Jakarta (CB) -
Derap lars sepatu personel TNI-Polri terdengar di Ilaga, Kabupaten
Puncak, Papua. Tawa dan keakraban antar anggota kedua institusi itu
bukan hal yang sulit ditemui di pedalaman Bumi Cenderawasih tersebut.
Bila
di beberapa wilayah pecah keributan yang melibatkan oknum TNI dan
Polri, tidak demikian di Distrik Ilaga. Di daerah pegunungan Papua itu,
keakraban terjalin antara personel TNI dan Polri.
Hal tersebut
terlihat kala detikcom berkunjung ke Ilaga beberapa waktu lalu. Peran
serta pasukan TNI dan Polri dalam kegiatan di kota kecil itu sangat
dilibatkan bersama dengan warga. Ketika itu Kabupaten Puncak semangat
dalam menyambut dan merayakan HUT ke-70 RI.
Meski sempat terjadi
perang antar warga beberapa tahun lalu, kini wilayah Kabupaten Puncak
yang memiliki 8 distrik sudah kondusif dan mulai berkembang. Untuk
membantu proses stabilitas di wilayah pedalaman Papua itu, beberapa
satgas baik dari TNI dan Polri masih ditempatkan di wilayah pegunungan
tengah Papua tersebut.
Penjagaan di wilayah tersebut cukup ketat.
Masing-masing personel tidak bisa lepas dari senapan dan perlengkapan
tugasnya, termasuk helm dan rompi antipeluru. Meski demikian, mereka
yang berjaga tidak berat untuk melempar senyum dan beramah tamah dengan
warga Ilaga. Persaudaran
Prajurit TNI dan Polri mulai dari
personel Kodim 1714-03/Ilaga, Polsek Ilaga, Satgas Pamrahwan (Pengamanan
daerah rawan) Yonif 751/R Sentani, Satgas Brimob Den A Pelopor
Jayapura, Satgas Yon 466 Paskhas Makassar, Satgas Bantuan TNI, bahkan
hingga Satpol PP, saling bahu membahu dalam menjalankan tugasnya.
Contoh
nyata bisa dilihat dari Danton Satgas Pamrahwan Yonif 751/R Sentani
Letda Micael R dan Danki Satgas Brimob Iptu Komarul Huda yang selalu
tampak akrab. Keduanya sering terlihat berdua di sela-sela kegiatan,
baik untuk pengamanan maupun sosial.
"Kita saling koordinasi,
tukar informasi. Saya dengan anggotanya, beliau juga begitu dengan
anggota saya. Saya ingatkan kepada anggota saya kalau kita bentrok gitu
tidak baik," ucap Micael saat berbincang dengan detikcom di Ilaga,
Minggu (16/8/2015).
Pengalaman Micael yang sering ditugaskan di
daerah terpencil dan rawan membuatnya sadar akan arti kebersamaan.
Baginya, tak ada manfaat jika pengabdian kepada negara tercoreng hanya
karena masalah emosi pribadi semata.
"Pengalaman saya dari Aceh
sampai Papua, kita harus cari kawan. Kalau cari musuh gampang, cari
kawan yang susah. Kami sama semua satuan sudah satu keluarga. Padahal
kenal saja baru di sini. Bercanda sama-sama, suka dan duka sama-sama,
nggak ada bedanya walau beda satuan," tuturnya.
Sambil sesekali
menggoda Iptu Komarul, Micael mengungkapkan apa yang menjadi kendala
saat bertugas di Distrik Ilaga. Bukan karena ego sektoral ataupun
kekuasaan antar-kesatuan, namun lebih pada kondisi geografisnya.
"Di
sini daerah dingin. Sulitnya kalau melaksanakan patroli 3 hari 3 malam
dengan cuaca dan medan ekstrem, logistik terbatas. Kami kan patroli ke
gunung-gunung. Tapi namanya tugas, harus dijalani, ya
nggak bang?" kata Micael sambil menyenggol Iptu Komarul yang tertawa.
Cuaca
di wilayah Puncak memang cukup ekstrem. Beberapa waktu terakhir hujan
es bahkan turun di daerah Ilaga dan beberapa distrik lainnya, bahkan
suhu udara sempat pada posisi 1 derajat celcius. Bagi Komarul yang sudah
3 kali bertugas di Ilaga pun, kondisi saat ini disebutnya yang paling
terparah.
"Situasi kondisi derah sangat memerlukan ketahanan
tubuh yang sangat luar biasa, prima. Anggota saya kemarin pernah sampai
mimisan saat nge-Pam (pengamanan) di luar. Terus susahnya lagi kalau di
sini kita tidak bisa memahami bahasa mereka (warga)," cerita Komarul
pada kesempatan yang sama.
Komarul dan Micael mengaku sama-sama miris dengan oknum-oknum TNI dan
Polri yang terkadang bertikai, apalagi sampai adanya korban. Padahal
masih banyak hal yang menurut mereka lebih penting, terutama tugas
negara. Perilaku yang menyalahi aturanpun disebut mereka justru dapat
memperburuk citra institusi.
Mendengar adanya perkelahian oknum
antar kedua institusi, membuat kedua ksatria ini sedih. Di saat
prajurit-prajurit yang bertugas di daerah rawan maupun konflik saling
menjaga agar bisa pulang ke rumah dengan selamat usai bertugas, namun
ternyata ada yang lalai karena arogansi maupun ego dan akhirnya timbulah
korban.
"Kondisi kayak gini yang membuat diperlukan kerjasama,
koordinasi dan kekompakkan. Kita ini TNI/Polri sama, sudah susah jangan
dibuat susah lagi dengan perbuatan berkelahi, arogan,
esprit de corps atau
jiwa korsa berlebihan. Saya dan beberapa anggota saya pernah kena
tembak saat bertugas. Di situ saya ngerasa kerjasama penting sekali,"
kisah Komarul.
"Waktu itu saya lagi tugas di Puncak Jaya, tahun
2009. Kita tuh dicegat pas lagi jemput anggota sakit oleh OPM. Kami di
dalam mobil lagi melintas. Mereka gerilya, tembak kami dari belakang.
Saya kena di punggung. Ada 2 teman yang meninggal dalam kejadian itu.
Kami bertahan selama satu jam sampai bantuan datang. Nyawa itu harganya
mahal, jangan disia-siakan," sambung pria yang sudah bertugas di Papua
selama 20 tahun itu.
Bukan hanya para atasan saja yang saling
bersahabat. Anggota-anggota dari tiap kesatuan di Ilaga saling mengenal
satu sama lain. Ketika itu mereka menjadi panitia 17 Agustusan. Saling
berbagi tugas dan bekerja sama lintas kesatuan mengatur lomba-lomba,
melatih Paskibra dan jalannya upacara, memasang hadiah untuk panjat
pinang, menjadi pendamping kelompok warga yang ikut lomba, sekaligus
memastikan keamanan di daerah tersebut.
Bukan hanya itu, tiap
kesatuan pun juga ikut menjadi peserta lomba tim baik lomba bola voli,
sepak takraw dll. Meski kalah, mereka menerimanya dengan sportif dan
justru memberi selamat kepada yang menang. Hadiah pun dinikmati
bersama-sama.
"Intinya saling menjaga komunikasi dengan baik. Di
sini kan masih daerah pedalaman, kalau ada masalah sedikit kuncinya
saling koordinasi jadi sama-sama tahu. satu tujuan yang bikin solid,"
ungkap salah seorang anggota Satgas dari TNI, Ary Frasetia, Senin
(17/8).
Ary yang ikut dalam pasukan Paskibra untuk Upacara HUT
ke-70 RI di Ilaga itu mengaku akrab dengan semua personel satugan tugas
di wilayah itu, termasuk dengan Satgas Brimob maupun anggota kepolisian
lainnya. Ia sendiri sudah berada di Ilaga selama 4 bulan dan rencana
akan bertugas selama 1 tahun.
"Kami akrab dalam kehiudpan sehari-hari selain bertugas.
Nggak
cuma pas acara kayak gini saja kami sama-sama. Emang biasanya akrab
terus. Kalau ada acara di kesatuan mana gitu, nanti dari kesatuan lain
diundang. Kita senang-senang bareng," ujarnya.
Pernyataan Ary pun
diamini oleh salah satu anggota Satgas Brimob, Wawan, yang juga menjadi
panitia dalam HUT RI ke-70 di Ilaga. Meski enggan banyak mengomentari
mengenai banyaknya bentrokan antara oknum TNI dan Polri di daerah lain,
Wawan meminta semua personel pengamanan dan keamanan Indonesia untuk
tidak mementingkan ego.
"Harus sadar dengan tugas, jangan
mementingkan individu. Kembali ke tugas pokok sebagai apa. Kita harus
saling koordinasi dengan baik. Harus saling mengenal dengan baik sesama
anggota. Selama di sini belum pernah ada kendala antar-kesatuan," beber
Wawan yang sudah 10 bulan bertugas di Ilaga.
Kesolidan pasukan
TNI dan Polri di pedalaman Papua ini patut menjadi contoh bagi setiap
prajurit ataupun personel kedua institusi penjaga pertahanan dan
keamanan di setiap penjuru Tanah Air. Hanya doa dan harapan, semangat
persatuan dan kesatuan, serta kepercayaan indahnya perdamaian yang
menjadi modal mereka, di mana pada akhirnya hal-hal tersebutlah yang
membawa mereka tetap semangat menjalankan tugas. Di tengah keadaan yang
terbatas dan penuh dinamika, mereka tetap hidup berdampingan dengan
solidaritas tinggi dan menjunjung tinggi rasa persaudaraan. Hal tersebut
membuat masyarakat menjadi nyaman dan merasa terlindungi.
"Bapak-bapak
(TNI dan Polri) di sini baik-baik semua. Mereka sering bantu kami. Saya
suka," tukas seorang warga Ilaga, Jes Magai.
Credit
detiknews