Credit republika.co.id
Tampilkan postingan dengan label BANGLADESH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BANGLADESH. Tampilkan semua postingan
Kamis, 01 November 2018
Jumat, 10 Agustus 2018
Kritik Protes, Bangladesh Desak Kedubes AS Tarik Pernyataan
CB, Jakarta - Pemerintah Bangladesh menuntut kedutaan besar Amerika Serikat menarik kecaman atas penanganan protes mahasiswa untuk keselamatan lalu lintas.
Puluhan ribu mahasiswa dan pelajar sekolah memblokir jalan-jalan di Dhaka selama lebih dari seminggu, menuntut lalu lintas yang lebih aman, setelah dua remaja tewas oleh bus yang melaju kencang. Polisi menembakkan gas air mata dan memukuli demonstran untuk membubarkan massa, yang menyebabkan puluhan orang terluka.
Pada Minggu 5 Agustus, kedutaan besar AS mengunggah sebuah pernyataan di Facebook yang mengatakan anak-anak muda terlibat dalam protes damai sedang melaksanakan hak demokratis mereka dan tidak ada yang bisa membenarkan serangan brutal dan kekerasan terhadap anak-anak muda.
Menteri Komunikasi dan Penerangan Bangladesh, Hasanul Hoque Inu, mengatakan polisi telah bertindak dengan menahan diri dan baik Amerika Serikat serta PBB telah melampaui batas dengan kritik mereka.
"Kami mendesak untuk menarik pernyataan ini. Ini tidak sopan," kata Hoque, seperti dilaporkan Reuters, 9 Agustus 2018. Hoque menambahkan pemerintah Bangladesh akan menulis surat kepada kedutaan dan PBB untuk menyampaikan protes.
Marcia Bernicat, Duta Besar Amerika Serikat untuk Bangladesh. Wikipedia
Pada Minggu 5 Agustus, sekelompok orang bersenjata menyerang iring-iringan kendaraan yang membawa duta besar AS untuk Bangladesh. Tidak ada yang terluka tetapi dua kendaraan rusak. Polisi mengatakan mereka masih menyelidiki kasus tersebut.
Para demonstran menuntut perubahan UU keamanan lalu lintas pasca-insiden 29 Juli ketika pengemudi bus kehilangan kendali dan menabrak sekelompok siswa.
Polisi juga mengatakan mereka menangguhkan penahanan aktivis dan fotografer, Shahidul Alam, untuk interodasi setelah dia dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan pada Rabu 8 Agustus.
Alam dijemput dari rumahnya pada Minggu 5 Agustus setelah ia menulis komentar di media sosial bahwa sayap mahasiswa dari partai berkuasa Perdana Menteri Sheikh Hasina berusaha menyerang para pengunjuk rasa. Dia ditangkap dengan tuduhan menyebarkan isu di media sosial, yang bertujuan untuk memicu kekerasan.
Ini bukan pertama kali fotografer Bangladesh Shahidul Alam dengan pihak berwenang. Dilansir dari New York Times, Alam pernah membuat proyek tahun 2010 yang mendokumentasikan penyiksaan dan kematian yang dilakukan aparat pemerintahan, yang menyebabkan polisi Dhaka menutup galerinya dan memprovokasi protes nasional.
Fotografer Bangladesh Shahidul Alam ditangkap oleh polisi di luar pengadilan Metropolitan Magistrate di Dhaka, Bangladesh, 6 Agustus 2018 dalam gambar diam ini diambil dari video [REUTERS]
Dalam demonstrasi keselamatan lalu lintas, sedikitnya 20 petugas polisi menggerebek rumah Alam beberapa jam setelah ia mengunggah video di Facebook yang mengatakan bahwa dia telah dipukuli oleh preman pro-pemerintah dan membuat klaim serupa dalam sebuah wawancara.
Alam yang berusia 63 tahun, dikenal sebagai seorang aktivis sosial dan pengusaha. Ia dibawa ke sidang pengadilan tanpa alas kaki, bersandar pada dua petugas dan dengan keras menyatakan bahwa dia telah disiksa selama ditahan.
Shahidul Alam [MFA News]
Seorang hakim pengadilan tinggi Bangladesh memerintahkan pemerintah untuk membawanya ke rumah sakit, yang dilakukan pihak berwenang pada Rabu 8 Agustus, tetapi kemudian dikembalikan ke tahanan. Para pejabat rumah sakit mengatakan dia tidak memiliki cedera yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Reporters Without Borders di Prancis menyebut kasus Alam sebagai hari gelap untuk kebebasan pers di Bangladesh, dan mengatakan bahwa sekitar puluhan jurnalis lain telah dipukuli selama protes oleh polisi dan pemuda, yang terkait dengan partai Liga Awami yang berkuasa. Saat kejadian, polisi tidak berupaya menghentikan anggota liga pemuda yang menyerang demonstran dan jurnalis.
Puluhan ribu mahasiswa dan pelajar sekolah memblokir jalan-jalan di Dhaka selama lebih dari seminggu, menuntut lalu lintas yang lebih aman, setelah dua remaja tewas oleh bus yang melaju kencang. Polisi menembakkan gas air mata dan memukuli demonstran untuk membubarkan massa, yang menyebabkan puluhan orang terluka.
Pada Minggu 5 Agustus, kedutaan besar AS mengunggah sebuah pernyataan di Facebook yang mengatakan anak-anak muda terlibat dalam protes damai sedang melaksanakan hak demokratis mereka dan tidak ada yang bisa membenarkan serangan brutal dan kekerasan terhadap anak-anak muda.
Menteri Komunikasi dan Penerangan Bangladesh, Hasanul Hoque Inu, mengatakan polisi telah bertindak dengan menahan diri dan baik Amerika Serikat serta PBB telah melampaui batas dengan kritik mereka.
"Kami mendesak untuk menarik pernyataan ini. Ini tidak sopan," kata Hoque, seperti dilaporkan Reuters, 9 Agustus 2018. Hoque menambahkan pemerintah Bangladesh akan menulis surat kepada kedutaan dan PBB untuk menyampaikan protes.
Marcia Bernicat, Duta Besar Amerika Serikat untuk Bangladesh. Wikipedia
Pada Minggu 5 Agustus, sekelompok orang bersenjata menyerang iring-iringan kendaraan yang membawa duta besar AS untuk Bangladesh. Tidak ada yang terluka tetapi dua kendaraan rusak. Polisi mengatakan mereka masih menyelidiki kasus tersebut.
Para demonstran menuntut perubahan UU keamanan lalu lintas pasca-insiden 29 Juli ketika pengemudi bus kehilangan kendali dan menabrak sekelompok siswa.
Polisi juga mengatakan mereka menangguhkan penahanan aktivis dan fotografer, Shahidul Alam, untuk interodasi setelah dia dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan pada Rabu 8 Agustus.
Alam dijemput dari rumahnya pada Minggu 5 Agustus setelah ia menulis komentar di media sosial bahwa sayap mahasiswa dari partai berkuasa Perdana Menteri Sheikh Hasina berusaha menyerang para pengunjuk rasa. Dia ditangkap dengan tuduhan menyebarkan isu di media sosial, yang bertujuan untuk memicu kekerasan.
Ini bukan pertama kali fotografer Bangladesh Shahidul Alam dengan pihak berwenang. Dilansir dari New York Times, Alam pernah membuat proyek tahun 2010 yang mendokumentasikan penyiksaan dan kematian yang dilakukan aparat pemerintahan, yang menyebabkan polisi Dhaka menutup galerinya dan memprovokasi protes nasional.
Fotografer Bangladesh Shahidul Alam ditangkap oleh polisi di luar pengadilan Metropolitan Magistrate di Dhaka, Bangladesh, 6 Agustus 2018 dalam gambar diam ini diambil dari video [REUTERS]
Dalam demonstrasi keselamatan lalu lintas, sedikitnya 20 petugas polisi menggerebek rumah Alam beberapa jam setelah ia mengunggah video di Facebook yang mengatakan bahwa dia telah dipukuli oleh preman pro-pemerintah dan membuat klaim serupa dalam sebuah wawancara.
Alam yang berusia 63 tahun, dikenal sebagai seorang aktivis sosial dan pengusaha. Ia dibawa ke sidang pengadilan tanpa alas kaki, bersandar pada dua petugas dan dengan keras menyatakan bahwa dia telah disiksa selama ditahan.
Shahidul Alam [MFA News]
Seorang hakim pengadilan tinggi Bangladesh memerintahkan pemerintah untuk membawanya ke rumah sakit, yang dilakukan pihak berwenang pada Rabu 8 Agustus, tetapi kemudian dikembalikan ke tahanan. Para pejabat rumah sakit mengatakan dia tidak memiliki cedera yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Reporters Without Borders di Prancis menyebut kasus Alam sebagai hari gelap untuk kebebasan pers di Bangladesh, dan mengatakan bahwa sekitar puluhan jurnalis lain telah dipukuli selama protes oleh polisi dan pemuda, yang terkait dengan partai Liga Awami yang berkuasa. Saat kejadian, polisi tidak berupaya menghentikan anggota liga pemuda yang menyerang demonstran dan jurnalis.
Credit tempo.co
Senin, 06 Agustus 2018
Konvoi Duta Besar Amerika Serikat Diserang di Bangladesh
CB, Jakarta - Konvoi pembawa Duta Besar Amerika Serikat untuk Bangladesh diserang oleh sejumlah pria bersenjata di Ibu Kota Dhaka, Sabtu petang 4 Agustus 2018, waktu setempat.
Laporan Dhaka Tribune menyebutkan, meskipun Duta Besar Marcia Bernicat dan rombongannya berhasil lolos dan tidak cedera, namun kendaraan yang mereka tumpangi rusak akibat serangan tersebut.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
"Duta Besar Amerika Serikat mengucapkan terima kasih kepada
kepolisian setempat atas respon cepat untuk menghentikan aksi
penyerang," tulis Newsweek, Ahad 5 Agustus 2018.
Serangan terhadap Duta Besar Amerika Serikat tersebut bersamaan dengan unjuk rasa ribuan mahasiswa. Menurut BBC, sedikitnya 50 orang cedera setelah mereka bentrok dengan kepolisian. Sementara kantor berita AFP menyebut angka 100 orang luka-luka.
Sejak Sabtu, Bangladesh dihantam kerusuhan menjurus kekerasan. Polisi terpaksa membubarkan pengunjuk rasa yang menguasai simpul jalan di Kota Dhaka dengan tembakan gasa air mata.
Laporan Dhaka Tribune menyebutkan, meskipun Duta Besar Marcia Bernicat dan rombongannya berhasil lolos dan tidak cedera, namun kendaraan yang mereka tumpangi rusak akibat serangan tersebut.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
Serangan terhadap Duta Besar Amerika Serikat tersebut bersamaan dengan unjuk rasa ribuan mahasiswa. Menurut BBC, sedikitnya 50 orang cedera setelah mereka bentrok dengan kepolisian. Sementara kantor berita AFP menyebut angka 100 orang luka-luka.
Sejak Sabtu, Bangladesh dihantam kerusuhan menjurus kekerasan. Polisi terpaksa membubarkan pengunjuk rasa yang menguasai simpul jalan di Kota Dhaka dengan tembakan gasa air mata.
Credit tempo.co
Rusuh di Bangladesh Berlanjut, Sejumlah Jurnalis Dipukuli
CB, Jakarta - Kerusuhan menjurus kekerasan berlanjut di Bangladesh
setelah pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan pemutusan saluran
internet menyusul unjuk rasa puluhan ribu mahasiswa di negeri itu.
Laporan Al Jazeera menyebutkan, pada Ahad 5 Agustus 2018, pukul 13.00 siang waktu setempat (07.00 GMT), ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan siswa sekolah mulai menguasai lalu lintas di Ibu Kota Dhaka. Selanjutnya, aksi tersebut dibubarkan oleh kepolisian dengan tembakan gas air mata.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
"Awalnya, unjuk rasa itu berjalan damai. Tetapi, tiba-tiba polisi
menembakkan gas air mata ke arah kami menyebabkan beberapa orang
cedera," kata Mohammad Atikur Rahman, salah satu demonstran kepada
kantor berita DPA.
Pada aksi rusuh tersebut, anggota Partai Liga Awami melaporkan, sejumlah jurnalis juga dipukuli dan kamera mereka disita.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
Sementara itu, perusahaan telekomunikasi diperintahkan menghentikan layanan 3G dan 4G selama 24 jam terhitung sejak Sabtu dini hari, 4 Agustus 2018.
Jahirul Haq, Kepala Komisi Regulator Telekomunikasi Bangladesh mengatakan kepada kantor berita AFP, pihaknya menerima perintah dari pemerintah untuk menutup layanan komunikasi. Tetapi dia tidak memberikan keterangan lebih lanjut.
Laporan Al Jazeera menyebutkan, pada Ahad 5 Agustus 2018, pukul 13.00 siang waktu setempat (07.00 GMT), ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan siswa sekolah mulai menguasai lalu lintas di Ibu Kota Dhaka. Selanjutnya, aksi tersebut dibubarkan oleh kepolisian dengan tembakan gas air mata.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
Pada aksi rusuh tersebut, anggota Partai Liga Awami melaporkan, sejumlah jurnalis juga dipukuli dan kamera mereka disita.
Para siswa meneriakkan slogan dalam protes atas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang bocah laki-laki dan perempuan, di Dhaka, Bangladesh, Ahad, 5 Agustus 2018. REUTERS
Sementara itu, perusahaan telekomunikasi diperintahkan menghentikan layanan 3G dan 4G selama 24 jam terhitung sejak Sabtu dini hari, 4 Agustus 2018.
Jahirul Haq, Kepala Komisi Regulator Telekomunikasi Bangladesh mengatakan kepada kantor berita AFP, pihaknya menerima perintah dari pemerintah untuk menutup layanan komunikasi. Tetapi dia tidak memberikan keterangan lebih lanjut.
Credit tempo.co
Rabu, 30 Mei 2018
Perang Narkoba Ala Duterte Tewaskan 91 Orang di Bangladesh
CB, Jakarta - Tindakan keras terhadap terduga pengedar narkoba
telah menyebabkan setidaknya 91 orang tewas dalam waktu kurang dari dua
minggu di Bangladesh. Hal itu telah memicu kekhawatiran akan perang
narkoba ala Filipina yang ditandai dengan pembunuhan di luar hukum.
Mereka yang tewas itu, sebagian besar terjadi dalam aksi baku tembak, meskipun keluarga beberapa orang yang tewas mengatakan mereka ditangkap oleh polisi dan meninggal dalam tahanan.
Sejak operasi perang terhadap narkoba ini dimulai pada 15 Mei 2018, jumlah korban tewas telah meningkat hampir setiap hari. Nama-nama dan keberadaan orang-orang yang tewas mengisi kolom surat kabar tanpa rincian bukti kesalahannya dan tanpa peradilan.
Odhikar, sebuah kelompok HAM di Bangladesh, mengatakan pada Ahad, 27 Mei 2018, sedikitnya 91 orang tewas dalam 13 hari.
Ilustrasi penjahat narkoba. TEMPO/Iqbal Lubis
Seperti dilansir situs South China Morning Post pada 28 Mei 2018, banyak dari mereka yang tewas merupakan pecandu dan penjaja kecil yang terbunuh di kota-kota dan di pelosok negeri itu. Ada pula yang dituduh membawa simpanan kecil obat-obatan dan senjata ringan. Salah satunya adalah Kamrul Islam, 35 tahun, yang digambarkan oleh istrinya sebagai mantan penjual obat terlarang yang meninggalkan perdagangan 10 tahun lalu dan mendapatkan penghasilan sedikit dari sebuah warung makan di sebuah stasiun bus di ibu kota Dhaka.
Tindakan tegas yang diambil pemerintah Bangladesh ini menyusul peredaran narkoba yang semakin marak. Kartel perdagangan narkoba dilaporkan memanfaatkan krisis pengungsi dengan merekrut pengungsi suku Rohingya yang putus asa sebagai pengedar kecil.
Perang narkoba adalah langkah berat terakhir oleh pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina yang semakin otoriter. Dia belakangan dikritik karena membatasi wartawan, memenjarakan lawan-lawan politik dan mengizinkan lembaga penegak hukum untuk menahan, menyiksa dan membunuh orang yang dicurigai sebagai milisi ekstrimis.
Dengan menolak proses hukum terhadap para terduga pengedar obat-obatan terlarang, dia menarik perbandingan dengan perang narkoba yang dilakukan Presiden Rodrigo Duterte di Filipina. Duterte, lewat kampanye perang melawan narkoba memerintahkan tembak di tempat terhadap pengedar narkoba hingga lebih dari 12.000 orang di duga tewas dalam dua tahun.
Kepolisian Bangladesh memperkirakan 7 juta dari 160 juta penduduk negara itu kecanduan narkoba. Yang paling umum adalah kecanduan yaba, yakni pil yang mengandung kafein dan metamfetamin.
Mereka yang tewas itu, sebagian besar terjadi dalam aksi baku tembak, meskipun keluarga beberapa orang yang tewas mengatakan mereka ditangkap oleh polisi dan meninggal dalam tahanan.
Sejak operasi perang terhadap narkoba ini dimulai pada 15 Mei 2018, jumlah korban tewas telah meningkat hampir setiap hari. Nama-nama dan keberadaan orang-orang yang tewas mengisi kolom surat kabar tanpa rincian bukti kesalahannya dan tanpa peradilan.
Odhikar, sebuah kelompok HAM di Bangladesh, mengatakan pada Ahad, 27 Mei 2018, sedikitnya 91 orang tewas dalam 13 hari.
Ilustrasi penjahat narkoba. TEMPO/Iqbal Lubis
Seperti dilansir situs South China Morning Post pada 28 Mei 2018, banyak dari mereka yang tewas merupakan pecandu dan penjaja kecil yang terbunuh di kota-kota dan di pelosok negeri itu. Ada pula yang dituduh membawa simpanan kecil obat-obatan dan senjata ringan. Salah satunya adalah Kamrul Islam, 35 tahun, yang digambarkan oleh istrinya sebagai mantan penjual obat terlarang yang meninggalkan perdagangan 10 tahun lalu dan mendapatkan penghasilan sedikit dari sebuah warung makan di sebuah stasiun bus di ibu kota Dhaka.
Tindakan tegas yang diambil pemerintah Bangladesh ini menyusul peredaran narkoba yang semakin marak. Kartel perdagangan narkoba dilaporkan memanfaatkan krisis pengungsi dengan merekrut pengungsi suku Rohingya yang putus asa sebagai pengedar kecil.
Perang narkoba adalah langkah berat terakhir oleh pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina yang semakin otoriter. Dia belakangan dikritik karena membatasi wartawan, memenjarakan lawan-lawan politik dan mengizinkan lembaga penegak hukum untuk menahan, menyiksa dan membunuh orang yang dicurigai sebagai milisi ekstrimis.
Dengan menolak proses hukum terhadap para terduga pengedar obat-obatan terlarang, dia menarik perbandingan dengan perang narkoba yang dilakukan Presiden Rodrigo Duterte di Filipina. Duterte, lewat kampanye perang melawan narkoba memerintahkan tembak di tempat terhadap pengedar narkoba hingga lebih dari 12.000 orang di duga tewas dalam dua tahun.
Kepolisian Bangladesh memperkirakan 7 juta dari 160 juta penduduk negara itu kecanduan narkoba. Yang paling umum adalah kecanduan yaba, yakni pil yang mengandung kafein dan metamfetamin.
Credit tempo.co
Selasa, 08 Mei 2018
Senin, 16 April 2018
Bangladesh-UNHCR Kompak Bantah Klaim Repatriasi Rohingya Myanmar
DHAKA
- Pemerintah Bangladesh dan Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa
(UNHCR) membantah klaim Myanmar bahwa mereka telah memulangkan lima
anggota keluarga Rohingya. Keduanya mengatakan baik pemerintah
Bangladesh maupun UNHCR tidak memiliki keterlibatan dalam repatriasi
tersebut.
Komisaris Pengungsi dan Pemulangan Pengungsi pemerintah Bangladesh, Abul Kalam mengatakan, sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang yang berada di wilayah Konakarara telah masuk kembali ke wilayah Myanmar dan telah dibawa ke pusat penerimaan yang didirikan oleh Myanmar. Konakarara adalah sebuah tanah tak bertuan di antara kedua negara itu
"Itu sama sekali bukan repatriasi, melainkan propaganda," katanya kepada Reuters, Senin (16/4/2018).
Secara terpisah, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan langsung tentang kasus ini dan tidak diajak konsultasi atau terlibat dalam laporan repatriasi ini.
Dalam pernyataannya, UNHCR menyerukan kepada Myanmar untuk memastikan setiap pengembalian bersifat sukarela, aman dan bermartabat. Badan itu mengatakan setiap pengungsi yang kembali harus secara berkelanjutan diintegrasikan kembali ke masyarakat.
Terkait hal ini, juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay mengatakan hal itu bukan sebuah propaganda. Menurutnya keluarga etnis Rohingya itu memutuskan untuk kembali dengan kemauan mereka sendiri.
"Kami merawat mereka," katanya.
Reuters tidak dapat menghubungi keluarga yang bersangkutan, atau memverifikasi lokasi pasti dari mana mereka telah kembali.
Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam, Myanmar mengatakan telah memulangkan keluarga Rohingya pertama dari pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh. Dikatakan sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang, termasuk seorang individu bernama Aftar Ar Lwan, telah kembali ke salah satu pusat penerimaannya di negara bagian Rakhine.
Myanmar dan Bangladesh setuju pada bulan Januari untuk menyelesaikan repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun. Myanmar mendirikan dua pusat penerimaan dan apa yang dikatakannya adalah sebuah kamp sementara di dekat perbatasan di Rakhine untuk menerima kedatangan pertama.
Klaim Myanmar mengenai repatriasi pertama terjadi hanya beberapa hari setelah UNHCR mengatakan kondisi di Myanmar tidak kondusif bagi kembalinya pengungsi.
Komisaris Pengungsi dan Pemulangan Pengungsi pemerintah Bangladesh, Abul Kalam mengatakan, sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang yang berada di wilayah Konakarara telah masuk kembali ke wilayah Myanmar dan telah dibawa ke pusat penerimaan yang didirikan oleh Myanmar. Konakarara adalah sebuah tanah tak bertuan di antara kedua negara itu
"Itu sama sekali bukan repatriasi, melainkan propaganda," katanya kepada Reuters, Senin (16/4/2018).
Secara terpisah, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan langsung tentang kasus ini dan tidak diajak konsultasi atau terlibat dalam laporan repatriasi ini.
Dalam pernyataannya, UNHCR menyerukan kepada Myanmar untuk memastikan setiap pengembalian bersifat sukarela, aman dan bermartabat. Badan itu mengatakan setiap pengungsi yang kembali harus secara berkelanjutan diintegrasikan kembali ke masyarakat.
Terkait hal ini, juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay mengatakan hal itu bukan sebuah propaganda. Menurutnya keluarga etnis Rohingya itu memutuskan untuk kembali dengan kemauan mereka sendiri.
"Kami merawat mereka," katanya.
Reuters tidak dapat menghubungi keluarga yang bersangkutan, atau memverifikasi lokasi pasti dari mana mereka telah kembali.
Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam, Myanmar mengatakan telah memulangkan keluarga Rohingya pertama dari pengungsi yang melarikan diri ke Bangladesh. Dikatakan sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang, termasuk seorang individu bernama Aftar Ar Lwan, telah kembali ke salah satu pusat penerimaannya di negara bagian Rakhine.
Myanmar dan Bangladesh setuju pada bulan Januari untuk menyelesaikan repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun. Myanmar mendirikan dua pusat penerimaan dan apa yang dikatakannya adalah sebuah kamp sementara di dekat perbatasan di Rakhine untuk menerima kedatangan pertama.
Klaim Myanmar mengenai repatriasi pertama terjadi hanya beberapa hari setelah UNHCR mengatakan kondisi di Myanmar tidak kondusif bagi kembalinya pengungsi.
Credit sindonews.com
Senin, 09 April 2018
Kamis, 05 April 2018
Bangladesh Akan Relokasi 100 Ribu Rohingya ke Pulau Terpencil
Ilustrasi pengungsi Rohingya. (Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
"Proses akan dimulai pada pekan pertama Juni. Kami membangun akomodasi untuk 100 ribu orang," ujar Menteri Manajemen Bencana Bangladesh, Shah Kamal, kepada perwakilan sejumlah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu (4/4).
Kamal mengatakan bahwa saat ini Bangladesh sudah membangun tempat tinggal yang dapat menampung 50 ribu pengungsi, sisanya akan dirampungkan dalam waktu dua bulan ke depan.
|
Ia juga memastikan Bangladesh bakal meninggikan tanah di pulau tersebut untuk menghindari banjir.
Rencana relokasi yang sebenarnya sudah diajukan sejak 2015 ini sempat tertunda karena banyak kritik, terutama mengenai kelayakan pulau tersebut.
Pulau Thengar Car pertama kali muncul ke permukaan air di lepas pantai Bangladesh sekitar 12 tahun lalu. Daratan ini biasanya terendam banjir pada Juni hingga September.
|
Ketika air tenang, pulau ini kerap digunakan para pembajak untuk menyandera orang demi mendapatkan tebusan.
Bangladesh kembali mengajukan usulan ini tahun lalu, setelah gelombang pengungsi Rohingya yang menghindari kekerasan di Rakhine membanjiri negara itu sejak Agustus.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bangladesh sudah menampung 700 ribu pengungsi Rohingya hanya dari gelombang kekerasan terakhir ini.
|
Pada November, Bangladesh pun mengalokasikan dana sekitar US$280 juta untuk membangun pulau tersebut.
Awalnya, Bangladesh menargetkan relokasi dimulai pada akhir tahun ini, tapi proses ini dipercepat karena PBB khawatir kamp pengungsi di Bangladesh tersapu banjir saat angin muson bertiup pada pertengahan 2018.
Credit cnnindonesia.com
Senin, 29 Januari 2018
Jokowi Temui PM Bangladesh dan Kunjungi Pengungsi Rohingya
Presiden Joko Widodo saat melakukan lawatan di Bangladesh, Sabtu (27/1). (Setkab.go.id/Nia)
Sebelum berkunjung ke Kantor PM Bangladesh, Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengikuti upacara peletakan karangan bunga di National Matryrs Memorial Savar dan peletakan karangan bunga di Bangabhandu Memorial Museum.
Siang harinya, Presiden dan Ibu Iriana bersama rombongan akan menuju Cox’s Bazar untuk mengunjungi kamp pengungsi Rohingya dengan menggunakan pesawat Kepresidenan Indonesia-1 melalui Bandara Internasional Hazrat Shahjalal, Dhaka, Bangladesh.
Dari Cox’s Bazar, Presiden dan Ibu Iriana bersama rombongan akan melanjutkan perjalanan menuju penampungan pengungsi Kamp Jamtoli dengan menggunakan mobil. Di sini, Presiden akan bertemu dengan para pengungsi yang berasal dari Rakhine State tersebut.
Sore harinya, Presiden dan Ibu Iriana bersama rombongan akan kembali ke Dhaka, Bangladesh dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan bahwa dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan PM Hasina akan membahas perdagangan kedua negara. Selain itu juga akan dilakukan penandatanganan MoU.
“Ada penandatanganan 5 MoU, satu mengenai Foreign Affairs Consultation, kedua Komunike Bersama mengenai IUU Fishing, lalu ketiga adalah announcement mengenai pembentukan PTA, keempat menyangkut pembelian LNG dan kelima pembangunan power plant LNG. InsyaAllah ada lima yang akan ditandatangani,” kata Retno.
Credit cnnindonesia.com
Jokowi Angkat Isu Rohingya Saat Bertemu Presiden Bangladesh
Presiden Joko Widodo bertemu Presiden Pakistan
Mamnoon Hussain di Istana Kepresidenan Aiwan-e-Sadr, Islamabad,
Pakistan, Jumat malam 26 Januari 2018. (Biro Pers Setpres/Rusman)
Isu tersebut juga bakal dibahas Jokowi dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina sebelum berkunjung ke kamp pengungsi Rohingya di perbatasan Bangladesh, Minggu (28/1).
Krisis kemanusiaan di Rakhine State juga menjadi pembicaraan saat Jokowi menerima kunjungan kehormatan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Hasan Hassan Mahmood Ali di Hotel Pan Pacific Sonargaon, Dhaka, Bangladesh.
"Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Bangladesh dalam menampung para pengungsi di Rakhine State," kata Presiden Jokowi kepada Menlu Bangladesh seperti diunggah di situs setkab.go.id.
Karena itu, kata Jokowi, Indonesia sebagai negara sahabat berusaha meringankan beban Bangladesh dengan mengirimkan berbagai bantuan kemanusiaan.
"Terima kasih juga telah memberikan izin bagi pekerja kemanusiaan Indonesia untuk membantu di kamp pengungsi di Cox's Bazar," kata Jokowi.
Dalam pertemuan dengan Jokowi, Presiden Bangladesh menegaskan kedekatan negaranya dengan Indonesia.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Indonesia adalah salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Bangladesh. Jasa ini, kata Retno, tidak akan pernah dilupakan oleh rakyat Bangladesh.
"Kedua pemimpin sepakat kerja sama ekonomi akan mejadi prioritas bagi hubungan kedua negara," kata Menlu RI.
Dalam pertemuan dengan Presiden Bangladesh, Presiden Jokowi juga menyatakan banyaknya persamaan-persamaan yang dimiliki kedua negara. Hal tersebut dapat menjadi modal untuk meningkatkan hubungan Indonesia-Bangladesh.
Credit cnnindonesia.com
Rabu, 13 Desember 2017
Bangladesh Cari Keluarga Pelaku Teror Ledakan New York
Otoritas Bangladesh melacak keberadaan kerabat
Akayed Ullah, warga negara mereka yang disebut aparat AS sebagai pelaku
teror ledakan New York, Senin (11/12). (New York City Taxi and
Limousine Commission/Handout via Reuters)
"Kepolisian mencari keluarganya,tapi sejauh ini polisi belum bisa melacak mereka," ujar Abul Khair Nadim, Ketua Dewan Uni Musapur, badan pemerintah lokal Chittagong, tempat asal keluarga Ullah.
Kepala kepolisian Bangladesh mengatakan kepada Reuters bahwa Ullah terakhir kali berkunjung ke negara itu pada September lalu. Selama ini, Ullah tak punya rekam jejak kriminal di tanah airnya tersebut.
Di Brooklyn, Ullah tinggal bersama ibu, satu saudari, dan kedua saudara laki-lakinya berkat green card.
Reuters berhasil menghubungi salah satu sepupu Akayed, Ahmad Ullah. Menurutnya, ayah Akayed sendiri sudah pindah ke Dhaka beberapa tahun lalu.
Ahmad mengatakan, ayah Akayed meninggal sekitar lima tahun lalu. Setelah itu, Akayed menempuh pendidikan di Bangladesh sebelum pindah ke AS.
Nama Ullah menjadi sorotan setelah otoritas AS mengonfirmasi bahwa Akayed merupakan pelaku yang meledakkan bom di koridor pejalan kaki antara Times Square dan Terminal Bus Otoritas Pelabuhan New York saat jam sibuk.
Akibat aksi Ullah tersebut, tiga orang terluka. Tak lama setelah itu, Wali Kota New York, Bill de Blasio, langsung menyebut insiden tersebut sebagai upaya serangan teroris.
Bangladesh pun langsung merilis pernyataan yang berbunyi, "Seorang teroris adalah teroris, tak peduli etnis atau agamanya, dan harus diadili."
Credit cnnindonesia.com
Bangladesh Interogasi Istri Pelaku Teror Ledakan New York
Suasana di sekitar lokasi ledakan tak lama
setelah Akayed Ullah menjalankan aksinya pada Senin (11/12).
(Reuters/Brendan McDermid)
"Kami sudah menemukan istri dan keluarga iparnya di Dhaka. Kami mewawancarai mereka," ujar seorang polisi yang enggan diungkap identitasnya kepada Reuters, Selasa (12/12).
Meski demikian, dua pejabat anonim kepolisian menolak untuk memberikan keterangan lebih lanjut karena tak mengantongi izin.
Mereka hanya mengatakan, istri dari Ullah tersebut memiliki seorang bayi laki-laki yang masih berusia enam bulan.
Aparat dapat melacak keberadaan istri dan anak Ullah ini dari keterangan sepupu pelaku bom tersebut, Emdad Ullah.
Menurut Emdad, keluarga Ullah awalnya tinggal di Chittagong, tapi kemudian pindah ke Dhaka beberapa tahun lalu.
Sebelumnya, salah satu sepupu lainnya, Ahmad Ullah, mengatakan bahwa ayah Akayed meninggal sekitar lima tahun lalu. Setelah itu, Akayed menempuh pendidikan di Bangladesh sebelum pindah ke AS.
Nama Ullah menjadi sorotan setelah otoritas AS mengonfirmasi bahwa Akayed merupakan pelaku yang meledakkan bom di koridor pejalan kaki antara Times Square dan Terminal Bus Otoritas Pelabuhan New York saat jam sibuk.
Akibat aksi Ullah tersebut, tiga orang terluka. Tak lama setelah itu, Wali Kota New York, Bill de Blasio, langsung menyebut insiden tersebut sebagai upaya serangan teroris.
Bangladesh pun langsung merilis pernyataan yang berbunyi, "Seorang teroris adalah teroris, tak peduli etnis atau agamanya, dan harus diadili."
Credit cnnindonesia.com
Selasa, 05 Desember 2017
Gadis Rohingya Dijadikan Budak Seks di Bangladesh
CB, Jakarta - Para gadis dan perempuan Rohingya
di kamp penampungan pengungsi di Cox Bazar, Bangladesh, dijual menjadi
budak seks. Keterangan tersebut disampaikan oleh para korban dan lembaga
bantuan internasional sebagaimana dikutip Al Jazeera.
Puluhan anak-anak pengungsi Rohingya berkumpul saat menunggu untuk mendapatkan makanan di pusat distribusi kamp pengugsian Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 17 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Kahrtoun, bukan nama sebenarnya, mengatakan kepada Al Jazeera, gadis berusia 15 tahun itu dijual menjadi budak seks setelah tiba di Bangladesh dengan perahu guna meloloskan diri dari kebrutalan militer di Myanmar.
Dia berada di kamp pengungsi Bangaldesh, sementara ayah, ibu dan
saudara perempuannya tewas terkena sambaran mortir militer Myanmar saat
melakukan sweeping terhadap warga Rohingya.
Sejumlah bocah pengungsi Rohingya mengantre untuk mengambil air bersih di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 14 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Ketika Khartoun tiba pada September 2017, dia didekati dua perempuan di tepi pantai dan mengatakan bahwa keduanya siap menolongnya.
"Mereka mengatakan kepada saya agar saya mengikutinya untuk dirawat dan membantu mendapatkan suami," kata Khartoun.
Sebagai gantinya, dia disekap selama tiga minggu untuk dijual kepada seorang pria Bangladesh. Pria ini memerkosanya dan melakukan pelecehan seksual selama 12 hari.
Mohammad Zubair bekerja di kios sayuran milik ayahnya di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh, 12 November 2017. Zubair juga pernah bekerja di sebuah toko teh selama sebulan. Ia bekerja dua shift per hari dari jam 6 pagi sampai lewat tengah malam dan mendapatkan jatah istirahat selama empat jam pada sore hari. REUTERS / Navesh Chitrakar
"Dia mengatakan, saya akan mencekikmu. Saya akan menusukmu. Saya akan membunuhmu. Apakah kamu ingin mati seperti militer melakukan pembunuhan di Myanmar? Saya tidak ingin kamu pergi ke sana," ucap Khartoun kepada Al Jazeera.
PBB dan lembaga bantuan internasional mengatakan, perbudakan dan perdagangan seks di kamp pengungsi kian memburuk dengan hadirnya lebih dari 620 ribu Rohingya.
Militer Myanmar melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran terhadap warga Rohingya yang dituduh melakukan serangan terhadap markas militer pada Agustus 2017. Menurut PBB, militer Myanmar telah melakukan pembersihan etnis.
Puluhan anak-anak pengungsi Rohingya berkumpul saat menunggu untuk mendapatkan makanan di pusat distribusi kamp pengugsian Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 17 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Kahrtoun, bukan nama sebenarnya, mengatakan kepada Al Jazeera, gadis berusia 15 tahun itu dijual menjadi budak seks setelah tiba di Bangladesh dengan perahu guna meloloskan diri dari kebrutalan militer di Myanmar.
Sejumlah bocah pengungsi Rohingya mengantre untuk mengambil air bersih di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 14 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Ketika Khartoun tiba pada September 2017, dia didekati dua perempuan di tepi pantai dan mengatakan bahwa keduanya siap menolongnya.
"Mereka mengatakan kepada saya agar saya mengikutinya untuk dirawat dan membantu mendapatkan suami," kata Khartoun.
Sebagai gantinya, dia disekap selama tiga minggu untuk dijual kepada seorang pria Bangladesh. Pria ini memerkosanya dan melakukan pelecehan seksual selama 12 hari.
Mohammad Zubair bekerja di kios sayuran milik ayahnya di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh, 12 November 2017. Zubair juga pernah bekerja di sebuah toko teh selama sebulan. Ia bekerja dua shift per hari dari jam 6 pagi sampai lewat tengah malam dan mendapatkan jatah istirahat selama empat jam pada sore hari. REUTERS / Navesh Chitrakar
"Dia mengatakan, saya akan mencekikmu. Saya akan menusukmu. Saya akan membunuhmu. Apakah kamu ingin mati seperti militer melakukan pembunuhan di Myanmar? Saya tidak ingin kamu pergi ke sana," ucap Khartoun kepada Al Jazeera.
PBB dan lembaga bantuan internasional mengatakan, perbudakan dan perdagangan seks di kamp pengungsi kian memburuk dengan hadirnya lebih dari 620 ribu Rohingya.
Militer Myanmar melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran terhadap warga Rohingya yang dituduh melakukan serangan terhadap markas militer pada Agustus 2017. Menurut PBB, militer Myanmar telah melakukan pembersihan etnis.
Credit TEMPO.CO
Kamis, 30 November 2017
Bangladesh Siapkan Pulau Khusus untuk Muslim Rohingya
CB, Jakarta - Bangladesh
menyetujui sebuah proyek kontroversial senilai US$ 280 juta atau
sekitar Rp 3,7 triliun untuk membangun sebuah pulau bagi 100 ribu
pengungsi Rohingya, Myanmar.
"Pulau tersebut sesungguhnya tak layak huni, sepertinya dipaksakan," tulis Daily Sabah, Rabu, 29 November 2017.
Seorang bocah membawa galon berisi air bersih dengan menaiki perbukitan di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 14 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Pengumuman persetujuan proyek itu disampaikan kepada publik hanya
beberapa hari setelah Bangladesh menandatangani kesepakatan pemulangan
kembali pengungsi Rohingya ke Myanmar yang selama ini tinggal di kamp
pengungsi dekat perbatasan.
Sebuah dewan ekonomi pemerintah yang diketuai oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina memberikan lampu hijau untuk merencanakan pembangunan kembali Pulau Bhashan Char.
"Ide proyek pembangunan pulau ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak ketika digelontorkan pada 2015."
Seorang anak pengungsi Rohingya berlari sambil membawa wadah saat menuju pusat distribusi makanan di kamp pengugsian Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 17 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Sekretaris Perencanaan Negara, Ziaul Islam, dalam keterangannya kepada media mengatakan, pemerintah berharap pulau tersebut siap huni pada Mei 2018 untuk mengakomodir lebih dari 620 ribu pengungsi muslim Rohingnya yang masuk ke Bangladesh melalui perbatasan tiga bulan lalu.
Selain membangun pulau tersebut untuk penampungan para pengungsi, pemerintah harus memasang tanggul di sekeliling pulau karena letaknya rendah dari laut. Pembangunan tanggul tersebut penting guna menahan banjir pasang surut laut, badai, dan siklon musiman. Pulau ini dapat ditempuh satu jam dari pulau berpenghuni.
Anwar Hossain, anak pengungsi Rohingya berusia 12 tahun saat bekerja mencari kayu bakar di luar tempat penampungan sementara di kamp pengungsi Kutupalong dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 12 November 2017. REUTERS / Navesh Chitrakar
Kondisi pulau yang dianggap tak layak huni mendapatkan kritik dari para pemimpin korban persekusi muslim Rohingnya. Mereka menentang ide pemerintah Bangladesh. Bahkan Badan Urusan Pengungsi PBB memperingatkan bahwa upaya paksa merelokasi pengungsi ke pulau tersebut akan menimbulkan persoalan lebih kompleks dan kontroversial.
"Pulau tersebut sesungguhnya tak layak huni, sepertinya dipaksakan," tulis Daily Sabah, Rabu, 29 November 2017.
Seorang bocah membawa galon berisi air bersih dengan menaiki perbukitan di kamp pengungsian Kutupalong, Cox's Bazar, Bangladesh, 14 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Sebuah dewan ekonomi pemerintah yang diketuai oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina memberikan lampu hijau untuk merencanakan pembangunan kembali Pulau Bhashan Char.
"Ide proyek pembangunan pulau ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak ketika digelontorkan pada 2015."
Seorang anak pengungsi Rohingya berlari sambil membawa wadah saat menuju pusat distribusi makanan di kamp pengugsian Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 17 November 2017. REUTERS/Navesh Chitrakar
Sekretaris Perencanaan Negara, Ziaul Islam, dalam keterangannya kepada media mengatakan, pemerintah berharap pulau tersebut siap huni pada Mei 2018 untuk mengakomodir lebih dari 620 ribu pengungsi muslim Rohingnya yang masuk ke Bangladesh melalui perbatasan tiga bulan lalu.
Selain membangun pulau tersebut untuk penampungan para pengungsi, pemerintah harus memasang tanggul di sekeliling pulau karena letaknya rendah dari laut. Pembangunan tanggul tersebut penting guna menahan banjir pasang surut laut, badai, dan siklon musiman. Pulau ini dapat ditempuh satu jam dari pulau berpenghuni.
Anwar Hossain, anak pengungsi Rohingya berusia 12 tahun saat bekerja mencari kayu bakar di luar tempat penampungan sementara di kamp pengungsi Kutupalong dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 12 November 2017. REUTERS / Navesh Chitrakar
Kondisi pulau yang dianggap tak layak huni mendapatkan kritik dari para pemimpin korban persekusi muslim Rohingnya. Mereka menentang ide pemerintah Bangladesh. Bahkan Badan Urusan Pengungsi PBB memperingatkan bahwa upaya paksa merelokasi pengungsi ke pulau tersebut akan menimbulkan persoalan lebih kompleks dan kontroversial.
Credit TEMPO.CO
Rabu, 29 November 2017
Bangladesh Hukum Mati 139 Pemberontak
CB, Jakarta - Pengadilan Tinggi Bangladesh
menguatkan keputusan Pengadilan Negeri yang menjatuhkan hukuman mati
terhadap 139 pengawal perbatasan yang melakukan pemberontakan.
"Akibat ulah mereka pada 2009 tersebut, setidaknya 74 orang tewas termasuk 57 komandan militer," tulis The State dalam laporannya, Senin, 28 November 2017.
Tentara militer Bangladesh menyiapkan kendaraan berat, tank saat berjaga di sekitar cafe saat terjadinya serangan oleh kelompok bersenjata di di Dhaka, Bangladesh, 1 Juli 2016. Saat ini, kelompok bersenjata tersebut masih menyandera sejumlah pengunjung. (AP Photo)
Sebelumnya, pada 2013, Pengadilan Negeri di Bangladesh menjatuhkan hukuman mati terhadap 152 orang karena memberontak.
Namun mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi sehingga hukuman untuk delapan orang diturunkan menjadi penjara seumur hidup, sedangkan empat lainnya dibebaskan.
Adapun salah seorang di antara terdakwa meninggal sebelum Pengadilan Tinggi mengambil keputusan.
"Jumlah total pemberontak yang diadili 846 orang, sebagian besar terdiri dari pengawal perbatasan," The State melaporkan.
Sejumlah aparat militer Bangladesh berjaga di lokasi terjadinya serangan oleh kelompok bersenjata di sebuah restaurant di Dhaka, Bangladesh, 1 Juli 2016. Serangan yang menyebabkan 24 orang tewas dan puluhan lain luka-luka ini diketahui dilakukan oleh sekitar 8-9 orang bersenjata api. REUTERS
Para penjaga perbatasan itu melakukan pemberontakan pada 25-26 Februari 2009, dua bulan setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina dilantik. Hasina kembali berkuasa di Bangladesh pada 2014.
Menurut tiga hakim yang mengadili perkara ini, para penjaga perbatasan tersebut layak mendapatkan hukuman mati karena karena melakukan aksi brutal dan pembunuh berdarah dingin.
"Mereka dapat mengajukan kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi ke Mahkamah Agung," kata Jaksa Agung Mahbubey Alam.
Pengacara terdakwa, Aminul Islam, mengatakan, dia akan menyarankan kepada para kliennya mengajukan kasasi setelah menerima seluruh keputusan Pengadilan Tinggi Bangladesh.
"Akibat ulah mereka pada 2009 tersebut, setidaknya 74 orang tewas termasuk 57 komandan militer," tulis The State dalam laporannya, Senin, 28 November 2017.
Tentara militer Bangladesh menyiapkan kendaraan berat, tank saat berjaga di sekitar cafe saat terjadinya serangan oleh kelompok bersenjata di di Dhaka, Bangladesh, 1 Juli 2016. Saat ini, kelompok bersenjata tersebut masih menyandera sejumlah pengunjung. (AP Photo)
Namun mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi sehingga hukuman untuk delapan orang diturunkan menjadi penjara seumur hidup, sedangkan empat lainnya dibebaskan.
Adapun salah seorang di antara terdakwa meninggal sebelum Pengadilan Tinggi mengambil keputusan.
"Jumlah total pemberontak yang diadili 846 orang, sebagian besar terdiri dari pengawal perbatasan," The State melaporkan.
Sejumlah aparat militer Bangladesh berjaga di lokasi terjadinya serangan oleh kelompok bersenjata di sebuah restaurant di Dhaka, Bangladesh, 1 Juli 2016. Serangan yang menyebabkan 24 orang tewas dan puluhan lain luka-luka ini diketahui dilakukan oleh sekitar 8-9 orang bersenjata api. REUTERS
Para penjaga perbatasan itu melakukan pemberontakan pada 25-26 Februari 2009, dua bulan setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina dilantik. Hasina kembali berkuasa di Bangladesh pada 2014.
Menurut tiga hakim yang mengadili perkara ini, para penjaga perbatasan tersebut layak mendapatkan hukuman mati karena karena melakukan aksi brutal dan pembunuh berdarah dingin.
"Mereka dapat mengajukan kasasi atas keputusan Pengadilan Tinggi ke Mahkamah Agung," kata Jaksa Agung Mahbubey Alam.
Pengacara terdakwa, Aminul Islam, mengatakan, dia akan menyarankan kepada para kliennya mengajukan kasasi setelah menerima seluruh keputusan Pengadilan Tinggi Bangladesh.
Credit TEMPO.CO
Jumat, 24 November 2017
Suu Kyi bahas pemulangan Rohingya dengan menteri Bangladesh
Yangon (CB) - Pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi
bertemu dengan menteri luar negeri Bangladesh pada Kamis untuk mencapai
kesepakatan mengenai pemulangan ratusan ribu warga Rohingya yang
melarikan diri dari tindakan kekerasan di Negara Bagian Rakhine.
Suu Kyi, yang berbagi kekuasaan dengan militer, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood di Naypyidaw.
"Mereka membahas pengembangan kerja sama dan hubungan antara kedua negara, untuk menerima orang-orang yang meninggalkan tempat-tempat di Rakhine, dan kerja sama yang berjalan antara kedua negara", demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Myanmar yang dikutip AFP.
Kantor berita AFP tidak bisa menghubungi para pejabat untuk meminta penjelasan mengenai kesepakatan akhir.
Warga Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan telah menjadi sasaran kekerasan komunal dan sentimen anti-Muslim di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha.
Mereka juga menghadapi penindasan sistematis dari pemerintah, yang mencabut kewarganegaraan mereka dan sangat membatasi pegerakan mereka, juga akses mereka ke layanan dasar.
Pembicaraan antara Suu Kyi dan menteri luar negeri Bangladesh dilakukan menjelang kunjungan Paus Fransiskus, yang dinantikan kedua negara tersebut.
Paus akan bergabung dengan gelombang pemimpin global yang mengunjungi ibu kota Myanmar, Naypyidaw, dalam beberapa pekan terakhir guna menekan para pemimpin -- termasuk pemimpin militer kuat, Min Aung Hlaing -- guna mengakhiri krisis tersebut.
Lebih dari 620.000 orang telah mengungsi ke Bangladesh sejak Agustus, melarikan diri dari tindakan militer Myanmar yang disebut Amerika Serikat sebagai "pembersihan etnis terhadap Rohingya."
Militer membantah tuduhan telah melakukan kekerasan terhadap Rohingya, namun membatasi akses ke zona konflik.
Pemerintahan Suu Kyi juga menolak memberikan visa kepada petugas Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditugasi mencari fakta mengenai tuduhan-tuduhan pelanggaran militer.
Warga mayoritas Myanmar yang menganut Buddha, yang menyangkal melakukan kekejaman terhadap minoritas muslim, sepakat untuk bekerja dengan Bangladesh memulangkan sebagian warga Rohingya yang memenuhi kamp-kamp pengungsi.
Namun, Bangladesh kesulitan menyelesaikan rinciannya, termasuk mengenai berapa banyak warga Rohingya yang akan diizinkan kembali ke Rakhine, tempat ratusan desa telah hancur atau hangus terbakar.
Dan pekan lalu, Min Aung Hlaing mengatakan bahwa "tidak mungkin menerima jumlah warga yang diusulkan oleh Bangladesh."
Suu Kyi, yang berbagi kekuasaan dengan militer, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood di Naypyidaw.
"Mereka membahas pengembangan kerja sama dan hubungan antara kedua negara, untuk menerima orang-orang yang meninggalkan tempat-tempat di Rakhine, dan kerja sama yang berjalan antara kedua negara", demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Myanmar yang dikutip AFP.
Kantor berita AFP tidak bisa menghubungi para pejabat untuk meminta penjelasan mengenai kesepakatan akhir.
Warga Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan telah menjadi sasaran kekerasan komunal dan sentimen anti-Muslim di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha.
Mereka juga menghadapi penindasan sistematis dari pemerintah, yang mencabut kewarganegaraan mereka dan sangat membatasi pegerakan mereka, juga akses mereka ke layanan dasar.
Pembicaraan antara Suu Kyi dan menteri luar negeri Bangladesh dilakukan menjelang kunjungan Paus Fransiskus, yang dinantikan kedua negara tersebut.
Paus akan bergabung dengan gelombang pemimpin global yang mengunjungi ibu kota Myanmar, Naypyidaw, dalam beberapa pekan terakhir guna menekan para pemimpin -- termasuk pemimpin militer kuat, Min Aung Hlaing -- guna mengakhiri krisis tersebut.
Lebih dari 620.000 orang telah mengungsi ke Bangladesh sejak Agustus, melarikan diri dari tindakan militer Myanmar yang disebut Amerika Serikat sebagai "pembersihan etnis terhadap Rohingya."
Militer membantah tuduhan telah melakukan kekerasan terhadap Rohingya, namun membatasi akses ke zona konflik.
Pemerintahan Suu Kyi juga menolak memberikan visa kepada petugas Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditugasi mencari fakta mengenai tuduhan-tuduhan pelanggaran militer.
Warga mayoritas Myanmar yang menganut Buddha, yang menyangkal melakukan kekejaman terhadap minoritas muslim, sepakat untuk bekerja dengan Bangladesh memulangkan sebagian warga Rohingya yang memenuhi kamp-kamp pengungsi.
Namun, Bangladesh kesulitan menyelesaikan rinciannya, termasuk mengenai berapa banyak warga Rohingya yang akan diizinkan kembali ke Rakhine, tempat ratusan desa telah hancur atau hangus terbakar.
Dan pekan lalu, Min Aung Hlaing mengatakan bahwa "tidak mungkin menerima jumlah warga yang diusulkan oleh Bangladesh."
Credit antaranews.com
Myanmar-Bangladesh Sepakati Pemulangan Rohingya
Menlu Retno Marsudi (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati)
"Kami siap menerima kembali para pengungsi secepatnya setelah Bangladesh mengirimkan daftar identitas para pengungsi kepada kami," kata Menteri Tenaga Kerja, Imigrasi dan Kependudukan Myanmar Myint Kyaing, seperti dilaporkan Reuters, Kamis (23/11).
Sebelumnya, Myanmar juga mengatakan bahwa pemulangan tersebut berlaku bagi seluruh pengungsi Rohingya yang telah memenuhi verifikasi data dan dokumen. Naypyidaw menyatakan akan menjamin keamanan repatriasi bagi para pengungsi yang memenuhi syarat verifikasi.
Pemulangan akan dimulai dalam dua bulan mendatang. Kelompok kerja bersama akan dibentuk dalam tiga pekan. Pembicaraan bilateral khusus soal pemulangan akan dilakuan sepcepatnya.
Dalam pernyataannya, Myanmar menyatakan kesepakatan itu berdasarkan pakta repatriasi antara kedua negara 1992-1993.
Kesepakatan Suu Kyi dan Mahmood diteken saat militer Myanmar, yang masih berpengaruh di pemerintahan, belum sepenuhnya menyepakati rencana repatriasi pengungsi tersebut.
Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, bahkan menutup kemungkinan negaranya untuk menerima kembali para pengungsi Rohingya yang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak krisis kembali memburuk di Rakhine pada akhir Agustus lalu.
"Tidak mungkin untuk menerima jumlah orang yang diusulkan Bangladesh," kata Hlaing pada pekan lalu.
Sejak krisis yang dipicu bentrokan kelompok bersenjata dan militer pecah pada 25 Agustus lalu, sedikitnya 600 ribu Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk mengungsi. Konflik itu pun diperkirakan telah menewaskan 1.000 orang, terutama Rohingya.
|
Sejak itu pun Myanmar, khususnya Suu Kyi terus menjadi sorotan dunia internasional. Peraih Nobel Perdamaian itu tak lepas dari serangkaian desakan karena dianggap gagal melindungi Rohingya sebagai warga negaranya sendiri.
Suu Kyi pun didesak agar mau bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan militer terhadap Rohingya.
PBB dan Amerika Serikat pun telah menganggap tragedi kemanusiaan yang mengincar etnis Rohingya itu sebagai upaya pembersihan etnis. Sejumlah pihak bahkan menilai krisis tersebut sudah seharusnya dianggap sebagai kejahatan genosida.
Meski begitu, militer Myanmar hingga kini berkeras membantah tudingan pelanggaran HAM tersebut dan tetap membatasi akses masuk ke pusat konflik di Rakhine.
Kesepakatan itu tercapai menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Bangladesh dan Myanmar. Paus akan berkunjung ke Myanmar pada 27-30 November dan ke Bangladesh 30 November-2 Desember.
Indonesia sejak awal mendorong pertemuan kedua negara untuk mengatasi krisis Rohingya. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan perjanjian repatrisi antara Myanmar dan Bangladesh menjadi awal pemulangan para pengungsi.
Menurut Retno, krisis kemanusiaan di Rakhine, Myannmar turut dibahas dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri Asia dan Eropa (ASEM) di Nay Pyi Daw, Myanmar pekan lalu. "Menlu Bangladesh tinggal lebih lama untuk menuntaskan putaran terakhir negosiasi repatriasi," kata Menlu Retno, Kamis.
Di sela-sela pertemuan ASEM, menurut Retno, Aung San Suu Kyi juga mengadakan pertemuan informal dengan 19 negara, termasuk Indonesi, memmbahas masalah yang dialami Myanmar.
Sejumlah negara meminta perkembangan terkini agar dunia internasional bisa memahami kebutuhan atau bantuan seperti apa yang dapat diberikan untuk membantu penyelesaian masalah di Myanmar.
Credit cnnindonesia.com
Kamis, 09 November 2017
Aung San Suu Kyi Abaikan Desakan DK PBB soal Rakhine
Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
“Pernyataan Kepresidenan DK PBB berpotensi mengganggu negosiasi bilateral yang sedang berlangsung lancar dan cepat,” kata kantor pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi dalam sebuah pernyataan, Rabu (8/11).
Pemimpin yang baru dua tahun memerintah Myanmar itu menyebutkan bahwa masalah etnis Rohingya hanya dapat diselesaikan secara bilateral.
Ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri dari kekerasan militer di Rakhine ke perbatasan Bangladesh sejak akhir Agustus lalu. Sebelumnya, DK PBB mendesak agar Suu Kyi berhenti menggunakan kekuatan militer berlebihan di wilayah yang mayoritas dihuni etnis beragama muslim itu.
"Kami mendorong Myanmar agar segera memulihkan pemerintahan sipil dan menegakkan hukum dengan menghormati hak-hak asasi manusia," kata DK PBB, seperti dilaporkan Reuters, Selasa (7/11).
Myanmar menjadi sorotan dunia sejak konflik kemanusiaan kembali memburuk di Rakhine akhir Agustus lalu. Krisis itu dipicu bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer Myanmar pada 25 Agustus hingga menewaskan sedikitnya 1.000 orang khususnya etnis minoritas Rohingya.
Sejak 10 minggu terakhir PBB terus mengungkapkan kekhawatirannya terkait krisis yang disebut sebagai "contoh klasik upaya pembersihan etnis." Badan dunia itu terus mendesak Myanmar untuk menjamin akses kemanusiaan serta mengizinkan media mengunjungi pusat konflik di Rakhine.
Myanmar diminta bekerja sama dengan seluruh instrumen dan mekanisme PBB untuk menyelesaikan krisis. PBB mendesak agar Suu Kyi lebih terbuka dan transparan terkait investigasi atas dugaan pelanggaran HAM secara transparan.
DK PBB menyatakan keprihatinannya atas laporan pelanggaran HAM di negara bagian Rakhine, termasuk [pelanggaran yang dilakukan] oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap warga minoritas, terutama Rohingya.
Pernyataan itu digagas Perancis dan Inggris sebagai respons lanjutan DK PBB terhadap tragedi kemanusiaan di Rakhine. Semula, kedua negara mendorong DK PBB untuk mengadopsi sebuah resolusi, yang lebih keras.
Namun, mereka khawatir usulan itu akan diveto oleh Rusia dan China, sekutu Myanmar. Pernyataan Kepresidenan dianggap lebih lunak ketimbang resolusi. Sebagai jalan tengah, 15 negara anggota DK PBB pun akhirnya menyepakati pernyaataan resmi itu dengan suara bulat.
Baru-baru ini, Suu Kyi baru-baru ini menyatakan Myanmar bersedia menerima kembali para pengungsi Rohingya yang ingin kembali ke kampung halamannya. Tetapi mereka harus melalui proses verifikasi.
Peraih Nobel Perdamaian itu menuturkan negosiasi repatriasi pengungsi dengan Bangladesh masih terus berjalan. Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood Ali juga diundang ke Myanmar pada 16-17 November guna melanjutkan pembicaraan tersebut.
Credit cnnindonesia.com
Myanmar sebut langkah PBB bahayakan pembicaraan dengan Bangladesh
Yangon (CB) - Myanmar pada Rabu menyatakan bahwa
pernyataan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai
krisis pengungsi Rohingya bisa sangat membahayakan pembicaraannya dengan
Bangladesh untuk memulangkan kembali 600.000 orang lebih yang melarikan
diri dari Myanmar untuk melarikan diri dar.
Dewan Keamanan PBB, dalam pernyataannya pada Senin, mendesak Myanmar untuk memastikan tidak ada penggunaan kekuatan militer berlebihan serta menyatakan keprihatinan sangat atas laporan pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan di negara bagian Rakhine.
Pemimpin de facto Myanmar Aung Sang Suu Kyi, yang pemerintahan sipilnya berbagi kekuasaan dengan militer, menanggapinya dengan mengatakan bahwa masalah yang dihadapi Myanmar dan Bangladesh hanya dapat diselesaikan secara bilateral, satu poin yang menurut dia diabaikan dalam pernyataan Dewan Keamanan itu.
"Selanjutnya, pernyataan kepresidenan (Dewan Keamanan) berpotensi dan sangat membahayakan perundingan bilateral antara kedua negara yang telah berjalan mulus dan cepat," kata kantor Suu Kyi dalam pernyataan.
Perundingan dengan Bangladesh terus berlanjut, ia mengatakan, dan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood Ali telah diundang ke Myanmar pada 16-17 November.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson dijadwalkan mengunjungi Myanmar sehari sebelumnya pada 15 November, dengan langkah-langkah yang sedang berlangsung di Washington untuk membawa sebuah undang-undang untuk memberikan sanksi kepada Myanmar.
Dengan melihat ke China, Myanmar menyatakan menghargai pendirian yang diambil oleh beberapa anggota Dewan Keamanan yang berpegang pada prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara berdaulat.
Untuk meredakan kekuatan hak veto Rusia dan China, Inggris dan Prancis menyampaikan dorongan kepada Dewan Keamanan untuk mengadopsi resolusi mengenai situasi tersebut dan badan beranggota 15 orang tersebut dengan suara bulat menyetujui sebuah pernyataan resmi.
PBB telah mengecam kekerasan yang sudah berlangsung 10 minggu terakhir di Myanmar sebagai contoh klasik pembersihan etnis untuk mengusir Muslim Rohingya dari negara mayoritas umat Buddha Myanmar.
Militer menyatakan operasi penindakan militer yang mereka lakukan dipicu oleh serangan tersinkronisasi militan Rohingya terhadap 30 pos keamanan di bagian utara Negara Bagian Rakhine pada 25 Agustus.
Pengungsi Rohingya mengatakan militer membakar desa-desa mereka, namun militer mengatakan bahwa pembakarnya adalah petempur Rohingya. Pengungsi memberikan laporan mengerikan tentang pemerkosaan dan pembunuhan. Myanmar mengatakan tuduhan tersebut harus diselidiki.
Dewan Keamanan PBB, dalam pernyataannya pada Senin, mendesak Myanmar untuk memastikan tidak ada penggunaan kekuatan militer berlebihan serta menyatakan keprihatinan sangat atas laporan pelanggaran hak asasi manusia dan kekerasan di negara bagian Rakhine.
Pemimpin de facto Myanmar Aung Sang Suu Kyi, yang pemerintahan sipilnya berbagi kekuasaan dengan militer, menanggapinya dengan mengatakan bahwa masalah yang dihadapi Myanmar dan Bangladesh hanya dapat diselesaikan secara bilateral, satu poin yang menurut dia diabaikan dalam pernyataan Dewan Keamanan itu.
"Selanjutnya, pernyataan kepresidenan (Dewan Keamanan) berpotensi dan sangat membahayakan perundingan bilateral antara kedua negara yang telah berjalan mulus dan cepat," kata kantor Suu Kyi dalam pernyataan.
Perundingan dengan Bangladesh terus berlanjut, ia mengatakan, dan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood Ali telah diundang ke Myanmar pada 16-17 November.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson dijadwalkan mengunjungi Myanmar sehari sebelumnya pada 15 November, dengan langkah-langkah yang sedang berlangsung di Washington untuk membawa sebuah undang-undang untuk memberikan sanksi kepada Myanmar.
Dengan melihat ke China, Myanmar menyatakan menghargai pendirian yang diambil oleh beberapa anggota Dewan Keamanan yang berpegang pada prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara berdaulat.
Untuk meredakan kekuatan hak veto Rusia dan China, Inggris dan Prancis menyampaikan dorongan kepada Dewan Keamanan untuk mengadopsi resolusi mengenai situasi tersebut dan badan beranggota 15 orang tersebut dengan suara bulat menyetujui sebuah pernyataan resmi.
PBB telah mengecam kekerasan yang sudah berlangsung 10 minggu terakhir di Myanmar sebagai contoh klasik pembersihan etnis untuk mengusir Muslim Rohingya dari negara mayoritas umat Buddha Myanmar.
Militer menyatakan operasi penindakan militer yang mereka lakukan dipicu oleh serangan tersinkronisasi militan Rohingya terhadap 30 pos keamanan di bagian utara Negara Bagian Rakhine pada 25 Agustus.
Pengungsi Rohingya mengatakan militer membakar desa-desa mereka, namun militer mengatakan bahwa pembakarnya adalah petempur Rohingya. Pengungsi memberikan laporan mengerikan tentang pemerkosaan dan pembunuhan. Myanmar mengatakan tuduhan tersebut harus diselidiki.
Credit antaranews.com
Kamis, 02 November 2017
Myanmar Tuding Bangladesh Hambat Pemulangan Rohingya
Lebih dari 600 ribu Rohingya dilaporkan
mengungsi ke Bangladesh sejak bentrokan antara kelompok bersenjata dan
militer Myanmar pecah di Rakhine pada 25 Agustus lalu. (Reuters/Danish
Siddiqui)
"Pemerintah Myanmar telah menyatakan bahwa kami siap menerima [pengungsi Rohingya] kapan pun. Namun, Bangladesh masih mempertimbangkan kesepakatan antara kedua negara," kata juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, pada Rabu (1/11).
Selain itu, Htay juga sempat menuduh Bangladesh menghambat proses repatriasi Rohingya karena menerima bantuan senilai jutaan dolar Amerika Serikat untuk memperluas pembangunan rumah bagi pengungsi di sana.
"Saat ini mereka [Bangladesh] sudah mendapatkan hampir US$400 juta. Akibat bantuan ini, kami takut [Bangladesh] menunda program untuk merepatriasi para pengungsi," ujar Htay seperti dikutip media lokal, sebagaimana dilansir AFP.
Namun, Htay enggan menjelaskan lebih rinci ketika ditanya lebih lanjut mengenai pernyataannya itu.
Lebih dari 600 ribu Rohingya dilaporkan mengungsi ke Bangladesh sejak bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer Myanmar pecah di Rakhine pada 25 Agustus lalu.
Setelah dihujani kecaman dan tuduhan melakukan upaya pembersihan etnis Rohingya oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Myanmar akhirnya berjanji akan menerima kembali para pengungsi Rohingya yang ingin pulang ke kampung halamannya.
Meski begitu, Myanmar hanya akan menerima dan menjamin pemulangan para pengungsi Rohingya yang memenuhi standar verifikasi.
Pusat pemerintahan Myanmar yang berada di Naypyidaw mengatakan para pengungsi harus bisa menunjukkan sejumlah dokumen yang membuktikan bahwa mereka sebelumnya pernah tinggal di Rakhine jika ingin kembali ke negara itu.
Saat ini, Myanmar juga dilaporkan telah mulai mengeluarkan kartu Verifikasi Nasional untuk warga Rakhine.
Sementara itu, beberapa pekerja kemanusiaan di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh mengatakan sebagian warga Rohingya enggan direpatriasi ke Myanmar karena merasa tak yakin bisa lolos verifikasi.
Sejumlah warga Rohingya lainnya juga dikabarkan tidak ingin pulang ke Rakhine karena takut saat tiba di sana, pemerintah tidak mengizinkan mereka menempati tanah yang dahulu ditempati.
Credit cnnindonesia.com
Rabu, 25 Oktober 2017
Myanmar dan Bangladesh Sepakat Pulangkan Pengungsi Rohingya
Jumlah warga Muslim Rohingnya yang telah mengungsikan diri dari Myanmar sejak 15 Agustus telah mencapai lebih dari 600.000 orang. Ketika itu, serangan-serangan pemberontak Rohingya memicu tindakan militer oleh tentara Myanmar, yang disebut Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai pembersihan etnis.
Dalam pertemuan di ibu kota negara Myanmar, Naypyitiaw, yang dihadiri oleh menteri dalam negeri Myanmar Letnan Jenderal Kyaw Swe dan mitranya dari Bangladesh, Asaduzzaman Khan, kedua negara menandatangani perjanjian menyangkut kerja sama keamanan dan perbatasan.
"Kedua pihak juga sepakat untuk menghentikan aliran warga Myanmar ke Bangladesh, serta membentuk kelompok kerja bersama," kata Tin Myint, sekretaris permanen pada kementerian dalam negeri Myanmar setelah pertemuan tersebut.
"Setelah kelompok kerja bersama, verifikasi, kedua negara telah sepakat untuk mengatur berbagai langkah agar orang-orang ini bisa kembali ke tanah air mereka dengan selamat dan terhormat serta dalam keadaan aman," kata Mostafa Kamal uddin, sekretaris pada kementerian dalam negeri Bangladesh.
Para pejabat itu tidak memberikan keterangan rinci soal langkah-langkah yang akan diambil oleh pihak berwenang terkait pemulangan kembali. Mereka menambahkan bahwa sebagian besar diskusi yang berlangsung pada pertemuan itu diarahkan pada masalah perjanjian kerja sama perbatasan dan keamanan, yang telah lama dalam proses pembuatan.
Tin Mying mengatakan kedua negara sepakat untuk mengembalikan keadaan normal di Rakhine guna memungkinkan para warga Myanmar yang kehilangan tempat tinggal kembali dari Bangladesh secepat mungkin. Ia juga mengatakan bahwa Myanmar telah mengirimkan daftar para tersangka yang telah melarikan diri ke Bangladesh. Myanmar telah meminta pihak berwenang Bangladesh untuk melakukan penyelidikan dan mengembalikan para tersangka ke Myanmar.
Credit REPUBLIKA.CO.ID/antaranews.com
Selasa, 24 Oktober 2017
Bangladesh Desak Myanmar Terima 1 Juta Rohingya dengan Aman
Bangladesh mendesak Myanmar untuk menerima
kembali sekitar 1 juta pengungsi Rohingya dan menjamin keamanan mereka
karena kondisi mereka sudah mengkhawatirkan. (Reuters/Danish Siddiqui)
"Hal yang terpenting dari segala hal penting adalah Myanmar memenuhi janjinya dan menerima kembalinya warga mereka ke Myanmar dengan aman dan bermartabat," ujar Duta Besar Bangladesh untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Shameem Ahsan.
Ahsan mengatakan, janji ini harus segera ditepati karena sejak bentrokan di Rakhine kembali memanas pada 25 Agustus lalu, negaranya sudah dibanjiri sekitar 600 ribu Rohingya.
Sementara itu, Bangladesh sendiri sudah menampung sekitar 400 ribu Rohingya yang kabur ke negaranya karena serangkaian bentorkan sebelumnya.
Myanmar memang mengklain bentrokan di Rakhine sudah mereda, tapi Ahsan mengatakan bahwa pengungsi Rohingya masih terus berdatangan, jumlahnya pun tak surut.
"Situasi ini sudah sangat menyedikhkan. Meski pun mereka mengklaim keadaan sudah kondusif, kekerasan di Rakhine harus dihentikan. Ribuan orang masih datang setiap harinya," ucap Ahsan, sebagaimana dikutip Reuters.
Menurut Ahsan, menteri dalam negeri Bangladesh juga sudah menyampaikan seruan serupa saat berkunjung ke Yangon untuk membahas "solusi jangka panjang" dari masalah pengungsi Rohingya ini.
"Namun, mereka terus melontarkan propaganda dengan menyebut Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Penolakan identitas etnis Rohingya ini masih terus menjadi hambatan," tutur Ahsan.
Selama ini, Myanmar memang tak mengakui Rohingya sebagai warga negara. Rohingya bahkan tak masuk daftar etnis resmi dalam konstitusi Myanmar sehingga kerap menjadi korban diskriminasi.
Komisioner Tinggi PBB urusan Pengungsi, Filippo Grandi, pun mendesak Myanmar untuk mencari solusi terbaik untuk Rohingya, salah satunya dengan menerima mereka sebagai warga negara.
"Harus termasuk solusi atas masalah kewarganegaraan. Jika tidak, Rohingya akan terus sengsara," katanya.
Credit cnnindonesia.com
Senin, 23 Oktober 2017
India Setuju Agar Myanmar Mengakui Rohingya
CB, DHAKA -- Menteri Luar Negeri India, Sushma
Swaraj mengatakan, India mendukung pelaksanaan rekomendasi yang
menyarankan pengakuan terhadap kelompok etnis Rohingya di Myanmar. Ini
mengingat warga Rohingya yang hingga kini tak diakui oleh Myanmar.
Sushma mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan Perdana Menteri Bangladesh pada Ahad (22/10), untuk menyelesaikan persoalan Rohingya perlu menciptakan peluang ekonomi di negara Rakhine yang bermasalah.
"Menurut pandangan kami, satu-satunya solusi jangka panjang untuk situasi di Rakhine adalah pengembangan sosio-ekonomi dan infrastruktur yang cepat yang akan memberi dampak positif bagi semua masyarakat yang tinggal di negara bagian ini," kata Sushma dilansir dari Bloomberg, Senin (23/10).
Menteri Luar Negeri Bangladesh juga mendesak India untuk memainkan peran yang lebih besar dengan cara terus menekan Myanmar untuk segera menemukan solusi damai. Sehingga krisis yang menimpa etnis Rohingya bisa terselesaikan. Langkah India menuju penyelesaian krisis Rohinga akan sangat berarti terhadap kebijakan China untuk mendukung Myanmar.
Sebagaimana dilaporkan Bloomberg pada Senin (23/10), seorang pejabat Partai Komunis China pada Sabtu (21/10) mengatakan, negara mendukung Myanmar dalam menjaga perdamaian dan stabilitas. Serta tidak akan bergabung dengan negara lain yang mengutuk tindakan pemerintah (Myanmar) tersebut.
Wakil Kepala Departemen Internasional Partai Komunis, Guo Yezhou mengatakan, Beijing mengutuk tindakan kekerasan dan teror serta mendukung langkah-langkah untuk memulihkan ketertiban. Pernyataannya tampaknya mengacu pada serangan militan minoritas Rohingya terhadap pasukan keamanan Myanmar.
Sushma mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan Perdana Menteri Bangladesh pada Ahad (22/10), untuk menyelesaikan persoalan Rohingya perlu menciptakan peluang ekonomi di negara Rakhine yang bermasalah.
"Menurut pandangan kami, satu-satunya solusi jangka panjang untuk situasi di Rakhine adalah pengembangan sosio-ekonomi dan infrastruktur yang cepat yang akan memberi dampak positif bagi semua masyarakat yang tinggal di negara bagian ini," kata Sushma dilansir dari Bloomberg, Senin (23/10).
Menteri Luar Negeri Bangladesh juga mendesak India untuk memainkan peran yang lebih besar dengan cara terus menekan Myanmar untuk segera menemukan solusi damai. Sehingga krisis yang menimpa etnis Rohingya bisa terselesaikan. Langkah India menuju penyelesaian krisis Rohinga akan sangat berarti terhadap kebijakan China untuk mendukung Myanmar.
Sebagaimana dilaporkan Bloomberg pada Senin (23/10), seorang pejabat Partai Komunis China pada Sabtu (21/10) mengatakan, negara mendukung Myanmar dalam menjaga perdamaian dan stabilitas. Serta tidak akan bergabung dengan negara lain yang mengutuk tindakan pemerintah (Myanmar) tersebut.
Wakil Kepala Departemen Internasional Partai Komunis, Guo Yezhou mengatakan, Beijing mengutuk tindakan kekerasan dan teror serta mendukung langkah-langkah untuk memulihkan ketertiban. Pernyataannya tampaknya mengacu pada serangan militan minoritas Rohingya terhadap pasukan keamanan Myanmar.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Langganan:
Postingan (Atom)