Rabu, 19 Agustus 2015

Siapa Pelaku Pengeboman Bangkok?


Siapa Pelaku Pengeboman Bangkok? 
Hingga saat ini, belum ada satu kelompok pun yang mengaku bertanggung jawab atas pengeboman yang menewaskan 22 orang di depan Kuil Erawan, Senin lalu. (Reuters/Athit Perawongmetha)
 
Bangkok, CB -- Pengeboman di Bangkok membuat publik Thailand terhenyak setelah baru saja merasakan kedamaian usai kisruh politik yang penuh darah. Siapa di balik pengeboman ini masih jadi tanda tanya besar.

Hingga saat ini, belum ada satu kelompok pun yang mengaku bertanggung jawab atas pengeboman yang menewaskan 22 orang di depan Kuil Erawan, Senin lalu. Polisi juga belum mengantungi satu nama pun, kendati pelakunya jelas tertangkap kamera CCTV.

Dugaan mengerucut menjadi beberapa kelompok saja, yang diduga paling kuat memiliki motif peledakan. Namun polisi masih belum berani mengambil kesimpulan, mau pun menanggalkan salah satu kelompok dari daftar pelaku potensial.

Pemberontak di selatan

Salah satu nama yang muncul di media terkait pengeboman ini adalah kelompok separatis asal wilayah mayoritas Muslim di selatan Thailand. Selama satu dekade terakhir, tentara mencoba membendung misi separatisme yang ingin membentuk negara Islam sendiri, terpisah dari Thailand.

Pertempuran antara tentara dan pemberontak di wilayah selatan seperti Pattani, Yala, Narathiwat, Satun dan Songkhla dengan penduduk 1,8 juta Muslim etnis Melayu telah memakan banyak korban.

Ada 150.000 tentara di wilayah itu untuk memerangi sekitar 3.000 hingga 9.000 pasukan separatis selatan, atau yang dikenal dengan nama juwae.

Namun, konflik di selatan tidak pernah merembet hingga keluar wilayah, apalagi sampai ke ibu kota. Hal ini membuat dugaan terhadap pemberontak selatan pada pengeboman di Bangkok sulit dibuktikan.

"Itu bukan gaya mereka. Perlawanan mereka sangat lokal dan serangan hanya pada militer serta target keamanan. Mereka tidak benar-benar melakukan serangan teroris untuk mengincar
warga sipil, juga turis," kata pengamat keamanan CNN, Bobby Gosh.

Paul Chambers dari Institute of South East Asian Affairs di Chiang Mai University, mengatakan telah terjalin dialog antara kelompok separatis dan pemerintah Thailand.

"Hampir semua kelompok separatis terlibat dalam dialog dengan pemerintahan militer, jadi tidak masuk akal jika mereka melakukan pengeboman," kata Chambers.

Penentang pemerintahan militer

Kelompok lainnya berpotensi melakukan serangan adalah para penentang pemerintahan militer Jenderal Prayut Chan-ocha. Namun tuduhan ini juga bisa dipatahkan.

Thailand diketahui terpecah dua kubu dukungan, antara pendukung mantan pemimpin Thailand Thaksin Shinawatra yang dikenal dengan Kaos Merah, dan kelompok pendukung kerajaan atau Kaos Kuning.

Saat Thaksin terguling tahun 2006, perpecahan kian dalam. Aksi demonstran pendukung Thaksi pada tahun 2010 menyebabkan 90 orang tewas.

Adiknya, Yingluck Shinawatra, juga digulingkan dari kursi kepemimpinan pada 2013 oleh Prayut. Thailand yang kini dipimpin militer rencananya akan melaksanakan pemilu Oktober tahun ini, namun diundur hingga akhir 2016.

 
(Reuters/Athit Perawongmetha)
Pemerintahan junta memicu protes dari para kelompok penjunjung demokrasi. Dugaan mengarah pada kubu penentang pemerintah ini. Namun hal ini tidak serta merta menjadikan mereka pengebom.

"Ada kelompok politik yang menentang pemerintahan militer, tapi mereka demokrat dan ini bukan gaya mereka. Mereka tidak akan mengebom warga sipil tidak berdosa dan menghancurkan perekonomian Thailand," kata Ghosh.

Kelompok lainnya, kata Chambers, bisa jadi adalah pihak militer atau polisi yang tidak puas dengan pemerintahan.

"Ada tiga hal yang harus dicatat: Siapa di Thailand yang bisa melakukan hal ini? Siapa yang paling diuntungkan? Dan mengapa mereka melakukannya sekarang?"

"Saya kira jawabannya adalah unsur di dalam militer dan kepolisian. Karena saat ini ada perombakan para pejabat militer dan mereka tidak senang dengan hal ini," kata Chamber.

Dalam pernyataannya pada media Selasa lalu, Prayut mengatakan, "sepertinya ada individu atau kelompok yang ingin merusak Thailand, yang ingin mencari keuntungan politis atau niat lain untuk merusak ekonomi dan pariwisata."

Balas dendam Uighur

Bulan lalu, Thailand dikritik setelah mendeportasi lebih dari 100 pengungsi Uighur ke China. Para aktivis HAM memperingatkan bahwa pemerintah Thailand akan menerima balasannya.

 
(Reuters/Athit Perawongmetha)
Masyarakat Uighur di Xinjiang, China, mengungsi dan mencari suaka di negara lain untuk menghindari pengekangan beragama dan beribadah di wilayah mereka.

Langkah Thailand ini memicu protes di Turki, tepatnya di depan Kedutaan Besar Thailand di Ankara dan Konsulat di Istanbul.

Namun tuduhan adanya balas dendam atas aksi Thailand terhadap Uighur ini juga sangat lemah argumentasinya.

Pasalnya, kendati beberapa elemen masyarakat Uighur terlibat dalam gerakan terorisme dan penyerangan di China, aksi ini tidak pernah sampai dilakukan hingga ke luar negeri.

"Kemungkinan adanya teroris asal Uighur, atau warga Uighur yang marah terhadap rezim karena mendeportasi rakyat Uighur ke China -- walau ada warga China yang terbunuh dalam pengeboman ini. Tapi saya kira ini sangat tidak mungkin," ujar Chamber.

Credit  CNN Indonesia