DAMASKUS
- Militer Rusia membangun sebuah pangkalan militer baru di kota
Palmyra. Pangkalan militer itu dibangun di dalam zona perlindungan
tergadap situs arkeologi yang terdaftar sebagai situs warisan dunia
UNESCO. Pangkalan militer tersebut dibangun tanpa meminta izin dari
otoritas terkait.
The American School of Oriental Research’s Cultural Heritage Initiative, organisasi warisan budaya Amerika Serikat (AS), memposting gambar dari citra satelit dan analisis dari perusahaan DigitalGlobe. Dalam gambar itu diketahui pembangunan pangkalan militer di tepi situs kuno yang rusak akibat ISIS, yang menguasai Palmyra selama 10 bulan.
Kepala Dinas Museum dan barang Antik, Maamoun Abdulkari mengatakan, Rusia tengah membangun barak kecil yang mencakup kantor dan klinik. Ia menyatakan, organisasinya tidak mengeluarkan izin, namun kehadiran pasukan Rusia dan Suriah sangat penting untuk memastikan situs sejarah itu tetap berada di tangan pemerintah.
"Kami menolak untuk memberikan izin, bahkan jika itu untuk ruangan kecil yang akan dibangun di dalam situs, apakah itu tentara Suriah, tentara Rusia atau orang lain. Kami tidak akan pernah memberikan izin tersebut karena ini akan melanggar hukum arkeologi," katanya seperti dikutip dari TIME, Selasa (17/5/2016).
Tentara Suriah, dibantu serangan udara Rusia berhasil merebut kota Palmyra dari ISIS pada bulan Maret lalu. Selama 10 bulan dikuasai ISIS, kelompok ekstrimis itu menghancurkan sejumlah bangun bersejarah yang dilindungi oleh UNESCO.
The American School of Oriental Research’s Cultural Heritage Initiative, organisasi warisan budaya Amerika Serikat (AS), memposting gambar dari citra satelit dan analisis dari perusahaan DigitalGlobe. Dalam gambar itu diketahui pembangunan pangkalan militer di tepi situs kuno yang rusak akibat ISIS, yang menguasai Palmyra selama 10 bulan.
Kepala Dinas Museum dan barang Antik, Maamoun Abdulkari mengatakan, Rusia tengah membangun barak kecil yang mencakup kantor dan klinik. Ia menyatakan, organisasinya tidak mengeluarkan izin, namun kehadiran pasukan Rusia dan Suriah sangat penting untuk memastikan situs sejarah itu tetap berada di tangan pemerintah.
"Kami menolak untuk memberikan izin, bahkan jika itu untuk ruangan kecil yang akan dibangun di dalam situs, apakah itu tentara Suriah, tentara Rusia atau orang lain. Kami tidak akan pernah memberikan izin tersebut karena ini akan melanggar hukum arkeologi," katanya seperti dikutip dari TIME, Selasa (17/5/2016).
Tentara Suriah, dibantu serangan udara Rusia berhasil merebut kota Palmyra dari ISIS pada bulan Maret lalu. Selama 10 bulan dikuasai ISIS, kelompok ekstrimis itu menghancurkan sejumlah bangun bersejarah yang dilindungi oleh UNESCO.
Credit Sindonews