ST PETERSBURG - Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan kepada media Prancis, Le Monde,
bahwa dia merasa Turki ditinggalkan sekutu Barat-nya, Amerika Serikat
(AS) dan Uni Eropa yang tak peka pada situasi politik di Ankara setelah
upaya kudeta. Sebaliknya, Erdogan memuji Rusia yang justru simpatik pada
Turki.
Komentar Erdogan itu muncul sehari sebelum dia bertemua Presiden Putin di Saint Petersburg, Rusia hari Selasa.
”Seluruh
dunia bereaksi terhadap serangan terhadap Charlie Hebdo. Perdana
Menteri kami bergabung berunjuk rasa di jalan-jalan Paris,” kata
Erdogan, mencontohkan simpati Turki atas serangan teror di Prancis pada
Januari 2015.
”Saya akan berharap bahwa para pemimpin dunia Barat
akan bereaksi (terkait upaya kudeta) dengan cara yang sama dan tidak
puas diri dengan beberapa klise,” sindir Erdogan.
Presiden Turki
ini kesal pada sekutu Barat-nya yang terus mengecam “pembersihan” di
Turki terhadap semua pihak yang terlibat upaya kudeta pada 15 Juli 2016
lalu.
Erdogan lantas memuji Presiden Rusia Vladimir yang
meneleponnya untuk menyampaikan belasungkawa. Dia senang bahwa Putin
tidak seperti Barat yang mengkritiknya atas “pembersihan” baik di korps
militer maupun sipil yang terkait upaya kudeta.
”Padahal semua orang Eropa bertanya; mengapa begitu banyak tentara ditahan, mengapa begitu banyak PNS dipecat?,” kata Erdogan.
”Dunia
Barat mencoba untuk mengecualikan Rusia; kami tidak. Kami memiliki
insiden pesawat Rusia (pesawat Rusia ditembak jatuh oleh dua pesawat
Turki di perbatasan Turki-Suriah pada 24 November 2015), tapi kunjungan 9
Agustus ini telah direncanakan jauh sebelum upaya kudeta. Pertemuan ini
akan menandai langkah baru dalam hubungan antara kedua negara,” kata
Erdogan, seperti dikutip dari EurActiv, Rabu (10/8/2016).
Credit Sindonews