Jumat, 14 Agustus 2015

Mesir Luncurkan Fatwa Larang Demonstrasi Penuh Kekerasan



Mesir Luncurkan Fatwa Larang Demonstrasi Penuh Kekerasan 
 Lembaga urusan Islam yang berbasis di Kairo mengeluarkan fatwa melarang segala bentuk unjuk rasa yang dapat menyebabkan pemberontakan. (Reuters/Mohamed Abd El Ghany)
 
 
Jakarta, CB -- Lembaga urusan Islam yang berbasis di Kairo, Mesir, mengeluarkan fatwa yang melarang segala bentuk unjuk rasa yang dapat menyebabkan pemberontakan, pada Kamis (13/8). Fatwa ini dikeluarkan sehari sebelum peringatan konflik Rabaa al-Adawiya yang menewaskan ratusan warga, sebagian besar korban merupakan anggota kelompok Ikhwanul Muslimin.

Lembaga fatwa Mesir, Dar al-Ifta, meminta semua warga mengabaikan ajakan untuk meluncurkan demontrasi yang penuh kekerasan, konfrontasi serta sabotase yang diluncurkan beberapa pihak tak bertanggung jawab.

"Bentrok dengan pihak berwenang, mengadopsi pandangan pemberontakan, serta menolak untuk hidup (di dalam masyarakat) berdasarkan pandangan umum bukanlah bagian Islam. Hal ini dilarang karena dapat menyebabkan penghancuran kepentigan rakyat dan negara," bunyi pernyataan dari Dar al-Ifta, dikutip dari Al-Arabiya, Kamis (13/8).

Sementara itu, kelompok Ikhwanul Muslimin menyerukan pertemuan nasional untuk memperingati konflik Rabaa al-Adawiya. Mereka mengatakan unjuk rasa yang mereka lakukan akan berada di bawah slogan, "Tanah tidak menyerap darah."


Menurut media setempat, Mesir meningkatkan keamanan menjelang peringatan unjuk rasa tersebut.

Dilaporkan kantor berita MENA, seorang pejabat keamanan menyatakan jika anggota Ikhwanul Muslimin berusaha menyerang polisi atau melakukan tindakan yang melanggar peraturan lainnya, mereka akan ditindak tegas.

Sejak Mursi digulingkan dari pemerintahan pada 2013, pemerintah Mesir yang dipimpin Abdel Fattah al-Sisi menangkapi ribuan anggota Ikhwanul Muslimin dan mengadili mereka secara massal. Ratusan anggota Ikhwanul Muslimin yang merupakan pendukung Mohammed Mursi tewas, sementara ribuan lainnya dipenjara.

Jumlah kematian anggota kelompok ini sangat besar pada dua tahun lalu, ketika pasukan keamanan menyerbu dua kamp demonstran di Rabaa al-Adawiya dan Nahda.

Kelompok pemerhati HAM, Human Right Watch, menyatakan setidaknya 817 orang terbunuh pada aksi protes di Rabaa al-Adawiya.
Credit  CNN Indonesia