Iran membantu pejuang Syiah di Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman untuk mempertahankan kekuasaan mereka. (Reuters/Thaier Al-Sudani)
Beirut, CB
--
Sementara Iran hampir mencapai kesepakatan dengan
negara-negara adidaya untuk mengekang program nuklirnya, pengamat dan
pemimpin Arab kini memusatkan perhatian bagaimana Tehran semakin
meningkatkan cengkraman di negara-negara Arab, mulai dari Irak hingga
Lebanon, dan Suriah hingga Yaman.
Tokoh di balik langkah yang
dipandang sebagian pihak sebagai upaya menciptakan “kerajaan” Persia dan
Syiah baru di wilayah Arab adalah Mayor Jenderal Qassem Soleimani,
komandan brigade al-Quds Pasukan Penjaga Revolusi Iran, IRGC.
Sejak dia muncul ke permukaan tahun lalu, Soleimani terlihat di berbagai medan pertempuran Timur Tengah.
Foto
Soleimani, yang sebelum ISIS merebut sejumlah kota di Irak utara dan
tengah tahun lalu tidak banyak tersebar, kini bisa ditemukan di berbagai
tempat.
Dia dipandang sebagai pemimpin operasi perebutan kembali kota Tikrit
dari ISIS. Fotonya diambil di Suriah ketika menyatakan belasungkawa atas
pembunuhan seorang anggota keluarga presiden Bashar al-Assad. Selama
empat tahun belakangan Soleimani memang membantu Assad mempertahankan
kepresidenan dari kelompok pemberontak.
Di Beirut dia difoto
sedang berdoa di kuburan Jihad Mughniyeh, putra mendiang kelompok
paramiliter Hezbollah yang didukung IGRC. Jihad tewas di Suriah pada
Januari lalu.
Sementara itu, gerakan Houthi Syiah di Yaman
berhasil merebut kekuasaan di ibukota Sanaa yang membuat negara-negara
Sunni Arab seperti Arab Saudi khawatir.
Pentingnya peran
Soleimani ini membuat situs oposisi Suriah sempat mengunggah poster
pemilu palsu bertuliskan: “Pilih Qassem Soleimani, Presiden Suriah.”
Pengubah Situasi?Iran
mungkin serius ingin mendapatkan satu kesepakatan nuklir yang akan
mengakhiri status negara yang disingkirkan dan juga sanksi ekonomi yang
menyulitkan negara itu. Tetapi, Iran telah memaksimalkan kekuatannya di
Timur Tengah, dan karena pasukan Iran dan sekutu milisi memimpin perang
terhadap ISIS di Irak dan Suriah, para pemimpin Sunni Arab yakin AS
tidak akan menghentikan gerakan Iran tersebut.
Baru-baru ini,
Menteri Luar Negeri John Kerry meyakinkan para pemimpin Arab Saudi bahwa
tidak akan ada “imbalan besar” dengan Tehran dalam setiap kesepakatan
nuklir yang akan dicapai.
Akan tetapi dalam satu acara jumpa
pers bersama di Arab Saudi, Menteri Luar Negeri negara itu Saud
al-Faisal hampir marah besar karena Kerry mengakui bahwa Soleimani
terlibat di Tikrit.
“Situasi di Tikrit adalah contoh utama dari kekhawatiran kami,” ujar Pangeran Saud. “Iran mengambil alih Irak.”
Mayor
Jenderal Qassem Soleimani merupakan tokoh di balik peran Iran di Timur
tengah yang memperluas kekuasaan negara itu.(Reuters/Stringer)
|
Para pengamat regional mengatakan itu sebabnya kesepakatan nuklir bukan
menjadi hal yang dikhawatirkan negara-negara Teluk dan sekutu Sunni
seperti Mesir, tetapi justru pemulihan hubungan antara AS dan Iran.
Sultan
al-Qassemi, pengamat dari Uni Emirat Arab, mengatakan: “Kesepakatan
Iran adalah pengubah situasi untuk wilayah dan saya pikir hal ini akan
mendorong Iran untuk menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih aktif.
“Kesepakatan
ini adalah “imbalan besar” yang disangkal oleh Kerry. Kesepakatan ini
memberi kebebasan Iran sebagai imbalan janji kosong. Iran sedang naik
daun. Iran berjaya di Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman.”
Riad
Kahwaji, kepala badan penelitian INEGMA di Dubai, memperingatkan akan
kemungkinan “perang sektarian terbuka” antara Sunni dan Syiah.
“Situasi
di Irak, Suriah dan Yaman mengindikasikan bahwa Iran sedang melakukan
serangan besar-besaran dengan berlindung di balik perang melawan
terorisme pimpinan AS, untuk mencapai perluasan strategis yang berhasil
menambah daerah kekuasaan hingga Laut Merah dan Laut Mediterania.”
Pertikaian Lama Hidup KembaliPertikaian
antara Sunni dan Syiah bermula sekitar 14 abad lalu. Di era modern
sekarang, hal ini seringkali diterjemahkan sebagai persaingan antara
kelompok fundamentalis Wahabi Arab Saudi Sunni dan teokrasi Syiah Iran.
Tetapi,
penggulingan pemerintahan Saddam Hussein yang merupakan anggota
kelompok minoritas Sunni dalam invasi pimpinan AS pada 2003 dan
digantikan oleh pemerintah Islam Syiah yang dipengaruhi oleh Iran,
menghidupkan kembali pertikaian sektarian tersebut.
Arab Saudi
dan sekutunya mendukung pasukan Sunni, seperti pasukan pemberontak yang
berusaha menggulingkan presiden Bashar al-Assad.
Riyadh secara
resmi mendukung pemberontak arus utama dalam pertikaian antara Sunni dan
Syiah yang terus meningkat ini, tetapi dukungan dari negara-negara
Teluk diyakini juga sampai ke kelompok-kelompok jihadis.
Iran berperan dalam upaya merebut kembali kota Tikrit dari cengkraman para pejuang jihadis ISIS. (Reuters/Thaier Al-Sudani)
|
Ini jelas menjadi alibi yang digunakan oleh kelompok Syiah untuk membenarkan intervensi.
Di
Suriah, ketika Assad tampaknya siap menyerah pada pemberontakan yang
mayoritas dilakukan oleh kelompok Sunni dua tahun lalu, Iran mengerahkan
sekutu Lebanonnya Hezbollah.
Soleimani dan brigade al-Quds,
yang didirikan pada 1980 untuk menyebarkan Revolusi Islam, membentuk
satu jaringan milisi yang loyal yang sekarang menjadi tulang punggung
pemerintah Suriah.
Di Irak, setelah ISIS merajalela pada
pertengahan 2014, komandan al-Quds ini segera membentuk koalisi milisi
Syiah yang sama, pertama untuk mempertahankan Baghdad, dan wilayah
selatan, dan sekarang melaju ke wilayah yang menjadi basis kuat kelompok
jihadis ini seperti Tikrit.
Sementara itu, sekutu-sekutunya di
Iran seperti Anggota Parlemen Ali Reza Zakani - yang seperti Soleimani,
memiliki hubungan dekat dengan Ayatollah Ali Khamanei- mengatakan bahwa
mereka telah memegang tiga ibukota negara Arab di tangan mereka yaitu
Baghdad, Damaskus dan Beirut. Sanna disebutkan akan segera berada di
bawah Iran.
Kantor Berita Iran Rasa melaporkan bahwa Zakani
mengatakan: “jika Hajj Qassem Soleimani tidak turun tangan di Irak,
Baghdad pasti akan jatuh, hal yang sama juga terjadi di Suriah; tanpa
tekad Iran, Suriah pasti sudah jatuh”.
Menggambarkan situasi di
Yaman sebagai “perpanjangan alami” dari revolusi Iran, Zakani
memperkirakan 14 dari 20 provinsi Yaman akan segera dikuasai oleh
Houthi.
“Revolusi Yaman tidak hanya akan terbatas di wilayah
Yaman saja,” ujarnya. Revolusi ini akan menyebar ke wilayah-wilayah Arab
Saudi, yang tidak hanya merujuk pada perbatasan panjang dengan Arab
Saudi tetapi juga Provinsi Timur Syiah tempat cadangan minyak terbesar
milik Arab Saudi.
Iran Kendalikan Empat IbukotaJohn
Jenkins, mantan dutabesar Inggris untuk Arab Saudi, mengatakan
ketidakperdulian AS pada kekhawatiran wilayah ini cukup mengkhawatirkan.
“Kita sudah melihat para pejabat Iran mengatakan mereka telah
mengendalikan empat ibukota Arab, dan kita melihat delegasi Houthi
berkunjung ke Tehran dan Baghdad. Situasi ini sejalan dengan keyakinan
di Teluk Arab bahwa mereka ditinggalkan,” ujar Jenkins.
“Kehadiran
AS di wilayah saat ini sangat besar, tetapi keinginan Teluk Arab adalah
Barat harus bertindak. Mereka melihat contoh bagaimana AS tidak
bertindak di Lebanon dan Suriah. Dan bagi Arab Saudi, Yaman merupakan
titik puncaknya. Di belakang Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman ada Iran.”
Sementara
pemerintah Obama mencoba meyakinkan sekutu-sekutu Arabnya bahwa negara
itu tetap akan berkomitmen pada mereka, para pengamat mengatakan
prioritas Washington adalah menghentikan Iran mengembangkan bom atom dan
perluasan wilayah ISIS.
“Obama yakin bahwa kesepakatan dengan
Iran bisa menjadi warisan kebijakan luar negerinya. Amerika tidak
memandang kesepakatan itu terkait dengan dampaknya di wilayah,” ujar
Fawaz Gerges, pakar Timur Tengah dari London School of Economics.
“Kesepakatan
AS dengan Iran akan memperdalam perang dingin antara Arab Saudi dan
sekutunya di satu pihak dan Iran di pihak lain. Hal ini akan menjadi
bahan bakar bagi api kemarahan di wilayah Arab.”
Credit
CNN Indonesia