Damascus, Suriah, kota termurah ke empat dunia untuk ditinggali.
Fabius mengatakan, pernyataan Presiden Francois Hollande pada Jumat lalu ialah serangan udara Rusia harus menargetkan "Daesh dan hanya Daesh" (akronim Arab untuk ISIS) tidak mengecualikan kelompok lain, seperti front Al Nusra.
"Tentu saja, ini sebuah rumusan ringkas, (serangan diarahkan ke) Daesh dan kelompok yang dianggap sebagai teroris," kata Fabius dalam sebuah wawancara di radio Europe 1, mengacu kepada pernyataan Hollande.
Moskwa yang melancarkan lebih dari 70 serangan udara di Suriah sejak Rabu lalu dianggap "bermain api" karena menyasar kelompok oposisi moderat yang didukung Barat dan juga ISIS demi memperkuat posisi Presiden Bashar Al Assad.
Presiden Barack Obama menyebut intervensi dramatis Rusia itu sebagai "resep untuk bencana", sementara Perdana Menteri Inggris David Cameron pada Minggu (4/10/2015) mendesak Presiden Vladimir Putin untuk "mengubah arah" di Suriah dan mengakui bahwa Assad harus diganti.
Fabius memperingatkan risiko bahwa konflik Rusia bisa berubah menjadi perang agama yang lebih luas.
"Ketika Anda memandang sebuah konflik yang awalnya perang sipil menjadi perang agama melibatkan kekuatan internasional, Rusia, Iran, dan Amerika, risikonya bakal serius."
Risiko yang paling mengerikan, lanjut Fabius, adalah bahwa konflik tersebut menjadi konflik agama, yakni antara Syiah (Muslim) dan sekutunya dengan Sunni serta pendukungnya. "Akan menjadi neraka yang sangat berbahaya," kata Fabius.
Satu pihak, Assad adalah seorang Alwaite, cabang dari Islam Syiah, yang sangat didukung oleh Syiah Iran dan juga militan seperti Hezbullah di Lebanon.
Di pihak lain, kekuatan Sunni seperti Arab Saudi dan Qatar berseberangan dengan Assad dan mendukung kelompok Islamis yang melawan Assad. Arab Saudi dan Qatar juga mengambil bagian dalam koalisi pimpinan Amerika Serikat yang melancarkan serangan udara terhadap ISIS.
Perancis, yang melawan ISIS di Irak selama beberapa tahun ke belakang, mulai menyerang kelompok tersebut di Suriah sejak delapan hari yang lalu.
Credit KOMPAS.com