Pakar Rusia menilai baik Rusia maupun AS telah meminjam elemen
desain pesawat antariksa satu sama lain. Namun replikasi langsung dari
teknologi asing sangat sulit karena alasan struktural yang dihadapi
sektor industri masing-masing.
Ini bukan pertama kalinya ditemukan kesamaan antara pesawat luar angkasa Rusia dan Amerika. Sebagai contoh, Buran, pesawat ulang-alik milik Soviet, sangat mirip dengan pesawat ulang-alik milik NASA. Apakah mereka benar-benar meminjam teknologi? Atau hanya kebetulan?
Zarya, Nenek dari Dragon?
V-2: Bajakan yang Berhasil
Menurut ilmuwan Rusia, beberapa desain pesawat
antariksa sukses ditiru oleh negara-negara lain. Benda yang paling
terkenal adalah V-2, misil balistik jarak jauh pertama di dunia, yang
dikembangkan oleh insinyur antariksa Jerman Wernher von Braun. Baik AS
dan Soviet meniru desainnya pada 1940-an. Pakar menyebutkan, V-2
merupakan model asli untuk roket antariksa pertama.
Misil V-2, baik yang dibuat oleh Jerman setelah perang maupun versi modifikasi, menggugah Amerika memulai program rudal Hermes, serta proyek-proyek Soviet, termasuk dalam bidang eksplorasi ruang angkasa. Donfeng 1, rudal balistik Tiongkok pertama, merupakan tiruan berlisensi dari rudal Soviet R-2 yang awalnya terinspirasi dari V-2.
Beberapa pakar Rusia menyinggung bahwa pesawat tersebut didesain untuk tujuan identik yang esensial, sehingga kemiripan tak terhindarkan. "Tentu saja mereka harus sama, karena mereka dibuat untuk tugas yang sama, perbedannya hanya pada bentuk kapsul. Kami mempertahankan bentuk tradisional, sementara Amerika lebih memilih bentuk kerucut," kata Ivan Moiseev, pengawas ilmiah di Space Policy Institute. "Sementara untuk sisanya, kemiripan adalah hal yang tak biasa, terutama mengingat bahwa kedua pesawat antariksa seharusnya mendarat menggunakan mesin jet, yang cukup berisiko dari sudut pandang teknologi. Biasanya, solusi lain lebih disukai."
Mencuri Desain Pesawat Antariksa: Lebih Sulit dari Ilmu Roket
Sejauh ini, belum ada negara yang berhasil meniru mesin roket antariksa. Kasus terbaru yang melibatkan pembelian lisensi untuk memproduksi mesin roket RD-181 Rusia oleh AS membuktikan hal tersebut. Berdasarkan kesepakatan antara kedua negara, Rusia seharusnya mendampingi Amerika di semua proses, dari membangun pabrik hingga memasang mesin pada kendaraan yang akan diluncurkan. Semua upaya tersebut hanya membuang-buang waktu dan uang karena seluruh rantai teknologi produksi mesin dioptimalkan untuk industri Rusia dan terbukti tak cocok untuk AS. Pada akhirnya, AS memilih untuk membeli mesin RD-181 dari Rusia.
Foto: Mikhail Fomichov / RIA Novosti
"Kami menerima tawaran untuk membeli mesin setelah AS mencoba memproduksi mereka," kata Vladimir Solntsev, Presiden OAO RSC Energia, dalam wawancara dengan RBTH. "Kontrak saat ini termasuk pembatasan penggunaan mesin RD-181 untuk tujuan militer, dan kami akan memasok 60 mesin yang bernilai satu miliar dolar AS.'"
Amerika meninggalkan gagasan untuk memproduksi mesin tersebut sendiri karena mereka harus mengubah dan membangun kembali industri mereka secara menyeluruh.
"Sebagai contoh, beberapa komponen yang terbuat dari fiber karbon di AS dibuat dari besi di Rusia, sementara beberapa aloi yang digunakan dalam produksi juga berbeda," kata Ivan Moiseev. "Bahkan jika beberapa lembaga intelejen berhasil mencuri cetak biru seluruh roket, mereka hanya bisa membantu insinyur untuk mendapat gagasan baru, namun itu sangat diragukan—semua katalis untuk sejumlah ide-ide baru yang tersedia dalam buku teks ilmu roket."
Credit RBTH Indonesia