ANKARA
- Presiden Turki Recep Erdogan telah menyetujui undang-undang yang
menjadi payung hukum pengerahan tentara Ankara ke Qatar. Persetujuan
Erdogan muncul setelah aturan itu diratifikasi parlemen.
Presiden Erdogan sebelumnya mengkritik negara-negara Arab yang telah mengisolasi Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Persetujuan Erdogan disampaikan pihak Kantor Kepresidenan Turki dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menyambut positif upaya Turki untuk mengrimkan pasukannya ke Doha. ”Pasukan Turki datang ke Qatar untuk kepentingan keamana seluruh wilayah,” kata al-Thani yang dikutip dari Hurriyet, Jumat (9/6/2017).
Di bawah undang-undang baru, Turki bisa mengerahkan hingga 5.000 tentaranya ke Qatar. Pasukan Turki saat ini dilaporkan siaga dan siap untuk ditempatkan di Doha.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Yaman, Maladewa dan Libya telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme, termasuk mendanai kelompok militan yang didukung Iran. Imbas perang diplomatik ini, Qatar diisolasi negara-negara Arab tersebut.
Qatar sendiri telah membantah tuduhan itu. Negara itu mengklaim kebijakan luar negerinya sarat dengan perdamaian.
Erdogan sebelumnya telah menyuarakan dukungannya untuk Doha. ”Kami tidak menemukan kebenaran atas sanksi terhadap Qatar,” kata Erdogan seperti dikutip Bloomberg.
”Cara yang paling tepat bagi negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC) untuk menyelesaikan masalah internal mereka adalah melalui dialog. Dalam hal ini, kami mengagumi pendekatan konstruktif dan bagus dari Qatar,” ujar Erdogan.
Krisis Teluk ini pecah salah satunya juga dipicu publikasi kantor berita Qatar, QNA, pada 23 Mei 2017. Media itu menerbitkan komentar negatif Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani tentang Arab Saudi.
Selain itu, pemberitaan itu juga mengulas diskusi tentang peran Iran di Timur Tengah dan pandangan Emir Qatar soal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, peran Hamas serta peran Hizbullah di kawasan.
Namun, QNA dengan cepat mencabut berita tersebut dan mengklaim telah menjadi korban peretasan oleh kelompok hacker.
Presiden Erdogan sebelumnya mengkritik negara-negara Arab yang telah mengisolasi Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Persetujuan Erdogan disampaikan pihak Kantor Kepresidenan Turki dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani menyambut positif upaya Turki untuk mengrimkan pasukannya ke Doha. ”Pasukan Turki datang ke Qatar untuk kepentingan keamana seluruh wilayah,” kata al-Thani yang dikutip dari Hurriyet, Jumat (9/6/2017).
Di bawah undang-undang baru, Turki bisa mengerahkan hingga 5.000 tentaranya ke Qatar. Pasukan Turki saat ini dilaporkan siaga dan siap untuk ditempatkan di Doha.
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Mesir, Yaman, Maladewa dan Libya telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme, termasuk mendanai kelompok militan yang didukung Iran. Imbas perang diplomatik ini, Qatar diisolasi negara-negara Arab tersebut.
Qatar sendiri telah membantah tuduhan itu. Negara itu mengklaim kebijakan luar negerinya sarat dengan perdamaian.
Erdogan sebelumnya telah menyuarakan dukungannya untuk Doha. ”Kami tidak menemukan kebenaran atas sanksi terhadap Qatar,” kata Erdogan seperti dikutip Bloomberg.
”Cara yang paling tepat bagi negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC) untuk menyelesaikan masalah internal mereka adalah melalui dialog. Dalam hal ini, kami mengagumi pendekatan konstruktif dan bagus dari Qatar,” ujar Erdogan.
Krisis Teluk ini pecah salah satunya juga dipicu publikasi kantor berita Qatar, QNA, pada 23 Mei 2017. Media itu menerbitkan komentar negatif Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani tentang Arab Saudi.
Selain itu, pemberitaan itu juga mengulas diskusi tentang peran Iran di Timur Tengah dan pandangan Emir Qatar soal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, peran Hamas serta peran Hizbullah di kawasan.
Namun, QNA dengan cepat mencabut berita tersebut dan mengklaim telah menjadi korban peretasan oleh kelompok hacker.
Credit sindonews.com