Kamis, 11 Juni 2015

Jalan Panjang Merebut Irian Barat ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Demonstrasi Menentang Kekuasaan Belanda di Irian Barat (Foto:Arsip Nasional)
Demonstrasi Menentang Kekuasaan Belanda di Irian Barat (Foto:Arsip Nasional)
JAKARTA  (CB) – Pada 11 Juni 1964, merupakan salah satu tanggal yang bersejarah bagi perjuangan Indonesia dalam memperjuangkan Irian Barat (Sekarang Papua) kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pada tanggal tersebut Indonesia dan Belanda sepakat untuk membentuk komisi bersama.
Irian Barat merupakan salah satu wilayah yang masih dipertahankan Belanda walaupun Indonesia sudah merdeka. Dalam Perjanjian Pengakuan Kedaulatan pada Desember 1949, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, namun wilayah Irian Barat akan dibicarakan setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Namun, hingga tahun 1950 Belanda juga masih enggan untuk melepas Irian Barat. Alasannya wilayah ini merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam khususnya di bidang pertambangan. Namun, Pemerintah Indonesia tidak menyerah.
Perjuangan diplomasi pun mulai dilakukan khususnya setelah Indonesia mendapatkan dukungan dari negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955. Belanda pun juga mulai mencari dukungan khususnya dari Amerika Serikat (AS) agar Irian Barat tetap berada di dalam kekuasaannya.
Namun, hingga tahun 1960 tidak ada perkembangan positif dari Pemerintah Belanda. PBB pun sudah berupaya untuk menyelesaikan Irian Barat, tetapi gagal untuk memberikan resolusi untuk menyelesaikan sengketa ini.
Kesabaran Indonesia pun sudah habis. Pada 1961 Presiden Soekarno memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda dan mulai mempersiapkan operasi militer untuk merebut Irian Barat. Pemerintah pun menggaungkan Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk membangkitkan semangat rakyat.
Pada 15 Januari 1962 sebuah pertempuran pecah di Laut Arafuru, Irian Barat. Dalam pertempuran tersebut, gugurlah Pahlawan Nasional Komodor Yos Sudarso. Selain itu, pemerintah berhasil menyusupkan beberapa tentara ke hutan belantara Irian Barat untuk melakukan serangan darat.
Dunia pun cemas dengan operasi militer yang dilakukan oleh Indonesia, Sekjen PBB U Thant menunjuk Duta Besar AS Elsworth Bunker untuk menjadi mediator Indonesia dengan Belanda.
Pada 15 Agustus 1962, ditandatangani oleh Perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian New York yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Soebandrio dan delegasi Belanda Van Royen. Isi dari Perjanjian New York adalah dibentuk peralihan pemerintahan dari Belanda kepada PBB melalui suatu badan khusus.
PBB membentuk UNTEA sebagai badan peralihan kekuasaan di Irian Barat. Badan ini mulai efektif bekerja pada 1 Oktober 1962. Akhirnya pada 1 Mei 1963 UNTEA pun menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, bendera merah putih pun berkibar di tanah Irian Barat.
Namun itu belum selesai, mengingat Indonesia harus melaksanakan Penentuan Pendapat rakyat (Pepera) untuk mengetahui aspirasi rakyat Irian Barat. Pada 11 Juni 1964 juga dibentuk komisi bersama Indonesia dan Belanda agar proses referendum berjalan aman.
Sulitnya infrastruktur di Irian Barat dan perubahan politik di Indonesia menyebabkan Pepera baru dilaksanakan pada 1969, dengan dihadiri oleh utusan PBB masyarakat Irian Barat menyatakan memilih bergabung dengan Indonesia.
Hasil ini kemudian dilaporkan kepada Pemerintah Indonesia di Jakarta, Presiden Soeharto pun mengubah nama Irian Barat menjadi Irian Jaya dan menetapkannya sebagai provinsi ke-26.

Credit  Okezone