Atas biaya perusahaan, Textron AirLand merilis produk mereka yaitu pesawat kursi ganda dengan penggerak mesin turbofan berharga ‘murah’ senilai 20 juta dolar AS bernama Scorpion. Tak banyak pesawat jet di dunia dengan avionik Barat yang memiliki banderol harga baru semurah ini.
Sebagai pembanding, KAI T/A-50 memiliki banderol 25 juta dolar, Aermacchi M346 Lavi bahkan bisa mencapai 40 juta dolar. Kalau dari Blok Timur, tak usah ditanya, Yak-130 punya banderol hanya 15 juta dolar, Hongdu L-15 dari Tiongkok lebih murah lagi, 14 juta dolar. Walaupun banderol harganya tidak murah-murah amat, Textron menambah gula pemanis: biaya operasional dari Scorpion hanya 3.000 dolar/ jam, sudah termasuk life cycle cost seperti overhaul mesin. Lagi-lagi, tidak banyak pesawat sejenis yang punya biaya operasi semurah ini.
Textron sangat ambisius dengan program Scorpion, menyelesaikan purwarupa hanya dalam waktu dua tahun dengan memanfaatkan solusi siap di pasar. Struktur fuselage dan sayap dibuat oleh Kaman Aerospace, roda pendarat dari Cessna, kursi lontar Martin Baker, dan avionik buatan Genesys Aerosystems.
Textron mengatakan bahwa jet ini cocok untuk misi CAS (Close Air Support), pengawasan perbatasan, antinarkotik, patroli maritim, HADR (Humanitarian Assistance/ Disaster Relief), pengamanan airspace, LIFT (Lead In Fighter Trainer), LSI (Low Speed Interceptor) dan COIN (Counter Insurgency). Profil misi yang beragam ini dimampukan berkat fleksibilitas desain dari Scorpion.
Bila melihat desainnya, Textron Scorpion memang unik. Bagian depannya cukup konvensional, dengan hidung yang kecil dan kaca kokpit bubble berukuran besar. Tepat di belakang kokpit langsung terbentang sayap yang lurus, menandakan bahwa Scorpion merupakan pesawat yang didesain untuk terbang dalam kecepatan subsonik.
Di bawah sayap terdapat inlet di tiap sisi untuk memasok udara bagi dua mesin Honeywell TFE371 turbofan non-afterburner dengan daya dorong 4.000 pon sebuahnya sehingga Scorpion bisa melesat dengan kecepatan 833 km/ jam atau Mach 0,65. Mesin ini bisa menenggak bahan bakar Jet-A, JP-5 dan JP-8.
Yang unik, di antara kedua mesin tidak dibiarkan lempeng tetapi justru dibuat ruang (internal bay) yang bisa dipasangi berbagai macam perangkat sesuai kebutuhan misi, menjadikan Scorpion sebagai pesawat taktis modular. Untuk patroli di darat dan maritim bisa dipasang sistem kamera elektro optik yang lebih canggih, atau pasang saja fuel bladder tambahan bila mau durasi misi lebih jauh.
Pada bagian belakang ada dua sirip tegak terpasang pada sudut ke arah luar, dan sirip ekor. Untuk kokpit, walaupun dibanderol murah, sistem avionik Genesys yang terpasang menyediakan tiga MFD (Multi Function Display) berukuran besar yang mendominasi kokpit berikut HUD (Head Up Display) untuk pilot.
Textron Scorpion tidak menggunakan radar pada konfigurasi standarnya, melainkan hanya mengandalkan bola elektro optik L3 Communications Wescam MX-15 yang merupakan gabungan kamera termal, FLIR (Forward Looking Infra Red), Laser Rangefinder, Laser designator, dan laser spot tracker. Bola elektro optik ini terpasang di bawah hidung dan dapat ditarik masuk bila tidak digunakan.
MX-15 memiliki kemampuan untuk mengarahkan beragam senjata pintar berpemandu laser seperti rudal antitank AGM-114 Hellfire dan bom Paveway. Secara total, Scorpion bisa membawa senjata pada enam hardpoint di sayap dengan titik paling dekat dengan fuselage merupakan wet station yang bisa dipasangi tangki bahan bakar cadangan. Total 3.000 kg persenjataan bisa dibawa.
Jika tak puas dengan MX-15, Scorpion sudah diuji dengan pemasangan sistem radar untuk sasaran darat Thales I-Master GMTI/ SAR (Synthethic Aperture Radar) dengan jangkauan 100 mil di sasaran darat ataupun laut. Saat ini Textron sedang mengajukan proses sertifikasi ke AU AS dalam bentuk CRADA (Cooperative Research & Development Agreement) sehingga bisa jadi modal untuk menawarkannya ke negara lain.
Scorpion juga sudah dievaluasi oleh AU Inggris pada 2015 dan diikutsertakan dalam kompetisi ASDOT (Air Support to Defence Operational Training). Satu pasar lain yang juga diincar adalah AL AS, yang butuh pesawat latih untuk menghemat biaya operasi dan umur pakai F/A-18E/F Super Hornet.
Credit Angkasa.co.id