Dalam rapat itu disepakati, pendapatan negara turun dari Rp 1.841,1 triliun menjadi Rp 1.822,5 triliun. Hal ini terjadi seiring dengan dipangkasnya target penerimaan pajak dari Rp 1.565,8 triliun menjadi hanya Rp 1.546,7 triliun.
Begitu juga pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang dipotong dari Rp 280 triliun menjadi Rp 273,8 triliun.
Adanya penurunan target pendapatan membuat pemerintah harus memangkas anggaran belanja Rp 25,6 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp 2.121,3 triliun, diturunkan jadi Rp 2.095,7 triliun.
Adapun, belanja pemerintah pusat berkurang Rp 13,5 triliun dari Rp 1.339,1 triliun menjadi Rp 1.325,6 triliun.
Perinciannya, anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) naik dari Rp 780,4 triliun menjadi Rp 784,1 triliun, dan anggaran non K/L susut dari Rp 558,7 triliun menjadi Rp 541,4 triliun.
Alhasil, defisit anggaran dipatok naik jadi 2,15 persen atau setara dengan Rp 273,2 triliun dari sebelumnya sebesar 2,14 persen. Adanya penurunan target penerimaan dan belanja ini kemudian berimbas pada target pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari semula 5,5% menjadi 5,3 persen.
Target ini lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan tahun ini yang hanya sebesar 4,7 persen-4,9 persen. Asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS juga berubah menjadi lebih rendah, dari Rp Rp 13.400 menjadi Rp 13.900 per dollar AS.
Sedangkan, rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) turun dari 60 dollar AS per barel menjadi 50 dollar AS per barel. Adapun lifting minyak bumi tetap di angka 830 barel per hari dan lifting gas bumi tetap 1.155 barel setara minyak per hari.
Menurut anggota Banggar, Ecky Awal Mucharam, asumsi di postur sementara RAPBN 2016 ini lebih realistis. "Dari awal, saya sudah bilang, angka-angka dalam nota keuangan Agustus lalu tidak realistis, ini lebih realistis," ujar Ecky.
Kesepakatan ini akan menjadi pegangan pemerintah dan Banggar dalam membahas transfer daerah, sebelum ditetapkan di paripurna DPR RI.
Credit KOMPAS.com