Perlakuan diskriminatif bentuk melambatnya transformasi di Myanmar.
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama (REUTERS/Jonathan Ernst)
Dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 2 Juni 2015, Obama turut memuji atas langkah yang diambil Indonesia dan Malaysia yang telah bersedia menampung ribuan pengungsi Rohingya dan Bangladesh. Negeri Paman Sam juga bersedia untuk menampung sebagian dari pengungsi Rohingya.
Sementara, imigran dari Bangladesh akan dikembalikan ke negara asalnya. Sebab, motif mereka adalah ekonomi.
"Saya rasa salah satu hal yang paling penting adalah mengakhiri diskriminasi terhadap publik karena penampilan fisik atau kepercayaan mereka. Warga Rohingya selama ini telah dikucilkan. Itulah alasan mereka kabur dari negara asal," papar Obama.
Ketika ditanya jika dirinya merupakan bagian dari pengungsi Rohingya, Presiden ke-44 dan 45 AS itu menjawab dia tetap ingin bertahan di negara tempat awal dilahirkan.
"Saya ingin tetap tinggal di tanah kelahiran di mana orang tua saya tinggal. Tetapi, saya ingin memastikan pemerintah saya melindungi dan memperlakukan saya secara adil," Obama menambahkan.
Selama ini Obama telah menginvestasikan upaya pribadinya dalam mendukung demokrasi di Myanmar. Untuk merealisasikan itu, dia berkunjung ke sana dua kali dalam tiga tahun terakhir.
Dia berharap, upaya tersebut bisa menjadi warisan dari kepresidenannya dan sebagai salah satu elemen untuk bisa mengimbangi kemunculan Tiongkok. Namun, kekhawatiran mulai muncul di Washington mengenai perlambatan reformasi dan perlakuan terhadap warga Rohingya.
Pemerintah Myanmar menolak mengakui Rohingya bagian dari warga negara mereka. Bahkan, lebih dari 100 ribu orang telah kabur akibat dikucilkan dan kemiskinan sejak 2012 lalu.
Menurut Pemerintah Myanmar, warga Rohingya adalah imigran ilegal yang datang dari negara tetangganya, Bangladesh. Mereka juga tetap menolak mengakui Rohingya ketika digelar pertemuan dengan 17 negara pada pekan lalu di Bangkok, Thailand.
Pernyataan itu dilontarkan oleh Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Myanmar ketika pemerintahnya disalahkan dan disebut menjadi akar masalah "tsunami" pengungsi.
Pada Senin kemarin, juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan AS telah meminta Myanmar untuk mengizinkan segera didistribusikannya bantuan kemanusiaan bagi 727 warga Rohingya yang berhasil mendarat setelah lama terombang ambing di Laut Andaman dan kini sudah ditahan Angkatan Laut Myanmar.
Credit VIVA.co.id