Presiden Filipina Rodrigo Duterte membantah negaranya meminta bantuan militer AS. (REUTERS/Erik De Castro)
Jakarta, CB --
Presiden Filipina Rodrigo Duterte membantah
pernyataan Kedutaan Besar Amerika Serikat yang menyebutkan Filipina
meminta bantuan militer pada AS guna melumpuhkan militan Maute yang
berbaiat pada ISIS di Marawi.
Bantahan Duterte itu disampaikan sehari setelah Kedubes AS mengumumkan bahwa Pasukan Khusus AS akan memberi bantuan pada militer Filipina untuk operasi Marawi, atas permintaan pemerintah.
Duterte menyampaikan hal itu dalam sebuah konferensi pers pada Minggu (11/6) di Cagayan de Oro City, yang berjarak sekitar 100 km dari Marawi.
Presiden yang kerap melontarkan pernyataan kontroversial itu dengan tegas menyebut dia “tidak pernah mendekati Amerika Serikat untuk meminta bantuan”.
Sementara soal bantuan teknis yang diberikan militer AS guna melawan militan ISIS di Marawi, Duterte menyebut “dia tidak tahu soal itu, sampai bantuan tersebut tiba”.
Bantuan militer yang diberikan AS pada Filipina menjadi penting karena Duterte, yang menjabat sejak setahun lalu, kerap menyerang Washington dan memutuskan kerjasama militer kedua negara. Sebaliknya, Duterte meminta bantuan pada Rusia dan China.
Hingga saat ini, masih belum diketahui siapa yang meminta bantuan pada AS tanpa restu Duterte.
Pada Sabtu, pasukan Filipina menyebut pasukan khusus AS memberi bantuan teknis, namun tidak “terjun langsung ke lapangan”. Hal itu mengonfirmasi pernyataan Kedubes AS di Manila yang menyebut pemerintah Filipina meminta bantuan mereka.
Di samping itu, Pentagon masih memiliki sekitar 50-100 orang tentara di selatan Filipina, untuk tujuan pelatihan dan mengonfirmasi pasukan itu yang memberi bantuan teknis pada militer lokal. Dikatakan juga bahwa Pentagon mengirimkan tambahan 300-500 tentara di negara tersebut untuk mendukung pelatihan dan kegiatan reguler, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Pentagon menyatakan pasukan AS memberi bantuan pelatihan intelijen, pengawasan dan pengintaian.
Sementara Juru Bicara Kepresidenan Ernesto Abella mengatakan jika pasukan AS ikut terjun langsung dalam bentrokan, maka itu melanggar undang-undang.
“Meskipun demikian, perang melawan terorisme, bukan hanya merupakan fokus Filipina ataupuan Amerika, tapi menjadi perhatian banyak negara,” kata dia. “Filipina terbuka menerima bantuan dari negara lain, jika mereka menawarkan.”
Hingga Sabtu, jumlah pasukan keamanan Filipina yang tewas dalam bentrokan di Marawi adalah 58 orang, sementara korban warga sipil sebanyak 20 orang. Adapun korban dari militan mencapai lebih dari 100 orang.
Diperkirakan masih terdapat 200 pemberontak bersenjata di Marawi, sementara warga sipil yang terjebak dalam bentrokan berjumlah sekitar 500 - 1000 orang. Banyak diantara mereka yang dijadikan tameng manusia, sementara sisanya bersembunyi di rumah tanpa akses pada makanan, air bersih, obat-obatan maupun listrik.
Militer Filipina menyebut mereka akan mengakhiri pemberontakan pada Hari Senin, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan negara tersebut.
Bantahan Duterte itu disampaikan sehari setelah Kedubes AS mengumumkan bahwa Pasukan Khusus AS akan memberi bantuan pada militer Filipina untuk operasi Marawi, atas permintaan pemerintah.
Duterte menyampaikan hal itu dalam sebuah konferensi pers pada Minggu (11/6) di Cagayan de Oro City, yang berjarak sekitar 100 km dari Marawi.
Presiden yang kerap melontarkan pernyataan kontroversial itu dengan tegas menyebut dia “tidak pernah mendekati Amerika Serikat untuk meminta bantuan”.
Sementara soal bantuan teknis yang diberikan militer AS guna melawan militan ISIS di Marawi, Duterte menyebut “dia tidak tahu soal itu, sampai bantuan tersebut tiba”.
Bantuan militer yang diberikan AS pada Filipina menjadi penting karena Duterte, yang menjabat sejak setahun lalu, kerap menyerang Washington dan memutuskan kerjasama militer kedua negara. Sebaliknya, Duterte meminta bantuan pada Rusia dan China.
Hingga saat ini, masih belum diketahui siapa yang meminta bantuan pada AS tanpa restu Duterte.
Pada Sabtu, pasukan Filipina menyebut pasukan khusus AS memberi bantuan teknis, namun tidak “terjun langsung ke lapangan”. Hal itu mengonfirmasi pernyataan Kedubes AS di Manila yang menyebut pemerintah Filipina meminta bantuan mereka.
Di samping itu, Pentagon masih memiliki sekitar 50-100 orang tentara di selatan Filipina, untuk tujuan pelatihan dan mengonfirmasi pasukan itu yang memberi bantuan teknis pada militer lokal. Dikatakan juga bahwa Pentagon mengirimkan tambahan 300-500 tentara di negara tersebut untuk mendukung pelatihan dan kegiatan reguler, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Pentagon menyatakan pasukan AS memberi bantuan pelatihan intelijen, pengawasan dan pengintaian.
Sementara Juru Bicara Kepresidenan Ernesto Abella mengatakan jika pasukan AS ikut terjun langsung dalam bentrokan, maka itu melanggar undang-undang.
“Meskipun demikian, perang melawan terorisme, bukan hanya merupakan fokus Filipina ataupuan Amerika, tapi menjadi perhatian banyak negara,” kata dia. “Filipina terbuka menerima bantuan dari negara lain, jika mereka menawarkan.”
Hingga Sabtu, jumlah pasukan keamanan Filipina yang tewas dalam bentrokan di Marawi adalah 58 orang, sementara korban warga sipil sebanyak 20 orang. Adapun korban dari militan mencapai lebih dari 100 orang.
Diperkirakan masih terdapat 200 pemberontak bersenjata di Marawi, sementara warga sipil yang terjebak dalam bentrokan berjumlah sekitar 500 - 1000 orang. Banyak diantara mereka yang dijadikan tameng manusia, sementara sisanya bersembunyi di rumah tanpa akses pada makanan, air bersih, obat-obatan maupun listrik.
Militer Filipina menyebut mereka akan mengakhiri pemberontakan pada Hari Senin, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan negara tersebut.
Credit CNN Indonesia