TEMPO/ Nita Dian
"Tidak ada tempat di Prancis bagi mereka yang menyerukan kebencian di mushala atau di masjid, dan juga bagi mereka yang tidak menghormati prinsip-prinsip negara ini, termasuk kesetaraan antara pria dan wanita," kata Menteri Dalam Negeri Bernard Cazeneuve, seperti yang dilansir RT.
"Itu sebabnya saya mengambil keputusan beberapa bulan lalu untuk menutup beberapa masjid melalui keadaan darurat, tindakan hukum atau tindakan administratif. Sekitar 20 masjid telah ditutup, dan akan ada lagi," lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut, Cazeneuve juga menyatakan bahwa sedikitnya 80 orang telah diusir dari Perancis sejak tahun 2012 dan puluhan lainnya tengah dalam proses deportasi.
Ada sekitar 2.500 masjid dan mushala yang berdiri di Prancis saat ini. Sekitar 120 di antaranya dianggap terdeteksi mengajarkan Salafisme, paham radikal yang diinterpretasikan dari aliran Sunni.
Dalam upaya untuk membasmi radikalisasi di Prancis, yayasan baru akan dibuat untuk membantu keuangan dan menjauhkan pendonor radikal ke masjid di Prancis.
Anouar Kbibech, yang memimpin Dewan Iman Muslim Perancis(CFCM), sebuah organisasi payung kelompok Muslim Prancis mengatakan yayasan akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan menjalankan masjid dengan biaya yang dihasilkan melalui cara yang halal.
Perdana Menteri Manuel Valls pekan lalu mengatakan akan mengakhiri pendanaan dari luar negeri terhadap masjid di Prancis. Hal ini dilakukan di tengah kekhawatiran pengaruh asing terhadap masjid tertentu di Perancis yang bisa mendorong radikalisasi petugas.
Sebelumnya, Manuel Valls telah mempertimbangkan untuk membekukan aliran dana dari luar negeri ke masjid-masjid yang ada di Prancis dan mendesak adanya "model baru" dalam kerja sama dengan negara pendonor.
Credit TEMPO.CO