisa meningkatkan kapasitas produksi BBA yang dihasilkan desanya sehingga bisa dijual secara komersil.
Teknologi Madiun
Kegiatan produksi BBA di Desa Tegal Kelapa, merupakan program binaan PT Pertamina EP Asset 3 Field Subang yang dimulai sejak Agustus 2015.
Armand Mel Iskandar Hukom, Field Manager Pertamina EP Asset 3 Field Subang menuturkan, perusahaannya secara rutin melakukan pemetaan masalah sosial dan ekonomi yang ada di masyarakat sekitar daerah operasi perusahaan. Dari pemetaan yang dilakukan Agustus tahun lalu, Armand menemukan ada satu dari 57 sumur produksi perusahaan di Subang dan Karawang yang lahannya kerap dijadikan tempat pembuangan sampah warga desa sekita.
"Oleh karena itu diputuskan, kami harus melakukan program pendampingan untuk mengolah sampah tersebut. Kebetulan kami mendapati ada seorang guru di salah satu SMK di Madiun, Jawa Timur yang bisa mengolah plastik menjadi BBA," tutur Armand.
Setelah berhasil menghubungi guru bernama Tri Handoko Mujiwibowo, Pertamina kemudian diizinkan oleh guru tersebut untuk memanfaatkan alat suling bernama Tripod 4 M untuk digunakan di Desa Tegal Kelapa.
"Pak Tri tidak minta uang ke Pertamina, beliau hanya ingin anak-anak didiknya setiap tahun diberikan kesempatan kerja praktik di Pertamina," jelas Armand.
Setelah melakukan serangkaian pelatihan sumber daya manusia yang diikuti para pemuda Desa Tegal Kelapa, sekaligus membangun fasilitas penyulingan, pada awal 2016 lalu produksi perdana BBA dimulai. Pertamina EP menurut Armand hanya memberikan modal Rp5 juta kepada kelompok warga yang menjalankan program tersebut.
"Energi yang dihasilkan dari BBA berbahan sampah plastik ini memang masih kurang dibandingkan standar premium atau solar kami. Masih perlu pengembangan lebih lanjut," jelasnya.
Di tengah isu besarnya volume impor BBM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggi, tidak menutup kemungkinan pemerintah mendorong pembangunan fasilitas penyulingan seperti yang ada di Desa Tegal Kelapa dengan kapasitas yang jauh lebih besar. Sehingga tidak hanya mampu memangkas impor BBM dan menghemat devisa, namun masalah klasik sampah yang menumpuk di kota-kota besar juga bisa diatasi.
Credit CNN Indonesia