Assembly Plant PT Astra Daihatsu Motor di Sunter. (Raju Febrian/TEMPO)
Standar yang dimaksud Mitsui yaitu produk otomotif merek Daihatsu mengadopsi teknologi ramah lingkungan dan secara ekonomi menjadi perhatian pasar global. Di Jepang, teknologi tersebut dikenal dengan Kei-Car atau mobil mini hemat bahan bakar dan aman dikendarai. Semua mitra Daihatsu Motor Company, menurut Mitsui, wajib melakukan pengembangan produksi dengan memperhatikan prinsip ini.
“Kata kunci produk Daihatsu adalah setiap lokalisasi produksi tetap mengutamakan kualitas dan memperhatikan kebutuhan pasar. Kami percaya bahwa ADM yang sudah membuat Ayla (Daihatsu) dan Agya (Toyota) memenuhi persyaratan itu dan kami percaya pabrik di Karawang akan terus melakukan inovasi,” kata Matsui.
Selain Indonesia, mitra utama yang telah menjadi basis produksi Daihatsu Motor Company yaitu Malaysia dan Venezuea. Di Malaysia, Daihatsu menggandeng perusahaan setempat dengan nama Perusahaan Otomotif Kedua (Perodua) Manufacturing Sdn Bhd. Mobil yang diproduksi di antaranya Serion, Myvi, Viva, dan Alza. Sedangkan di Venezuela, masih menempel pada jaringan Toyota de Venezuela.
Keinginan membuat mobil dengan rancang bangun 100 persen di Indonesia dikemukakan Direktur Utama PT ADM Sudirman Maman Rusdi. Menurutnya, rencana tersebut akan dimulai pada 2019. Selain kandungan lokal diperoleh dari dalam negeri, desain dan nama mobil ditentukan oleh orang-orang ADM sendiri. “Persiapan yang sedang berjalan, antara lain mengirimkan sejumlah orang ke Jepang untuk magang,” kata Sudirman.
Sedangkan tahapan yang sudah dilalui sebagai basis produksi mobil Daihatsu, Sudirman mengatakan, sejak 2003 diluncurkannya Xenia/Avanza, Terios/Rush, Gran Max, dan pada tahun lalu keluar Ayla/Agya. Untuk mobil Ayla/Agya kandungan lokalnya diklaim sudah sekitar 90 persen. Mobil-mobil ini pun terserap pasar ekspor, termasuk Gran Max yang laku dijual ke Jepang dengan nama Townace, Liteace, serta Luxio. “Di Jepang banyak berseliweran mobil Gran Max buatan Karawang,” kata Sudirman.
Menurut Duta Besar RI untuk Jepang Yusron Ihza Mahendra, Indonesia memiliki peluang besar menyerap teknologi negara ini. Jepang yang mengalami pertumbuhan penduduk minus, menurut Yusron, suatu saat harus ada negara di Asia yang menggantikannya. “Indonesia termasuk negara yang berpotensi menerima warisan teknologi dari negara ini. Indikasinya berbagai kebijakan Jepang sangat menguntungkan Indonesia,” kata Yusron saat ditemui rombongan wartawan dari Jakarta, Kamis, 11 Juni 2015.
Salah satu kebijakan itu, menurutnya, sejak Desember tahun lalu diberlakukan bebas visa. Ini mempermudah kedua negara dalam melayani penduduknya untuk saling berkunjung. Sektor teknologi yang transfernya sudah nyata, kata Yusron, yaitu otomotif. Namun, ia mengingatkan ada sejumlah kebijakan Jakarta yang terkadang membuat pemerintah maupun swasta di Jepang ragu dengan komitmen kerja sama.
Dubes Yusron mencontohkan transfer teknologi di bidang otomotif di mana dari pihak Jepang terlihat sangat serius, tapi pihak Indonesia justru terkesan tidak fair. Yusron menyebut program mobil nasional atau mobnas, yang memperlihatkan Indonesia tidak fokus dalam membangun industri otomotif. Pada era Orde Baru pernah ramai proyek mobnas dengan merek Timor, yang kemudian gagal. Setelah reda, heboh lagi bakal mobnas bernama Esemka.
“Esemka belum juga terlaksana keluar rencana mendatangkan produk mobil dari Malaysia. Ini soal sopan santun bisnis, yang harus diperbaiki. Mestinya kita fokus,” pesan Yusron sembari menambahkan di bidang pertahanan juga sudah ada kerja sama. “Saat ini kami sedang bekerja sama alih teknologi terkait dengan pertahanan,” kata mantan anggota di Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Bulan Bintang ini.
Credit TEMPO.CO