NEW YORK
- Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK
PBB), 14 negara mengutuk pengakuan Amerika Serikat (AS) soal kedaulatan
Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dalam pertemuan darurat pada Rabu malam di New York, Amerika sendirian "dikeroyok" oleh 14 negara.
Dataran
Tinggi Golan sejatinya adalah tanah Suriah yang diduduki Israel dalam
perang Enam Hari 1967. Negara mayoritas Yahudi itu mulai menganeksasi
atau mencaplok wilayah itu tahun 1981 dan tidak diakui komunitas
internasional.
Debat dalam pertemuan darurat DK PBB dimulai
ketika Israel melancarkan serangan udara terhadap depot amunisi Iran di
dekat Aleppo, Suriah.
"Kami
telah mengalami serangan udara Israel di Aleppo. (Ada) kerusakan
materi. Pertahanan udara Suriah mencegat beberapa rudal yang
diluncurkan," Duta Besar Suriah untuk PBB Bashar Jaafari.
DK PBB
mengadakan pertemuan darurat untuk memprotes deklarasi administrasi
Trump awal pekan ini yang mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi
Golan.
"Pendapat publik dunia mengisolasi AS dan Israel, mereka
beroperasi di luar hukum internasional dan mereka merupakan ancaman
langsung terhadap perdamaian dan keamanan," kata Jaafri, yang telah
meminta DK PBB untuk mengadakan pertemuan darurat tersebut, seperti
dikutip The Jerusalem Post, Kamis (28/3/2019).
Suriah
bukan anggota DK PBB, tetapi diminta, bersama dengan Israel, untuk
bergabung dalam pertemuan darurat tersebut. Baik Jaafari maupun
negara-negara anggota DK PBB menjelaskan bahwa tindakan AS melanggar
resolusi 242 dan 497 DK PBB soal Dataran Tinggi Golan.
"Pemerintah
AS berusaha melindungi teman Israel-nya, tetapi ada risiko nyata bagi
perdamaian dan keamanan internasional," kata Jaafari.
Dia menuduh
AS membuat perang untuk menabur kekacauan di Timur Tengah dan sekarang
bertindak atas Golan dengan cara membantu Perdana Menteri Israel
Benjamin Netanyahu memenangkan pemilihan umum 9 April di negaranya.
Jaafari menyayangkan sikap lamban DK PBB dengan tidak mengambil langkah bagi pelanggar hukum internasional.
"Kelambanan
PBB ditambah dengan tindakan AS akan membuat orang di bawah pendudukan
hanya dengan satu pilihan, yang merupakan prinsip menggunakan kekuatan,
itu akan menjadi satu-satunya cara untuk memulihkan perdamaian," kata
Jaafari.
"Golan Arab Suriah adalah milik kami, itu akan kembali
kepada kami. Jangan salah arah dengan berpikir bahwa suatu hari tanah
ini akan menjadi milik Anda," kata Jaafari.
Kepada AS, dia
menyarankan bahwa jika ingin bersikap baik kepada Israel, mengapa tidak
memberikannya satu atau dua dari 50 negara bagiannya. "Beri Israel
beberapa negara jika pemerintahan ini benar-benar menginginkan dukungan
Israel," kata Jaafari.
Sementara
itu, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon berdalih Dataran Tinggi
Golan milik negaranya. "Tidak ada negara di dunia yang akan menyerahkan
tanah strategis kepada musuh yang paling berbahaya," katanya.
New York (CB) - PBB pada Rabu (27/3) menegaskan pendiriannya
mengenai Dataran Tinggi Golan, yang diduduki Israel, dilandasi atas
resolusi Dewan Keamanan dan Sidang Majelis Umum PBB.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Politik Rosemary DiCarlo mengatakan
dalam satu sidang Dewan Keamanan PBB bahwa PBB akan melanjutkan
pekerjaannya dengan landasan penghormatan penuh keutuhan wilayah dan
kedaulatan Suriah.
DiCarlo, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Suriah, SANA --yang
dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi, telah menjelaskan pengumuman
Presiden AS Donald Trump untuk "mengakui kedaulatan Israel" atas Dataran
Tinggi Golan akan mengakibatkan ketegangan lebih jauh di wilayah
tersebut.
Dalam kesempatan lain Wakil Tetap Suriah untuk PBB Dr. Bashar
Al-Jaafari, Rabu, mengatakan, "Saat kita bertemu guna membahas
pengumuman tidak sah Trump berkaitan dengan Dataran Tinggi Golan, milik
Suriah, pesawat penguasa pendudukan, Israel, melancarkan agresi ke
Aleppo."
Al-Jaafari menambahkan dalam sidang Dewan Keamanan PBB Suriah mengutuk
pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai Dataran Tinggi Golan dan
menganggapnya tindakan sepihak yang dilakukan oleh satu pihak yang tak
memiliki kapasitas politik, moral atau hukum untuk memutuskan nasib
rakyat dunia atau membuang tanah yang menjadi bagian dan paket wilayah
Suriah.
Wakil Tetap Suriah itu juga mengatakan tindakan sepihak AS adalah
persetujuan jelas bahwa Washington tidak lagi memberi kepentingan pada
PBB dan AS telah menarik persetujuannya dan pengakuannya pada keabsahan
internasional serta mengakhiri perannya sebagai penengan setiap proses
perdamaian.
Seekor kuda berjalan di salju di wilayah Golan yang
dikuasai Israel. Presiden AS Donald Trump telah mengakui klaim Israel
atas wilayah Golan, Senin (25/3).
Foto: AP
Malaysia tidak bisa menerima Trump mengakui pendudukan paksa di wilayah berdaulat.
CB,
KUALA LUMPUR -- Pemerintah Malaysia mengutuk keputusan Presiden Amerika
Serikat Donald Trump yang mengakui kedaulatan Israel atas Dataran
Tinggi Golan. "Dataran Tinggi Golan adalah bagian tak terpisahkan dari
Suriah dan akan selalu demikian," demikian pernyataan Kemenlu Malaysia.
Malaysia merasa tidak dapat menerima bahwa Amerika Serikat akan
mengakui pendudukan paksa dan ilegal atas tanah milik negara berdaulat.
"Tindakan ceroboh dan provokatif semacam itu tidak lain adalah
kemunafikan yang paling buruk. Itu sepenuhnya membatalkan argumen AS
sendiri tentang Krimea," katanya.
Mengutip Deklarasi
Krimea, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa tidak ada
negara yang dapat mengubah perbatasan negara lain dengan paksa. Krimea
adalah wilayah sengketa yang melibatkan Rusia dan Ukraina.
"Ini
membuktikan bahwa AS telah bertindak dengan cara yang tidak layak bagi
negara besar dan telah memilih untuk mengisolasi diri dari komunitas
internasional," katanya.
Dia mengatakan keputusan itu tidak
menunjukkan minat dalam menemukan solusi abadi untuk konflik Timur
Tengah. "Ini menunjukkan pengabaian total AS terhadap hukum
internasional. Ini mengabaikan kenyataan di lapangan dan memicu
ketegangan di wilayah tersebut," katanya.
Pemerintah
Indonesia juga menolak secara tegas adanya pengakuan atas Dataran Tinggi
Golan sebagai bagian dari Israel. Pengakuan ini dianggap tidak kondusif
bagi upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Melalui
keterangan tertulis yang diunggah dalam situs resmi Kementerian Luar
Negeri RI, Indonesia menyatakan tetap mengakui Dataran tinggi Golan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah kedaulatan Republik
Suriah yang saat ini diduduki Israel pascaperang 1967.
Posisi
Indonesia ini berdasarkan pada prinsip dalam Piagam PBB mengenai
penghormatan atas kedaulatan dan integritas teritorial setiap negara,
serta berbagai elemen yang terkandung pada resolusi-resolusi Dewan
Keamanan terkait Dataran Tinggi Golan.
Indonesia mendesak
masyarakat internasional untuk terus menghormati hukum internasional dan
piagam PBB serta tetap berpedoman kepada Resolusi PBB terkait dalam
mendorong proses perdamaian di kawasan Timur Tengah.
Jakarta, CB -- Uni Eropa menyatakan bahwa negara anggotanya tidak akan mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) dalam mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengeluarkan
pernyataan atas nama negara-negara anggota mengulangi pandangan lama
mereka.
"Posisi Uni Eropa dalam hal status Dataran Tinggi Golan tidak berubah," katanya seperti dikuti dari AFP, Rabu (27/3).
Pernyataan
tersebut dikeluarkan menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk
membahas masalah pengakuan AS terhadap kedaulatan Israel di Dataran
Tinggi Golan.
"Sejalan dengan hukum internasional dan
resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 497, Uni Eropa tidak mengakui
kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki," katanya.
Sebagai informasi pada Senin lalu Presiden AS Donald Trump
menandatangani proklamasi yang mengakui pencaplokan strategis Israel
atas Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada 1981 lalu.
Padahal,
pencaplokan yang dilakukan Israel atas wilayah tersebut belum diakui
secara internasional. Kebijakan Trump tersebut memancing reaksi dari
sejumlah negara.
Salah satunya dari Indonesia yang mengecam
kebijakan AS tersebut. Kementerian Luar Negeri menyatakan langkah Trump
tidak kondusif bagi upaya perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.
"Indonesia
menolak secara tegas adanya pengakuan kepada Daratan Tinggi Golan
sebagai bagian dari Israel. Pengakuan ini tidak kondusif bagi upaya
penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan," bunyi pernyataan Kemlu RI
melalui situsnya pada Selasa (26/3).
Indonesia menyatakan tetap mengakui Dataran tinggi Golan sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari Suriah, dan saat ini masih dicaplok
Israel sejak Perang Enam Hari pada 1967.
Kecaman sama juga
disampaikan Arab Saudi. Mereka memandang pengakuan yang diberikan AS
terhadap kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan telah melanggar
hukum internasional.
"Arab Saudi menyatakan menolak keras dan
mengecam pemerintah AS yang mengakui kedaulatan Israel wilayah
pendudukan Dataran Tinggi Golan," demikian pernyataan Kerajaan Arab
Saudi yang disampaikan Kantor Berita SPA.
Kerajaan Arab Saudi
sampai saat ini masih mengakui Dataran Tinggi Golan adalah wilayah
Suriah yang dicaplok Israel. Menurut mereka klaim AS atas kedaulatan
Israel terhadap wilayah itu sama saja melanggar piagam dan resolusi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Rakyat Suriah memprotes pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai Dataran Tinggi Golan. (SANA)
Jakarta (CB) - Indonesia menolak secara tegas adanya pengakuan atas Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel.
Pengakuan ini dianggap tidak kondusif bagi upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Melalui keterangan tertulis yang diunggah dalam situs resmi Kementerian
Luar Negeri RI, Rabu, Indonesia menyatakan tetap mengakui Dataran tinggi
Golan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari wilayah kedaulatan
Republik Suriah yang saat ini diduduki Israel pascaperang 1967.
Posisi Indonesia ini berdasarkan pada prinsip dalam Piagam PBB mengenai
penghormatan atas kedaulatan dan integritas teritorial setiap negara,
serta berbagai elemen yang terkandung pada resolusi-resolusi Dewan
Keamanan terkait Dataran Tinggi Golan.
Resolusi yang dimaksud antara lain Resolusi 242 (1967), 338 (1973) dan
497 (1981) yaitu penolakan terhadap perolehan suatu wilayah yang
dilakukan secara paksa, penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah
Dataran Tinggi Golan, penolakan terhadap jurisdiksi hukum Israel atas
Dataran Tinggi Golan , serta penegasan bahwa langkah Israel untuk
menduduki Dataran Tinggi Golan adalah tidak sah dan tidak memiliki
dampak hukum internasional
Indonesia mendesak masyarakat internasional untuk terus menghormati
hukum internasional dan piagam PBB serta tetap berpedoman kepada
Resolusi PBB terkait dalam mendorong proses perdamaian di kawasan Timur
Tengah.
Rakyat Suriah menggelar protes terhadap pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai Dataran Tinggi Golan. (SANA - Suriah)
New York (CB) - Wakil Tetap Suriah untuk PBB Dr. Bashar
Al-Jaafari, Rabu (27/3), mengatakan, "Saat kita bertemu guna membahas
pengumuman tidak sah Trump berkaitan dengan Dataran Tinggi Golan, milik
Suriah, pesawat penguasa pendudukan, Israel, melancarkan agresi ke
Aleppo."
Ia menambahkan sistem pertahanan udara Suriah mencegat agresi tersebut
dan menembak jatuh sejumlah rudal musuh, yang ditembakkan ke wilayah
industri di bagian timur Aleppo.
Al-Jaafari menambahkan dalam sidang Dewan Keamanan PBB Suriah mengutuk
pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai Dataran Tinggi Golan dan
menganggapnya tindakan sepihak yang dilakukan oleh satu pihak yang tak
memiliki kapasitas politik, moral atau hukum untuk memutuskan nasib
rakyat dunia atau membuang tanah yang menjadi bagian dan paket wilayah
Suriah.
Ia menegaskan bahwa perbuatan AS mencerminkan kecenderungan berbahaya
yang tak pernah ada sebelumnya ke arah penghindaran hukum internasional
dan penghinaan terhadap PBB, demikian laporan Kantor Berita Suriah, SANA
--yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. Tindakan AS itu, kata
Al-Jaafari, merupakan pukulan terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan
PBB dan Sidang Majelis Umum berkaitan dengan tak terhindarkannya untuk
mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Arab dan penarikannya dari
wilayah tersebut sampai garis 4 Juni 1967.
Wakil Tetap Suriah itu juga mengatakan tindakan sepihak AS adalah
persetujuan jelas bahwa Washington tidak lagi memberi kepentingan pada
PBB dan AS telah menarik persetujuannya dan pengakuannya pada keabsahan
internasional serta mengakhiri perannya sebagai penengan setiap proses
perdamaian.
"Rakyat Suriah menganggap AS sebagai musuh, negara penjahat yang
menduduki sebagian tanah mereka setelah Amerika Serikat mengakibatkan
tewasnya ribuan orang Suriah dan menghancurkan prasarana serta
ekonominya," tambah Al-Jaafari.
Ia menegaskan bahwa rakyat Suriah menganggap pengumuman Trump sebagai
ancaman terhadap keamanan dan perdamaian internasional serta langkah
yang gagal untuk memanipulasi sejarah dan geografi.
"Suriah kembali menegaskan Dataran Tinggi Golan akan kembali ... AS dan
Israel tak bisa berpendapat bahwa tanah Suriah dapat menjadi alat
tawar-menawar jahat," kata Al-Jaafari.
Ia menambahkan Suriah menghargai pendirian internasional yang
dikeluarkan setelah pengumuman AS dan mengatakan pendirian tersebut
telah membuktikan kepada pendapat masyarakat dunia mengenai keterkucilan
AS dan Israel.
Presiden Donald Trump dan Perdana
Menteri Israel Benjamin Netanyahu menunjukkan dokumen keputusan AS
terkait status Dataran Tinggi Golan saat Netanyahu meninggalkan Gedung
Putih, AS, Senin (25/3/2019) REUTERS/Leah Millis (REUTERS/LEAH MILLIS)
New York (CB) - Biro Koordinasi Gerakan Non-Blok (NAM) di New
York dengan keras mengutuk pengumuman Presiden AS Donald Trump mengenai
Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel, dan
menegaskan tindakan itu sewenang-wenang dan tidak sah.
Biro Koordinasi tersebut, di dalam satu pernyataan yang dikeluarkan pada
Selasa (26/3) di New York, menyeru Dewan Keamanan agar memikul
tanggung-jawabnya dan mengutuk provokasi AS dengan jelas, kata Kantor
Berita Suriah, SANA --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam.
Sebabnya ialah tindakan itu merupakan peningkatan berbahaya dan
pelanggaran terhadap hukum internasional serta sasaran dan prinsip PBB
dan resolusi terkaitnya, terutama Resolusi No, 497 Dewan Keamanan pada
tahun 1981.
Biro tersebut merujuk kepada Dokumen Akhir Pertemuan Puncak Ke-17 Kepala
Negara dan Pemerintah Gerakan Non-Blok, yang diselenggarakan di
Venezuela pada 2016.
Biro itu menyatakan dokumen akhir tersebut menegaskan bahwa semua
tindakan yang telah dilakukan atau akan dilakukan oleh Israel sebagai
penguasa pendudukan dengan tujuan mengubah status demografis dan hukum
Dataran Tinggi Golan dan status kelembagaannya serta tindakan yang
dilakukan oleh penguasa pendudukan Israel untuk menerapkan kekuasaannya
dan administrasinya adalah tidak dan batal demi hukum dan tidak memiliki
dampak hukum.
Pernyataan itu mengatakan para kepala negara dan pemerintah NAM menuntut
penguasa pendudukan Israel mesti mematuhi Resolusi No.497 Dewan
Keamanan melalui penarikan penuh dari Dataran Tinggi Golan ke garis 4
Juni 1967, dalam pelaksanaan Resolusi No. 242 dan 338 Dewan Keamanan.
NEW YORK
- Suriah menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan
mendesak terkait keputusan Amerika Serikat (AS) mengakui Dataran Tinggi
Golan sebagai wilayah Israel.
Dalam sepucuk surat, misi Suriah
untuk PBB meminta presiden dewan, yang dipegang Prancis, untuk
menjadwalkan pertemuan mendesak guna membahas situasi di Golan Suriah
yang diduduki dan pelanggaran baru-baru ini yang melanggar resolusi
Dewan Keamanan terkait oleh negara anggota tetap.
Kepresidenan
Dewan Keamanan PBB yang dipegang Prancis tidak segera menjadwalkan
pertemuan itu dan para diplomat mengatakan akan ada diskusi di dewan
tentang permintaan itu seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (28/3/2019).
DK
PBB dijadwalkan untuk membahas krisis terbaru pada hari Rabu waktu
setempat selama pertemuan tentang memperbarui mandat pasukan penjaga
perdamaian PBB yang dikerahkan antara Israel dan Suriah di Golan, yang
dikenal sebagai UNDOF.
Lima negara Eropa yang mempunyai kursi di
Dewan Keamanan PBB sebelumnya menolak keputusan Trump dan menyuarakan
keprihatinan bahwa langkah AS akan memiliki konsekuensi luas di Timur
Tengah.
Dua sekutu terdekat Washington - Inggris dan Prancis -
bergabung dengan Belgia, Jerman dan Polandia untuk menyatakan bahwa
posisi Eropa tidak berubah dan Golan tetap menjadi wilayah Suriah yang
diduduki Israel, sejalan dengan hukum internasional yang diabadikan
dalam resolusi PBB.
Penjabat
Duta Besar AS Jonathan Cohen mengatakan dalam pertemuan dewan di Timur
Tengah bahwa Washington telah membuat keputusan untuk menentang Presiden
Suriah Bashar al-Assad dan Iran.
"Untuk memungkinkan Dataran
Tinggi Golan dikendalikan oleh orang-orang seperti rezim Suriah dan Iran
akan menutup mata terhadap kekejaman rezim Assad dan memfitnah serta
mendestabilisasi kehadiran Iran di kawasan itu," kata Cohen.
"Tidak mungkin ada perjanjian damai yang tidak memuaskan memenuhi kebutuhan keamanan Israel di Dataran Tinggi Golan," tambahnya.
China
dan Rusia berbicara menentang keputusan AS selama pertemuan dewan,
seperti halnya Indonesia dan Afrika Selatan, dua negara yang sangat
mendukung Palestina, bersama dengan Kuwait, sekutu AS di wilayah
tersebut.
Presiden Donald Trump pada hari Senin menandatangani
dekrit di mana AS mengakui pencaplokan Israel atas dataran tinggi
strategis, meskipun resolusi PBB mengakui Golan sebagai wilayah yang
diduduki Israel.
Israel menduduki Dataran Tinggi Golan dari
Suriah selama Perang Arab-Israel 1967 dan terus menduduki sekitar dua
pertiga wilayah Dataran Tinggi Golan yang lebih luas sebagai akibat
langsung dari konflik.
Pada
tahun 1981, Israel secara resmi mencaplok wilayah tersebut, dalam suatu
tindakan yang dengan suara bulat ditolak pada saat itu oleh Dewan
Keamanan PBB.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan
Presiden Lebanon Michael Aoun menyampaikan dukungan mereka buat upaya
Suriah memerangi terorisme. (SANA - Suriah)
Moskow (CB) - Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Lebanon
Michael Aoun kembali menyampaikan dukungan negara mereka terhadap upaya
Suriah memerangi terorisme.
Mereka juga menegaskan tak ada pengganti bagi penyelesaian politik atas krisis Suriah.
Rusia pada Rabu menyatakan kedua presiden tersebut mengatakan di dalam
satu pernyataan bersama yang mereka keluarkan setelah pertemuan mereka
di Kremlin pada Selasa (26/3) bahwa Rusia dan Lebanon menghormati
kedaulatan dan keutuhan wilayah Suriah dan keduanya berpegang pada
prinsip yang dilandasi atas sikap bahwa tak ada pengganti bagi
penyelesaian krisis di Suriah melalui cara damai.
Kedua presiden menyampaikan dukungan bagi penyelesaian krisis di Suriah
melalui cara diplomatik dengan landasan Resolusi No. 2254 Dewan Keamanan
dan keputusan Kongres Dialog Nasional Suriah di Sochi.
Di dalam pernyataan mereka, kedua presiden tersebut menyampaikan
dukungan kuat bagi upaya yang dilancarkan oleh Pemerintah Suriah bersama
dengan sekutunya dalam memerangi terorisme, terutama Da'esh (ISIS) dan
organisasi gerilyawan Jabhat An-Nusra serta organisasi lain yang
berafiliasi kepada mereka.
Pernyataan itu memuji keefektifan pertemuan Astana dalam melicinkan
jalan buat kondisi yang kondusif bagi dilaksanakannya proses politik
untuk menyelesaikan krisis di Suriah.
Kedua presiden tersebut menyerukan dorongan ke arah upaya terpadu untuk
menjamin kepulangan semua orang Suriah yang mengungsi ke tempat asal
mereka setelah semuanya dibebaskan dari pelaku teror.
DAMASKUS
- Tentara Suriah berhasil mencegat beberapa rudal yang ditembakkan oleh
jet Israel selama serangan di zona industri sebelah utara kota Aleppo.
Serangan itu hanya menyebabkan kerusakan material saja.
"Agresi
Israel menargetkan beberapa posisi di zona industri Sheikh Najar dan
sejumlah rudal musuh dijatuhkan," bunyi sebuah pernyataan militer Suriah
seperti dikutip dari Reuters, Kamis (28/3/2019).
Para
pakar militer mengatakan Aleppo adalah salah satu area utama yang
memiliki kehadiran militer pasukan elit Iran, Garda Revolusi, yang kuat
di mana Aleppo mendukung milisi lokal selama bertahun-tahun berjuang
bersama tentara Suriah untuk mengalahkan gerilyawan.
Israel,
yang menganggap Teheran sebagai ancaman terbesarnya, telah berulang
kali menyerang sasaran Iran di Suriah dan orang-orang dari milisi
sekutu, termasuk Hizbullah Lebanon.
Perdana Menteri Benjamin
Netanyahu mengatakan Israel telah melakukan "ratusan" serangan selama
beberapa tahun terakhir perang Suriah untuk membatasi Iran dan sekutunya
Hizbullah.
Dengan pemilu yang semakin dekat, pemerintah Israel
telah meningkatkan serangannya di Suriah dan juga mengambil sikap yang
lebih keras terhadap Hizbullah di perbatasan dengan Lebanon.
BEIRUT
- Pemimpin Hizbullah menyerukan "perlawanan" atas keputusan Amerika
Serikat (AS) mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.
Dalam
pidato yang disiarkan televisi, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah
mengatakan satu-satunya pilihan yang tersisa bagi Suriah untuk mengambil
kembali tanah mereka - dan bagi rakyat Palestina untuk mencapai hak-hak
sah mereka - adalah perlawanan.
Dia menggambarkan langkah Trump sebagai titik balik yang penting dalam sejarah konflik Arab-Israel.
"Keputusan
Trump memberikan pukulan telak pada apa yang disebut proses perdamaian
di wilayah tersebut, yang dibangun di atas (konsep) tanah dengan imbalan
perdamaian," ujarnya seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis
(28/3/2019).
Ia juga menyerukan Liga Arab, yang telah
menangguhkan keanggotaan Suriah atas penindasan berdarah terhadap protes
yang mengarah ke perang, untuk mengambil tindakan pada pertemuan puncak
pada akhir bulan nanti di Tunis.
"Blok dengan 21 anggota harus
menyerukan penarikan inisiatif perdamaian Arab dari meja perundingan
tentang masalah Israel-Palestina," katanya.
Inisiatif, yang lahir
pada tahun 2002 di Beirut, menyerukan agar Israel menarik diri dari
semua tanah yang didudukinya pada tahun 1967, dengan imbalan normalisasi
antara semua negara Arab dan Israel.
Presiden
AS Donald Trump pada hari Senin secara resmi mengakui kedaulatan Israel
atas wilayah perbatasan strategis, yang direbut dari Suriah pada tahun
1967. Negara Zionis itu kemudian menganeksasi Golan pada tahun 1981
dalam suatu langkah yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.
Keputusan
Trump terhadap Golan memicu kecaman dari Liga Arab, serta beberapa
negara regional, termasuk Libanon, Turki, Iran dan Arab Saudi.
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang beranggotakan 57 orang juga
mengecam langkah itu, menyebutnya pelanggaran terang-terangan terhadap
hukum internasional.
BEIRUT
- Hizbullah memperingatkan bahwa Amerika Serikat (AS) selanjutnya dapat
memilih untuk mengakui "kedaulatan" Israel atas Tepi Barat, Palestina
yang diduduki Tel Aviv. Hal ini, menurut Hizbullah dapat terjadi jika
dunia Arab tidak bertindak.
"Ketika seluruh dunia mengizinkan
(Presiden AS Donald) Trump untuk mendeklarasikan Yerusalem sebagai Ibu
Kota abadi Israel, dan khususnya dunia Arab tetap diam, ini membuka
jalan bagi semua pelanggaran AS," kata pemimpin Hizbullah, Hassan
Nasrallah.
Nasrallah mengatakan, ketika institusi dan hukum
internasional gagal untuk melayani agenda Amerika dan kepentingan
mereka, AS hanya mengabaikannya dengan secara tidak hormat. Dunia
internasional, lanjut Nasrallah, kemudian hanya diam dan menyaksikan AS
melanggar semua batas yang ada.
"Apa
yang disebut 'komunitas internasional' tidak dapat melindungi hak apa
pun dari rakyat apa pun, termasuk kepemilikan tanah dan kedaulatan,
mengambil kembali tanah yang ditaklukkan seperti apa yang terjadi di
Golan atau apa yang terjadi sebelumnya di Yerusalem," ucapnya.
"Kita
harus bersiap-siap Trump mengakui kedaulatan Israel atas Tepi Barat,"
sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir PressTV pada Rabu
(27/3).
Dia
mengatakan, langkah potensial seperti itu adalah bagian dari
kesepakatan abad ini, yang merupakan proposal Washington untuk proses
penyelesaian konflik Israel-Palestina. Proposal, yang belum diumumkan
secara publik itu, telah ditolak oleh Palestina.
"Mereka dapat
mengatakan bahwa rakyat Palestina dapat pergi dan tinggal di Gaza,"
ungkapnya, membayangkan pengusiran warga Palestina dari Tepi Barat
sebagai bagian dari rencana AS. Dia menambahkan bahwa dunia Arab untuk
menggunakan "hati nurani" yang tersisa untuk mencegah hal ini.
NEW YORK
- Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya mengatakan, militan
dan White Helmets sedang mempersiapkan serangan kimia baru di Idlib,
Suriah.
"Kelompok teroris Hayat Tahrir al-Sham sekarang pada
dasarnya mengendalikan 90 persen provinsi, dan para teroris melanjutkan
serangan provokatif mereka terhadap pasukan pemerintah," kata Nebenzia.
"Kami
sangat prihatin dengan informasi baru yang menyatakan bahwa para
pejuang Hayat Tahrir al-Sham dengan dukungan White Helmets yang terkenal
sedang mempersiapkan acara-acara baru dengan menggunakan unsur-unsur
beracun," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (28/3/2019).
Awal
tahun ini, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa White Helmets
telah mengerahkan peralatan di beberapa rumah sakit di provinsi Idlib
Suriah untuk membuat film serangan kimia false flag dan menyalahkan
Damaskus.
Moskow dan Damaskus pada banyak kesempatan menunjukkan
bahwa White Helmets telah melakukan sejumlah provokasi di Suriah yang
melibatkan penggunaan senjata kimia untuk menyalahkan pemerintah Suriah
dan memberi negara-negara Barat pembenaran untuk intervensi di Republik
Arab itu.
LSM yang terkenal itu berulangkali tertangkap basah
melakukan pementasan dan pembuatan film serangan false flag. April lalu,
kelompok itu mempublikasikan rekaman yang menampilkan para dokter di
rumah sakit Douma merawat pasien yang menderita serangan kimia oleh
Angkatan Darat Suriah.
Laporan-laporan tentang penggunaan
bahan-bahan kimia yang diklaim di Ghouta Timur muncul pada 7 April 2018
di beberapa media, mengutip militan di darat.
Sejumlah
negara Barat, termasuk Prancis, Amerika Serikat (AS) dan Inggris,
dengan cepat menerima klaim tersebut dan langsung menuduh Presiden
Suriah Bashar al-Assad telah menjatuhkan bom klorin pada warga sipil.
Damaskus dengan keras membantah tuduhan itu, mengecam serangan tersebut
sebagai provokasi bertahap untuk membenarkan potensi intervensi asing.
Idlib
sendiri adalah salah satu wilayah Suriah terakhir di mana militan,
termasuk teroris Jabhat Nusra, masih dilaporkan aktif. Selain itu,
banyak militan telah dibawa ke wilayah itu dari daerah lain di bawah
kesepakatan dengan pihak berwenang.
MOSKOW
- Rusia balik menyerang Amerika Serikat (AS) saat didesak untuk menarik
pasukannya dari Venezuela. Moskow mendesak Washington untuk memenuhi
janjinya untuk menarik pasukan di Suriah sebelum memberikan pernyataan
tentang tentara Rusia di Venezuela.
Juru bicara Kementerian Luar
Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan, Presiden Donald Trump harusnya
terlebih dahulu memenuhi janjinya untuk menarik pasukan AS dari Suriah
sebelum menyerukan Rusia untuk "keluar" dari Venezuela.
"Sebelum
memberikan saran kepada seseorang untuk pergi dari suatu tempat, Amerika
Serikat perlu menerapkan konsepnya sendiri untuk menarik diri,
khususnya, dari Suriah. Sebulan telah berlalu. Saya ingin mereka
mengklarifikasi apakah mereka telah menarik atau tidak? Sebelum
mengambil alih kepentingan sah negara-negara lain, saya akan menyarankan
pemerintah AS memenuhi janji yang dibuat kepada masyarakat
internasional", kata Zakharova seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (28/3/2019).
Zakharova menyatakan AS memicu kekacauan global dengan langkah-langkah yang kacau dan tak terduga.
Zakharova
juga mengatakan bahwa negara-negara Barat bersikap munafik ketika
mereka mengklaim bahwa Venezuela membutuhkan bantuan kemanusiaan, tetapi
bagaimanapun juga membekukan rekening bank Caracas di seluruh dunia.
"London,
struktur perbankan dunia, di bawah tekanan dari Washington, telah
membekukan, mencuri USD30 miliar, dan sekarang mereka menawarkan bantuan
kemanusiaan, obat-obatan, makanan dengan uang receh milik negara ini.
Dan kemunafikan global ini fantastis," kata Zakharova.
Pada
hari Sabtu, sekelompok personel militer Rusia tiba di Ibu Kota
Venezuela, Caracas, untuk ambil bagian dalam konsultasi dengan para
pejabat negara mengenai kerja sama industri pertahanan. Menurut laporan
media, sekitar 100 staf militer Rusia tiba di Caracas dengan naik dua
pesawat, yang juga mengantarkan 35 ton kargo.
Trump
mengatakan pada pertemuan di Gedung Putih pada hari Rabu bahwa Rusia
harus keluar dari Venezuela. Ketika ditanya bagaimana hal itu dapat
dilakukan, dia menambahkan bahwa semua opsi terbuka.
Pasukan AS telah beroperasi di Suriah sebagai bagian dari koalisi
internasional untuk memerangi kelompok teroris ISIS selama sekitar lima
tahun tanpa izin dari Damaskus atau Dewan Keamanan PBB. Trump
mengejutkan sekutunya pada bulan Desember dengan mengumumkan penarikan
2.000 tentara dari Suriah.
MOSKOW
- Keputusan Amerika Serikat (AS) mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai
wilayah Israel diambil mengkangkangi Dewan Keamanan PBB dan mengabaikan
dialog PBB tentang masalah ini. Hal itu dikatakan Ketua Majelis Rendah
Rusia, Duma, Vyacheslav Volodin.
"Semua anggota komunitas
internasional harus menyuarakan pendapat mereka tentang masalah ini,"
katanya dalam pertemuan dengan Presiden Libanon Michel Aoun.
"Perkembangan seperti itu dapat mengarah pada situasi di mana semua orang saling bertarung," tegasnya.
"Aturan kekuatan akan mendominasi. Ini adalah jalan raya menuju perang,” cetusnya seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (27/3/2019).
Pada
hari Senin, Presiden AS Donald Trump menandatangani deklarasi yang
mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang direbut oleh
Israel dari Suriah selama Perang Enam Hari 1967 dan secara resmi
dianeksasi oleh negara Yahudi pada tahun 1981.
Menanggapi
keputusan AS, PBB mengingatkan bahwa Dewan Keamanan PBB dalam resolusi
Desember 1981 menyebut pencaplokan Dataran Tinggi Golan Israel batal
demi hukum dan tanpa efek hukum internasional dan posisi ini tidak
berubah. Rusia, Turki, dan Liga Arab juga mengutuk langkah itu.
KAIRO
- Liga Arab mengecam keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald
Trump untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Badan
yang berbasis di Kairo, Mesir itu kemudian menyebut pengesahan wilayah
pendudukan Israel saat ini menjadi arah kebijakan AS.
"Pengumuman
Amerika tidak mengubah status hukum Golan dengan cara apa pun. Dataran
Tinggi Golan tetap menduduki wilayah Suriah. Semua ini akan dibahas pada
KTT (Liga Arab) minggu depan di Tunisia," kata Liga Arab.
"Legitimasi
pendudukan (Israel) adalah orientasi baru kebijakan AS, yang telah
sepenuhnya kompatibel dengan posisi dan keinginan Israel," sambungnya
dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency pada Selasa
(26/3).
Sebelumnya
diwartakan, kemarin Trump resmi menandatangani dekrit yang menyatakan
AS mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, pada Senin
waktu Washington. Pemimpin Amerika itu mengabaikan kecaman internasional
yang menentang pengakuan sepihak soal status wilayah tersebut.
Perdana
Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di Gedung Putih dan
menyaksikan Trump meneken dekrit tersebut. Sebelum penandatanganan,
Netanyahu membuat pernyataan pujian kepada Trump, di mana pemimpin
Amerika itu dibandingkan dengan sosok kaisar Persia, Cyrus, sebagai
pembela heroik orang-orang Yahudi.
Dataran Tinggi Golan sendiri
sejatinya adalah wilayah Suriah. Namun diduduki Israel selama Perang
Enam Hari 1967. Wilayah itu resmi dianeksasi oleh pemerintah Israel pada
tahun 1981 dan difungsikan sebagai pos militer dan pertanian yang
strategis.
Jakarta, CB -- Lima negara Eropa yang duduk di Dewan Keamanan PBB, Belgia, Inggris, Prancis, Jerman dan Polandia pada Selasa (26/3) memutuskan untuk menolak keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel.
Mereka
menyuarakan keprihatinan atas langkah yang diambil Trump tersebut dan
bersikukuh bahwa Golan merupakan wilayah Suriah. Menurut mereka, langkah
Trump bisa memiliki konsekuensi luas.
"Kami tidak mengakui
kedaulatan Israel atas wilayah-wilayah yang diduduki Israel sejak Juni
1967, termasuk Dataran Tinggi Golan, dan kami tidak menganggap mereka
sebagai bagian dari wilayah negara Israel," kata Duta Besar Belgia Marc
Pesteen de Buytswerve seperti dikutip dari AFP, Rabu (27/3).
Presiden
Trump pada Senin (25/3) lalu menandatangani proklamasi berisikan
pengakuan AS atas kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan.
Penjabat Duta Besar AS Jonathan Cohen mengatakan keputusan dibuat untuk menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Iran.
Keputusan tersebut
langsung ditentang banyak negara. Rusia dan Cina bahkan sudah berbicara
akan menentang keputusan AS tersebut saat pertemuan Dewan PBB.
Tentangan
yang sama juga dilakukan oleh Indonesia dan Afrika Selatan, dua negara
yang selama ini mendukung kemerdekaan Palestina.
PBB sendiri dijadwalkan akan membahas kebijakan AS atas Dataran Tinggi Golan Rabu (27/3) ini.
Latihan militer pasukan Israel di Dataran Tinggi Golan. (REUTERS/Nir Elias)
Jakarta, CB -- Pihak-pihak yang menentang keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan Dataran Tinggi Golan
sebagai wilayah Israel semakin bertambah. Negara-negara teluk seperti
Abi Dhabi hingga Iran menyatakan hal itu sama saja melanggar hukum
internasional.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (26/3),
protes atas keputusan Trump itu datang dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab,
Bahrain, Qatar, Kuwait, Libanon, dan Iran. Presiden Iran, Hassan
Rouhani, mencibir sikap Trump yang disebut semakin tidak bisa
diperkirakan.
"Tidak ada yang bisa membayangkan seseorang di AS
datang dan memberikan tanah suatu negara kepada negara lain yang
mendudukinya, melawan seluruh hukum dan kesepakatan internasional," kata
Rouhani.
Sedangkan Presiden Libanon, Michel Aoun,
menganggap keputusan Trump terkait Dataran Tinggi Golan bertentangan
dengan hukum internasional.
"Dunia menyaksikan hari yang kelabu," cuit Aoun.
Pemerintah
Indonesia turut mengecam langkah Trump yang mengakui kedaulatan Israel
atas Dataran Tinggi Golan. Kementerian Luar Negeri menyatakan langkah
Trump tidak kondusif bagi upaya perdamaian dan stabilitas di Timur
Tengah.
"Indonesia menolak secara tegas adanya pengakuan kepada
Daratan Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel. Pengakuan ini tidak
kondusif bagi upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan," bunyi
pernyataan Kemlu RI melalui situsnya.
Indonesia
menyatakan tetap mengakui Dataran tinggi Golan sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari Suriah, dan saat ini masih dicaplok Israel sejak Perang
Enam Hari pada 1967.
Kemlu RI mengatakan posisi Indonesia
tersebut berdasarkan prinsip yang tertuang dalam piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai penghormatan atas kedaulatan dan integritas
teritorial setiap negara.
Status Dataran Tinggi Golan sebagai
bagian dari wilayah Suriah juga tertuang dalam sejumlah resolusi Dewan
Keamanan PBB seperti Resolusi 242 (1967), 338 (1973) dan 497 (1981).
Israel memang mencaplok Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam Perang
Enam Hari pada 1967 silam. Mereka menganeksasi Dataran Tinggi Golan
secara efektif pada 1981, tapi tak pernah diakui oleh komunitas
internasional.
MANAMA
- Bahrain mengaku menyesali keputusan Amerika Serikat (AS) yang
mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Manama menyerukan
AS untuk menghormati hukum internasional.
"Kementerian
Luar Negeri Bahrain menegaskan kembali posisinya bahwa Dataran Tinggi
Golan adalah wilayah Arab dan Suriah, diduduki oleh Israel sejak Juni
1967, seperti yang dikonfirmasi oleh resolusi Dewan Keamanan PBB," kata
kementerian itu, seperti dilansir Al Arabiya pada Selasa (26/3).
Sebelumnya,
kecaman dan penolakan juga telah disampaikan oleh sejumlah negara.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri menegaskan menolak
keputusan yang dibuat oleh Amerika Serikat (AS) terkait dengan Dataran
Tinggi Golan.
"Indonesia
tetap mengakui Dataran tinggi Golan sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari wilayah kedaulatan Republik Suriah, yang saat ini diduduki Israel
pasca perang 1967," kata Kemlu RI.
Juru bicara
Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova menyatakan Moskow
menyayangkan keputusan yang diambil oleh Presiden AS, Donald Trump itu.
Dia menyebut langka Trump untuk menandatangani dekrit yang mengakui
kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan dapat memperburuk situasi di
Timur Tengah.
Sementara itu, Turki menyebut keputusan merupakan pelanggaran berat
hukum internasional, khususnya Resolusi 497 Dewan Keamanan PBB tahun
1981.
"Ini menunjukkan bahwa Pemerintah AS melanjutkan
pendekatannya untuk menjadi bagian dari masalah, bukan bagian dari
solusi di Timur Tengah," kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Ilustrasi gedung Kementerian Luar Negeri Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia turut mengecam langkah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Kementerian Luar Negeri menyatakan langkah Trump tidak kondusif bagi upaya perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.
"Indonesia
menolak secara tegas adanya pengakuan kepada Daratan Tinggi Golan
sebagai bagian dari Israel. Pengakuan ini tidak kondusif bagi upaya
penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan," bunyi pernyataan Kemlu RI
melalui situsnya pada Selasa (26/3).
Indonesia menyatakan tetap
mengakui Dataran tinggi Golan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
Suriah, dan saat ini masih dicaplok Israel sejak Perang Enam Hari pada
1967.
Kemlu RI mengatakan posisi Indonesia tersebut
berdasarkan prinsip yang tertuang dalam piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai penghormatan atas kedaulatan dan integritas
teritorial setiap negara.
Status Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari wilayah
Suriah juga tertuang dalam sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB seperti
Resolusi 242 (1967), 338 (1973) dan 497 (1981).
Sejumlah resolusi
itu mencakup penolakan terhadap perolehan suatu wilayah yang dilakukan
secara paksa, penarikan mundur pasukan Israel dari Dataran Tinggi Golan,
penolakan terhadap yurisdiksi hukum Israel atas Dataran Tinggi Golan,
penegasan bahwa langkah Israel untuk menduduki Dataran Tinggi Golan
adalah tidak sah dan tidak memiliki dampak hukum internasional.
"Indonesia
mendesak masyarakat internasional untuk terus menghormati hukum
internasional dan piagam PBB serta tetap berpedoman kepada Resolusi PBB
terkait dalam mendorong proses perdamaian di kawasan Timur Tengah."
Pernyataan itu diutarakan Indonesia menyusul langkah Trump yang secara
sepihak mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Pengakuan
itu disampaikan Trump saat bertemu dengan Perdana Menteri Israel
Benjamin Netanyahu di Washington pada Senin (25/3) kemarin.
Dengan tersenyum, Netanyahu menyaksikan langsung saat Trump menandatangani dokumen deklarasi tersebut di Gedung Putih.
"Keputusan Anda untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan sangat bersejarah," ujar Netanyahu kepada Trump.
Israel
memang mencaplok Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam Perang Enam
Hari pada 1967 silam. Mereka menganeksasi Dataran Tinggi Golan secara
efektif pada 1981, tapi tak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Netanyahu disebut telah lama mendorong AS mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayahnya.
Pada Jumat pekan lalu, Trump akhirnya mengumumkan rencananya itu melalui akun Twitter pribadinya.
Suriah
dan sejumlah negara di Timur Tengah lainnya pun mengecam rencana Trump
mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Mereka menganggap
hal tersebut melanggar hukum internasional.
Kini,
sejumlah negara, termasuk Rusia, langsung memperingatkan Trump bahwa
langkah AS justru akan menyulut konflik lebih besar di Timur Tengah.
Arab Saudi, Kuwait, dan Bahrain juga menentang langkah Trump itu.