Militer memburu sekitar 200 orang
termasuk politikus-politikus yang diduga mendukung kelompok militan
Maute di Marawi, bagian selatan Filipina. (Foto: REUTERS/Erik De Castro)
Jakarta, CB --
Seorang politikus lokal ditangkap dan beberapa
lainnya diburu polisi karena diduga mendukung kelompok militan Maute
yang tengah bertempur dengan militer di Marawi, bagian selatan Filipina.
Pihak berwenang melaporkan, kelompok bersenjata di wilayah itu telah mendapat dukungan dari politikus, bahkan penduduk setempat. Kepala staf militer, Jenderal Eduardo Ano, mengatakan sekitar 200 orang masuk dalam daftar buron mereka.
"Ini adalah kombinasi antara sejumlah nama politikus, warga sipil, dan anggota kelompok Maute beserta pemimpin-pemimpinnya," ucap Ano, Kamis (8/7).
Sejak militan mengibarkan bendera ISIS di Marawi akhir Mei lalu, bentrokan di wilayah bermayoritaskan Muslim itu setidaknya telah menelan hingga 200 korban tewas, termasuk tentara dan warga sipil.
Maute merupakan kelompok militan yang dinamai dari nama pendirinya yakni Maute bersaudara. Kelompok tersebut telah mendeklarasikan berbaiat pada ISIS dan diyakini masih bersembunyi di banyak sudut kota Marawi.
Militer telah menangkap Wali Kota Marawi, Fahad Salic, yang diduga turut memberontak pemerintah pada Rabu (7/6) kemarin. Militer menyebut laporan bahwa Salic mendukung kelompok militan di sana telah muncul jauh sebelum krisis Marawi pecah.
"Jauh sebelumnya, ada laporan bahwa dia [Salic] adalah pendukung setia mereka. Dia menyediakan logistik dan finansial selama bertahun-tahun untuk kelompok Maute," tutur juru bicara militer, Brigadir Jenderal Gilbert Gapay.
Tak sampai disitu, militer juga turut membekuk ayah dari Maute bersaudara, Cayamora Maute, di Davao selatan, kampung halaman Presiden Rodrigo Duterte yang berjarak 190 kilometer dari Marawi.
Cayamora diboyong ke penjara di Manila, menjauhkan potensi militan di selatan yang berupaya melepaskannya, kata Gapay.
"Cayamora Maute dianggap sebagai salahs atu otak kelompok militan itu," ujar Gapay, seperti dikutip AFP.
Kerusuhan yang telah berlangsung hampir tiga minggu ini membuat Duterte terpaksa mendeklarasikan darurat militer di seluruh Mindanao, provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 20 juta orang.
Wilayah di selatan Filipina itu memang telah lama dilanda pemberontakan separatis yang sedikitnya telah menewaskan lebih dari 120 ribu orang.
Pihak berwenang melaporkan, kelompok bersenjata di wilayah itu telah mendapat dukungan dari politikus, bahkan penduduk setempat. Kepala staf militer, Jenderal Eduardo Ano, mengatakan sekitar 200 orang masuk dalam daftar buron mereka.
"Ini adalah kombinasi antara sejumlah nama politikus, warga sipil, dan anggota kelompok Maute beserta pemimpin-pemimpinnya," ucap Ano, Kamis (8/7).
|
Sejak militan mengibarkan bendera ISIS di Marawi akhir Mei lalu, bentrokan di wilayah bermayoritaskan Muslim itu setidaknya telah menelan hingga 200 korban tewas, termasuk tentara dan warga sipil.
Maute merupakan kelompok militan yang dinamai dari nama pendirinya yakni Maute bersaudara. Kelompok tersebut telah mendeklarasikan berbaiat pada ISIS dan diyakini masih bersembunyi di banyak sudut kota Marawi.
Militer telah menangkap Wali Kota Marawi, Fahad Salic, yang diduga turut memberontak pemerintah pada Rabu (7/6) kemarin. Militer menyebut laporan bahwa Salic mendukung kelompok militan di sana telah muncul jauh sebelum krisis Marawi pecah.
"Jauh sebelumnya, ada laporan bahwa dia [Salic] adalah pendukung setia mereka. Dia menyediakan logistik dan finansial selama bertahun-tahun untuk kelompok Maute," tutur juru bicara militer, Brigadir Jenderal Gilbert Gapay.
|
Tak sampai disitu, militer juga turut membekuk ayah dari Maute bersaudara, Cayamora Maute, di Davao selatan, kampung halaman Presiden Rodrigo Duterte yang berjarak 190 kilometer dari Marawi.
Cayamora diboyong ke penjara di Manila, menjauhkan potensi militan di selatan yang berupaya melepaskannya, kata Gapay.
"Cayamora Maute dianggap sebagai salahs atu otak kelompok militan itu," ujar Gapay, seperti dikutip AFP.
Kerusuhan yang telah berlangsung hampir tiga minggu ini membuat Duterte terpaksa mendeklarasikan darurat militer di seluruh Mindanao, provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 20 juta orang.
|
Wilayah di selatan Filipina itu memang telah lama dilanda pemberontakan separatis yang sedikitnya telah menewaskan lebih dari 120 ribu orang.
Credit CNN Indonesia