Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa
Federica Mogherini menyatakan bahwa Turki tidak akan dapat bergabung
dengan Uni Eropa jika menerapkan hukuman mati. (Reuters/Francois Lenoir)
Pernyataan Mogherini terlontar menyusul penolakan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk menghapus hukuman mati atas ribuan orang yang ditangkap terkait percobaan kudeta yang gagal akhir pekan ini.
|
Mogherini juga memperingatkan agar pemerintah Turki tidak mengambil langkah yang akan merusak tatanan konstitusional setelah kudeta pada Jumat (15/7) gagal.
"Kami adalah yang pertama mengatakan pada malam yang tragis itu bahwa institusi yang sah harus dilindungi," katanya kepada wartawan sebelum pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels, Belgia, yang juga dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry.
"Kami adalah orang-orang yang mengatakan bahwa kebijakan hukum harus dilindungi di negeri itu. Negara tak boleh melanggar hal itu," ujarnya, dikutip dari Reuters.
Mogherini juga menekankan, "Lembaga yang demokratis dan sah harus dilindungi. Hari ini, bersama dengan para menteri, menyatakan bahwa jelas [kudeta] tidak berarti bahwa aturan hukum dan sistem pengecekan dan keseimbangan tidak diperhitungkan."
Turki mengajukan aplikasi untuk menjadi anggota Uni Eropa penuh pada 1987. Namun, baru sejak 1999 Turki dianggap sebagai kandidat serius yang ingin bergabung dengan blok 27 negara Eropa itu.
Di Turki, hukuman mati dilarang pada 2004, salah satu kebijakan Turki yang berubah sebagai upaya untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Namun, Erdogan telah menyatakan dia tak akan menghapus kemungkinan hukuman mati atas ribuan orang yang ditangkap terkait percobaan kudeta pekan lalu.
"Ada sebuah kejahatan pengkhianatan yang jelas di sana," ujar Erdogan dalam wawancara eksklusif dengan CNN di Istana Kepresidenan Turki di Istanbul, Senin (18/7) malam.
"Namun tentu saja, akan ada keputusan dari parlemen untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan aturan konstitusi. Sehingga para pemimpin harus berkumpul dan mendiskusikan hal itu. Dan jika mereka menerima untuk membahasnya, maka saya sebagai Presiden akan menyetujui setiap keputusan yang dibuat oleh parlemen," ujarnya.
Hanya beberapa hari setelah kudeta, Turki sudah menangkap hampir 3.000 personel militer yang diduga terlibat kudeta, dari pejabat tinggi hingga prajurit biasa. Sekitar 3.000 lainnya juga ditangkap, dari jajaran hakim dan jaksa.
Menurut kantor berita Turki, Anadolu, sebanyak 8.777 petugas dari Kementerian Dalam Negeri Turki telah dikeluarkan dari kantor kementerian. Di antara ribuan orang itu tercatat ada 103 staf berpangkat Jenderal dan Laksamana dari militer Turki.
Credit CNN Indonesia